Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Sabtu, 14 Agustus 2010

Ilusi Seorang Ilusionis

Oleh Noerazhka


Di atas panggung gemerlap ini, senyum saya merekah. Gemuruh tepuk tangan penonton di depan sana, yang entah berapa ribu jumlahnya, mampu menerbangkan saya hingga tingkat jumawa yang tertinggi. Baru saja, saya, Yasmin, ilusionis perempuan terhebat di Indonesia, melakukan pertunjukan spektakuler : menyandingkan Candi Borobudur, yang notabene adalah candi umat Budha terbesar di dunia, dan ironisnya tersisih dari 7 keajaiban dunia, dengan Menara Eiffel dan Colosseum !

Saya mendapatkan jabat erat dari Bapak Presiden, juga Duta Besar Perancis dan Italia untuk Indonesia. Pertunjukan saya, disiarkan live, tidak hanya oleh media nasional, tapi juga ratusan media internasional. Dunia menyaksikan kesuksesan saya. Ide menyandingkan Borobudur dengan Eiffel dan Colosseum dianggap momen monumental oleh banyak pihak : usaha mengembalikan kepercayaan dunia pada dunia pariwisata Indonesia yang sempat runtuh karena isu teroris, sekaligus kritik pada semesta, yang telah menyingkirkan Candi Borobudur dari 7 keajaiban dunia.

Dan saya berhasil !

Bukan hanya nama Indonesia yang mendadak menggaung ke seluruh negeri, tapi juga nama saya, Yasmin, ilusionis perempuan terhebat, melambung setinggi langit.

Saya tidak peduli dengan keringat yang mengucur mengaliri pelipis. Telinga saya masih akrab dengan elu2an semua orang. Dada saya hendak meledak rasanya, karena bahagia dan bangga. Wajah saya bersinar2 sumringah. Ah, malam ini, semua milik saya, tidak terkecuali.

" Kecuali satu, Yasmin .. ", tiba2 bisikan halus merasuk diantara bising dan gempita suasana malam ini.

Saya terkesiap. Mendadak saya ingat sesuatu. Ya, kecuali satu ..

Saat itu juga, seketika, semua rasa bahagia dan bangga yang baru saja lahir setelah menyelesaikan pertunjukan spektakuler ini, lenyap. Menguap begitu saja.

###

" Arga, tunggu .. ", suara saya tercekat saat menahan langkahnya.

Dia, yang saya panggil 'Arga' berhenti dan menoleh, meski begitu, ekspresi wajahnya benar2 datar, membuat saya ketakutan.

" Apa ? "

Ragu2, saya ulurkan sebuah undangan pertunjukan. Pertunjukan perdana saya sebagai ilusionis di kampus. Sungguh, meskipun panggung ini yang saya impikan, rasanya tidak ada artinya jika Arga tidak datang.

" Ini .. Saya harap, kamu bisa datang .. "

Arga menerimanya. Agak tergesa, dia keluarkan undangan itu dari amplopnya. Dibacanya. Kemudian keningnya mengernyit. Di hadapannya, saya, menggigil, menunggu responnya.

" Sulap ?! ", tanyanya retoris.

Saya mengangguk, tanpa bisa mengeluarkan satu kata pun.

" Maaf, saya tidak bisa datang. Kebetulan ada seleksi beasiswa dari klub sains .. ", katanya datar.

Ah, jantung saya seperti lepas dari tempatnya dan merosot sampai ke mata kaki. Bukan itu jawaban yang saya harapkan dari Arga, meskipun saya sadar betul, laki2 yang paling saya harapkan datang ke pertunjukan sulap perdana saya itu, akan menolak datang.

" Ehm, kalau sebentar saja, juga tidak bisa, Arga ? Tidak perlu sepanjang pertunjukan, cukup saat puncaknya saja .. ", saya merajuk. Mengabaikan apa yang orang sebut dengan harga diri.

Arga tetap menggeleng. Tegas.

" Tidak bisa, Yasmin .. "

" Saya mohon, Arga .. Kamulah yang paling saya harapkan ada di pertunjukan saya .. ", mulut saya lepas kendali. Saya agak menyesalinya. Tapi biarlah, biar saja Arga tahu bahwa saya mengharapkannya ada.

" Yasmin, saya tidak bisa ! Selain saya ada acara di klub sains, saya juga tidak tertarik dengan sulap2mu itu .. Jangan harapkan saya datang. Atau jika kamu masih berkeras mengharapkan saya datang, itu urusan kamu. Tapi saya beritahu dari sekarang, kamu akan menyesal .. ", setelah menyelesaikan kalimat bertubi2nya itu, Arga melangkah pergi, tanpa bisa saya cegah lagi.

Sementara itu, saya mematung di sudut kampus. Tertinggal di sebuah lubang hampa, yang diciptakan Arga. Air mata dan hati saya mulai meleleh. Penolakan ini adalah yang terkejam, sejak dua tahun belakangan saya menaruh Arga dalam setiap titik pelataran hati saya.

Begitulah ..

Arga memang tidak datang dalam pertunjukan perdana saya itu. Dia benar, saya berkeras berharap dia datang dan saya menyesal ..

Pertunjukan itu bergulir begitu saja. Tepuk tangan seluruh warga kampus memang bergemuruh, pengakuan sebagai ilusionis perempuan muda yang handal pun saya dapatkan. Namun, hati saya kosong. Kosong karena tidak ada Arga. Dan sejak saat itu, saya berniat mengosongkan hati saya. Tanpa cinta. Karena cinta, bagi saya, adalah ilusi.

Ironis.

Ilusionis handal seperti saya, yang mampu menciptakan ilusi yang nyaris mustahil bagi kebanyakan orang, namun tidak sanggup menghadirkan cinta bagi diri sendiri, dimana untuk orang lain, cinta bukanlah hal asing.

###

Saya masih berdiri di panggung yang dibangun Pelataran Candi Borobudur. Silau lampu sorot membuat saya memicingkan mata. Ah, saya masih harus menebar senyum, hingga pertunjukan spektakuler ini tuntas seluruhnya.

" Sampailah kita pada akhir pertunjukan dahsyat ini. Mari kita sambut ilusionis kebanggaan kita semua, Yasmiiinnn .. ", suara pembawa acara menggelora dan kembali mengundang tepuk tangan semua orang.

Saya dihujani buket bunga, sampai2 tangan saya tidak sanggup menerimanya satu persatu.

Mendadak mata saya terpaku pada sebuah buket bunga yang berbeda dari lainnya : Anyelir Merah. Sebuah kartu ucapan terselip di salah satu kelopak bunganya,

" Sudahkah anyelir merah ini menyampaikan maknanya ? Jika belum, biar saya yang mengulanginya .. Saya mengagumimu, Yasmin. Sekaligus, menginginkanmu. Maafkan atas sikap kaku saya beberapa tahun yang lalu, yang menolak datang di pertunjukan perdanamu, sekarang saya membayarnya, saya datang, jauh2 dari Jakarta .. Jadi, maukah kamu menerima maaf saya dan menerima saya ? "

Tanpa nama pengirim. Ah, siapa ? Saya penasaran.

Berkali saya picingkan mata, menjauhkan pandangan, mencari2, siapa tau ada seseorang yang saya kenal. Pada menit kedua, pencarian saya membuahkan hasil. Saya menemukan seorang laki2 berdiri di sudut panggung, berbaur dengan tamu2 penting lain. Dia tidak henti tersenyum, senyum yang begitu saya kagumi sejak dulu, dengan satu tangan tersimpan di saku celana pantalonnya. Ah, selesai lah kekosongan hati saya. Karena dia.

Arga.

" Semoga ini bukan sekedar ilusi .. ", bisik saya penuh harap.

Sayangnya, saya terhentak, lagi2 oleh gemuruh sorak sorai penonton yang mengelu2kan nama saya, atas keberhasilan pertunjukan spektakuler malam ini.

###

.. noerazhka, 14 agustus 2010 ..

5 komentar:

  1. bagus, bikin penasaran baca sampe akhir.

    BalasHapus
  2. @ rofianisa : Terima kasih .. :) Keep on writing yaaahhh .. ^^

    BalasHapus
  3. bagus, suka..
    kalo boleh saran, enaknya endingnya sampai :

    " Semoga ini bukan sekedar ilusi .. ", bisik saya penuh harap.

    kalo menurut saya lebih dramatis.
    hehe...
    maaf looh, bukan maksud ngobok-ngobok. IMO ajah :)

    keep on writing!

    BalasHapus
  4. @ icut : Terima kasih udah mau baca, Mba .. :) Masukannya diterima, mudah2an nanti2nya saya bisa membuat tulisan yang lebih berkualitas lagi .. :)

    BalasHapus
  5. Good work!!!

    sebaiknya penulisan kata ulang tidak menggunakan "2".

    Tertulis: "Baru saja, saya, Yasmin, ilusionis perempuan terhebat di Indonesia, ...." Kok seperti bahasa koran. Mungkin tak perlu tanda koma yang banyak.

    Saran saya: Saya baru saja melakukan pertunjukan spektakuler : menyandingkan Candi Borobudur, yang notabene adalah candi umat Budha terbesar di dunia, dan ironisnya tersisih dari 7 keajaiban dunia, dengan Menara Eiffel dan Colosseum ! Mungkin setelah ini media massa, masyarakat, dan komunitas pesulap menobatkan saya sebagai ilusionis perempuan terhebat di Indonesia.

    Karena jika si tokoh mengatakan dirinya sendiri berarti dia angkuh... dan mungkin saja Arga nggak suka cewek angkuh.. LOL

    Maaf kalo ada salah kata.

    Good job and thank you...

    BalasHapus

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!