Oleh: @abi_ardianda
Kau pikir, menggesek-gesekan tubuh pada tiang bak ular melata sepanjang malam itu pekerjaan yang menyenangkan? Sembarangan!
***
Agustus di Eropa siang lebih panjang. Mentari berhenti menggelayuti atap bumi ketika jam membunyikan denting ke sebelas. Denting itu pula yang seolah mengomandoiku untuk segera bergegas.
Sebagian cafe justru baru buka. Pengunjung umumnya sepasang kekasih atau segerombolan remaja yang baru saja menonton film di Kinepolis, sebuah bioskop yang tiketnya seharga dua ratus ribu bila ditukarkan dengan mata uang Indonesia. Mereka sepertinya kelaparan. Sampai harus mengunyah dan mengobrol secara bersamaan. Kudapatkan sedikit keceriaan setelah kualihkan pandangan dari piring-piring berisikan spagetti dan lasagna mereka.
Segelintir pria genit bercelana sempit menggodaku dengan kata-kata seronok. Tapi aku tak pernah khawatir. Bukan karena aku suka digoda, tapi aku memercayai pelayanan keamanan jajaran polisi di sini.
Butuh sekian belas menit dari apartemenku menuju kemari, sebuah pub yang terletak di sebelah yue-wah, toko Asia yang menjual beragam makanan penawar rindu.
"Kemana kau dua hari ini?" Seorang pria dari dalam keluar dan langsung menyapaku ketika hendak kubuka pintu. "Apakah ada yang tidak beres?"
Aku hanya menatapnya lekat-lekat.
"Kau mendengarku, kan?"
Ia menyerah dan membiarkanku masuk.
Selamat datang di gedung persegi berisi dunia yang tidak begitu mengenal norma.
"Hei, kau bawa tampon?" Tanya salah seorang rekan kerjaku.
Aku hanya menggeleng. Padahal seumur hidup aku tak pernah menyentuh benda itu, sebab aku masih mengenakan pembalut biasa. Tabung berbahan dasar kapas itu tidak diperuntukan untuk perawan.
Ya, sebagian dari kalian mungkin tak memercayai pengakuanku. Terserah.
Datang seorang pria pendek bertubuh gemuk menyingkap gorden. Cuping hidungnya berkeringat. "Kau akan mematung disitu sepanjang malam atau membuat uang?" Matanya merah. Bau alkohol menyengat ketika ia terengah.
Dari atas sini, kusaksikan banyak sekali wajah pria berbirahi. Nyalang matanya seakan nyaris lompat keluar saat melihatku pelan-pelan melepas kutang. Aku bergoyang. Berjingkak dan menggeliat pada sebuah tiang. Selama pundi-pundi belum terisi, aku akan terus begini. Sampai pagi. Sampai jakun-jakun yang kulihat itu tidak turun naik lagi. Sampai desah tergantikan dengkur.
Pssssst, bila kau tahu cara lain untuk mendapatkan uang tanpa perlu bergoyang, beritahu aku. Aku bisu dan tuli.
Sekian.
Blog untuk memajang hasil karya partisipan #WritingSession yang diadakan setiap jam 9 malam di @writingsession. Karena tidak ada yang bisa menghentikan kita untuk berkarya, bahkan waktu dan tempat.
Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!
Emang keren. Langsung, tidak banyak bunga2 tak perlu. Jelas. Twisted. Selesai. tapi udahannya yg baca terus mengulang cerita, membayangkan lg semua situasinya.
BalasHapusbagus, bahasanya tegas, jelas. endingnya unpredictable kalo dia bisu dan tuli. thumbs up :)
BalasHapusBeneran bagus lho, jarang ada cerita dgn konsep sperti ini. No komen, two thumbs up deh!!!! :)
BalasHapussuka sekali sama endingnya :)
BalasHapuscieee abi... keren lah tulisan'y,, kirimin cerita yg lain jga dong bi.. Ending'y ga d sangka2 loh bi.. selameett yeee :D
BalasHapusfrom @yuli_fajar
wah kerenlah, ga nyangka endingnya, ga ketebak
BalasHapusNo word beside gggggggoooooooooooddddddddddd
BalasHapusKereeeeeeeeeeeeeeen !!!! i like it !!!!!! pokoknya TOP banget !!!!!!!!!!!!!
BalasHapussaya vote bukan karena teman, tapi karena cerita ini beneran bagus
BalasHapusceritanya gemesin, keren n ga biasa ..... top !
BalasHapusTerima kasih apresiasinya, senang bisa berbagi. Semoga kalian mendapat sesuatu di dalamnya. (:
BalasHapusAbi ardianda