Writing Session, Sesi Paralel
AJENG :
Aku menatap ruangan yang mengurungku, ruangan bercat putih dengan bau aneh yang amat menusuk hidungku. Seorang lelaki yang kira-kira berumur 40 tahunan dan berpenampilan formal duduk di hadapanku, benda yang memisahkan kami berdua hanyalah sebuah meja besi yang keras dan dingin. Lelaki itu menatapku dari balik bingkai kacamatanya, tatapannya aneh, seolah-olah aku menyembunyikan sesuatu dari dirinya. Aku menatapnya, sebuah pena perak yang terlihat mahal ia main-mainkan di sela-sela jarinya, di hadapan lelaki itu terdapat sebuah buku yang halamannya masih kosong, belum terdapat satu titik tintapun yang menodai kertas itu.
“Anda siapa?” tanyaku panik.
Lelaki itu tersenyum, “Kamu kenal Raisa?” tanya lelaki itu sambil menarik bukunya pada jangkauan dimana ia dapat menulis ntah apapun itu di halaman itu.
Aku mengangguk, “Raisa Putri Anindia, dia salah satu sahabat saya..” jawabku seadanya, “Anda siapa Pak? Apakah Raisa sudah melakukan kesalahan? Saya tidak terlibat dalam tindakan apapun yang dilakukan oleh Raisa..” lanjutku. Awalnya aku hanya ingin mengetahui identitas laki-laki yang duduk dihadapaunku, tapi aku takut, hanya duduk di ruangan ini saja membuatku yakin Raisa pasti membuat suatu kesalahan.
“Tenang saja, saya bukan orang jahat..” ucap lelaki itu sambil memperlihatkan lencananya selama beberapa detik kepadaku, “Raisa tidak terlibat masalah apapun, hanya saja saya ingin tahu pandangan nak?”
“Ajeng, Ajeng Putri Ayu, saya sahabat Raisa.” Jawabku cepat.
“Oke Ajeng, menurut kamu Raisa itu sahabat yang seperti apa?” tanya lelaki itu sambil main-mainkan pena-nya, ia menatapku penuh makna menunggu jawabanku.
“Raisa, ia gadis yang agak pendiam, kalem, ia penuh misteri untuk saya dan sahabat saya yang lain. Aku tidak terlalu mengenal Raisa, well memang di dalam persahabatan antara saya, Raisa, Daniel dan Gita, Gita yang paling pendiam, jauh lebih kalem dan pendiam dibandingkan Raisa. Tapi Raisa ini lebih misterius dibandingkan Gita..”
“Daniel dan Gita?” tanya lelaki itu penasaran.
Aku mengangguk, “Daniel, ia gadis yang tomboy dan cenderung yang paling mendominasi di dalam hubungan persahabatan kami, ia gadis yang sangat overprotektif kepada saya, Raisa dan Gita. Gita memiliki karakter seperti Raisa, pendiam, kalem dan cenderung kuper, tak jarang ia menjadi bulan-bulanan teman-temanku yang lain. Untungnya Daniel selalu melindungi Gita, ia tidak hanya melindungi Gita, tetapi juga melindungi kami semua..” aku bercerita penuh semangat karena persahabatan yang terjadi antara aku, Gita dan Raisa adalah suatu hal yang sangat indah dalam hidupku yang penuh aturan.
Lelaki itu tersenyum, “Kamu terlihat sangat bersemangat ketika menceritakan Daniel, Gita dan Raisa. Kenapa? Apakah persahabatan kalian sangat indah?” tanyanya sambil mencoret sesuatu di note book miliknya.
Aku diam, aku menatap lelaki itu, ‘Apa sih yang Anda cari?’ batinku dalam hati. Wajahnya kembali dihiasi oleh senyuman, ia terlalu sering tersenyum, senyumnya ini menenangkan hatiku namun disaat bersamaan membuatku ngeri. Senyum yang menghiasi wajahnya dapat memiliki puluhan makna.
Seolah lelaki itu dapat membaca pikiranku, ia membuka mulutnya, “Saya ingin tahu segala hal tentang Raisa yang kamu ketahui Jeng, hal ini akan sangat bermakna untuk keluarga Raisa. Belakangan ini keluarga Raisa merasakan ada perubahan yang cukup signifikan pada diri Raisa, Raisa menjadi lebih pendiam jauh-jauh lebih pendiam dari pada sebelumnya.”
“Raisa memang pendiam Pak, saya tidak merasakan perubahan apapun selama saya bergaul dengan dia..” jawabku cepat, “well, setahu saya dia sedang mengalami masalah di rumah..”
Lelaki itu manggut-manggut, “Masalah apa?” tanyanya kemudian.
“Saya sudah bilang dari awal, Raisa adalah gadis yang penuh misteri. Dia cenderung menutup erat kehidupan pribadinya saat bergaul dengan kami..” jawabku.
Lelaki itu kembali manggut-manggut, “Kalau kamu sendiri? Ajeng? Apakah kamu memiliki masalah yang bisa saja mempengaruhi sikapmu terhadap Raisa?” tanya lelaki yang lebih cocok disebut psikiater bukan lelaki berlencana.
Aku diam, aku tidak suka menceritakan masalahku, tapi jika aku menyembunyikan masalahku ini. Aku bisa saja dituduh tidak bekerja sama dengan pihak berwenang. “Saya hidup dalam keluarga yang memiliki peraturan yang sangat ketat, orang tuaku selalu memaksa saya untuk bertindak layaknya seorang putri. Satu-satunya tempat dimana saya bisa menjadi diriku sendiri adalah ketika saya bergaul dengan Daniel, Gita dan Raisa.”
Lelaki itu diam, ia masih menulis, aku sangat yakin ia menulis semua omonganku. Tidak lama kemudian ia tersenyum, “Terima Kasih atas bantuan Anda Saudari Ajeng, you can go home now..” ucapnya.
DANIEL :
“Bapak tua! Lo tidak memiliki wewenang apapun untuk menahan gue disini!”teriakku kesal saat dua orang lelaki berbadan besar menyeretku ke kursi besi yang dingin dan tidak nyaman untuk aku duduki. Seorang lelaki berumur 40 tahunan duduk di hadapanku. Ajeng sudah mewanti-wanti aku untuk berhati-hati dan berusaha kabur jika seoran g lelaki berumur 40 tahunan yang berpakaian rapi menghampiriku. Aku harus siap berlari jika laki-laki ini menunjukkan lencananya kepadaku, karena ia akan meminta informasi terkait diriku, Ajeng, Gita dan Raisa. Sayangnya lelaki ini amat sangat lincah untuk lelaki berumur 40 tahun, ia sudah mencengkeram bahuku saat aku berusaha kabur dari hadapannya.
“Anda kenal Raisa?” tanya lelaki itu, ia tidak menanggapi perkataanku sebelumnya.
“Kenal, dia sahabat gue. Kenapa lo nanya-nanya gue?” tanyaku ketus.
“Daniel? Siapa nama lengkap kamu?” tanya lelaki itu.
“I will answer if you give me cigarettes.” Ucapku ngasal.
Lelaki itu merogoh kantong jasnya, ia mengeluarkan sekotak rokok yang merupakan brand rokok favoritku. ‘Aahhh.. it’s so tempting, I can’t denied it. I need to smoke..’ batinku bergejolak, awalnya aku hanya bermain-main saja, ruangan tanpa jendela tempat aku diinterogasi ini bukanlah tempat yang cukup nyaman untuk dipenuhi asap rokok. Aku kira ancamanku ini tidak akan dikabulkan oleh lelaki tua ini yang terlihat sehat dan kalaupun ia merokok, ia sudah berhenti merokok.
“Silahkan..” ucap lelaki itu hingga aku tersadardari lamunanku.
Aku menarik sebatang rokok, menyulutnya menggunakan lighter yang sudah diletakkan di meja besi sebelum aku masuk ke dalam ruangan ini. Aku mengulum rokok itu di mulutku dan menghembuskan asapnya, saat itu juga ruangan ini menjadi pengap gara-gara asap rokok yang aku hembuskan dari mulutku.
“Daniela Pariwidya..” ujarku.
“Raisa Putri Anindia, menurut Anda ia gadis yang bagaimana?”
“Raisa, gadis yang lembut, kalem, pendiam, stereotip gadis-gadis yang menjadi inceran banyak cowok seumuran gue, Raisa seperti Ajeng. Raisa dan Ajeng itu membuat cowok-cowok penasaran, mereka misterius. Bedanya Ajeng tidak memiliki rahasia seperti Raisa. Raisa itu memiliki rahasia yang bahkan gue saja tidak tahu.” Ucapku , hanya dengan memberikan sebuah rokok saja, aku dapat membeberkan cerita yang seharusnya aku tutup rapat. Raisa adalah sahabatku, seaneh dan semisterius apapun ia, seharusnya aku melindungi Raisa. Aku bahkan tidak tahu maksud dari wawancara tertutup ini. Ajeng tidak memberitahukan secara detail cerita pada saat ia diwawancarai lelaki ini. Lelaki itu manggut-manggut, tangannya sibuk menorehkan tinta pena pada halaman kosong di dalam bukunya. Aku ingat Ajeng memintaku untuk berhati-hati ketika berbicara, lelaki ini akan mencatat semua omonganku. ‘Ah! Tapi rokok ini terlalu nikmat dan terlalu mengalihkan fokusku untuk sekedar menceritakan cerita yang umum,’ batinku.
“Daniel, apa kamu cemburu ketika melihat perhatian cowok-cowok hanya ditujukan kepada Ajeng dan Raisa saja?” tanya lelaki itu.
“TIDAK!” jawabku lantang, “guetidak pernah membiarkan lelaki menjadi hal yang dapat merusak hubungan persahabatan antara gue dan sahabat-sahabat gue.” Ucapku dingin.
Lelaki itu masih manggut-manggut, tangannya tidak pernah berhenti menulis. “Apa cerita yang kamu miliki Daniel?” tanya lelaki itu kemudian.
Aku diam, diam karena tidak mengerti maksud pertanyaan lelaki itu. Lelaki itu memain-mainkan penanya di meja besi, menunggu jawabanku. “Jika kamu tidak menjawab, saya bisa menuntut anda karena anda tidak mau bekerja sama..” ancam lelaki itu.
Aku mengangguk mengerti, “Yang lo maksud cerita, cerita apa?”
“Oke, story of your life. This smoking habit? This though personality?” tanyanya lagi.
“Aku besar dibawah pengaruh abusive Ayahku, ia yang menyebabkan aku menjadi seperti ini. Ia yang menyebabkan aku menjadi wanita yang harus kuat menghadapi laki-laki. Aku harus bisastand-up dan menolak perlakuan abusive orang yang merasa kuat terhadap orang yang lemah.” Ucapku panjang lebar.
“Itu alasan kenapa kamu selalu melindungi sahabat-sahabat kamu? Menjadi pihak yang kuat diantara Ajeng, Gita dan Raisa. Apakah kamu memiliki kecendrungan untuk melindungi tapi sekaligus bertindak abusive terhadap Raisa?”
Aku menatap lelaki itu tajam, ‘shame on you! Bisa-bisanya otak lo berpikir seperti itu!’ batinku, pada saat bersamaan aku berteriak, “Jangan samakan gue dengan ‘mereka!’ gue tahu sakitnya di-abuse, dan gue nggak mungkin melakukan itu sama sahabat gue sendiri!”
Lelaki itu mengangguk, “Baiklah, you can go home now..” ucapnya lagi.
GITA :
Aku memain-mainkan asbak kosong yang ada di meja besi, aku tidak peduli jika aku terlihat bodoh saat ini, aku perlu melakukan sesuatu, apapun itu untuk menghilangkan kegugupanku. Ajeng dan Daniel sudah memberitahuku mengenai lelaki berusia 40 tahun yang akan mewawancarai satu persatu sahabat Raisa. Seingatku alasannya karena adanya perubahan drastis di dalam tingkah laku Raisa. Pintu terbuka, seorang lelaki berumur 40 tahunan muncul dari balik pintu. Lelaki itu sangat sesuai dengan deskripsi yang digambarkan oleh Ajeng dan Daniel, berkacamata, menggunakan jas atau berpakaian amat sangat formal, membawa pena berwarna silver dan sebuah buku. Ia duduk di hadapanku, sebelum aku sempat berkata apapun, ia memperlihatkan lencananya kepadaku.
“Gita, siapa nama lengkap kamu?”
“Gita Yolanda, sebelum memulai apapun, aku ingin menyatakan bahwa aku tidak mengenal Raisa cukup baik. Jadi sebenarnya informasi yang nantinya akan aku berikan tentunya tidak akan jauh berbeda dengan informasi yang diberikan oleh Ajeng dan Daniel..”
Lelaki itu menatapku dalam, ia menatapku sambil menulis sesuatu di halaman kosong dari buku yang ia bawa. “Every opinion is count Gita, walaupun Anda tidak terlalu mengenal Raisa, saya tetap mempertimbangkan pendapat anda. Tentunya tiap orang memiliki pendapat yang berbeda kan? Sekecil apapun perbedaan itu, hal itu dapat membantu saya menemukan Raisa.”ujar lelaki itu.
“Jadi wawancara ini untuk mencari Raisa?” tanyaku kaget, “Raisa menghilang? Pantas saja selama beberapa hari belakangan ini aku tidak melihat Raisa datang ke sekolah..”
Lelaki itu tersenyum, “Just answer my question Gita, jadi menurut anda Raisa sahabat yang seperti apa?”
“Raisa, well dia gadis yang sama sepertiku, pendiam, tidak banyak omong, kalem, hanya saja kami berbeda.” Ucapku, lelaki itu manggut-manggut seolah menyetujui perkataanku, “berbeda seperti apa?” tanya lelaki itu kemudian.
“Dia popular, diincar oleh cowok-cowok yang seumuran denganku, berbeda denganku. Sifat kami tidak jauh berbeda tapi ia tidak pernah diganggu oleh senior atau teman-teman seumuranku..” ucapku sambil menggenggam tanganku.
“Apakah kamu membenci Raisa?” tanya lelaki itu hati-hati.
“Anda menuduh saya penyebab hilangnya Raisa?” tanyaku panik, aku berdiri dari dudukku, melangkah mundur hingga punggungku menabrak dinding. “Kenapa semua orang selalu menyudutkan aku?” gumamku gugup, aku tidak suka kondisi ini, “Aku ingin pulang!” ucapku lagi, kali ini aku menatap lelaki yang masih duduk di kursi itu tajam.
“You can go home after I finish questioning you..” ucap lelaki itu, “please sit down Gita.”
Aku diam, aku tidak akan mau menuruti perkataan lelaki yang bahkan tidak aku kenal itu. Lelaki itu menggerakkan tangannya, seolah memberikan isyarat. Tidak lama kemudian dua orang lelaki berbadan besar berseragam masuk ke dalam ruangan dan menarikku, memaksaku untuk duduk di kursi yang baru saja aku tinggalkan.
“Apakah kamu membenci Raisa?” tanya lelaki itu lagi.
“Tidak, aku menyukai Raisa. Raisa gadis yang baik, ia hanya penuh misteri..”
Lelaki itu kembali manggut-manggut, “Ceritakan tentang hidupmu Gita, kenapa kamu tidak suka saat saya menuduh kamu? Kenapa kamu jauh lebih pendiam dibandingkan Daniel dan Ajeng?” tanya lelaki itu.
“Aku hidup di dalam keluarga yang tidak harmonis, Ayah dan Ibu selalu bertengkar,” aku diam dan menatap lelaki itu, “apa hubungan kehidupanku dengan Raisa?” tanyaku aneh.
“Well, saya ingin melihat latar belakang kehidupan kamu, apakah hal ini mempengaruhi kehidupan Raisa.” Jawab lelaki itu cepat.
Aku mengangguk, walaupun jujur aku tidak memahami apa yang ia maksud, “Aku selalu menjadi sumber masalah untuk kedua orang tuaku, setiap pertengkaran mereka selalu bermula dari diriku.” Ucapku lagi.
“Mereka menyatakan hal itu kepadamu?” tanya lelaki itu penasaran.
Aku menggeleng, “Tidak pernah..” aku dapat menangkap ekspresi di wajah lelaki itu berubah, seolah ucapanku ini menarik kembali kalimatku sebelumnya, “tapi, setiap mereka bertengkar, mereka selalu membawa-bawa namaku..” lanjutku sebelum lelaki itu sempat berbicara.
Ia mengangguk, “Well sepertinya sudah cukup..” ucap lelaki itu sambil tersenyum.
***
Aku menutup pintu besi, memberikan isyarat kepada kedua bawahanku untuk membawa gadis yang aku interogasi kembali ke kamarnya. Aku membaca ulang tulisan-tulisanku, hasil yang aku temukan berdasarkan wawancara yang aku lakukan dengan Ajeng, Daniel dan Gita mengenai Raisa. Aku berjalan perlahan menuju kantorku, baru saja aku membuka pintu, suara seorang wanita sudah menyambut kedatanganku.
Aku menatap wanita itu. “Jadi bagaimana? Apakah Raisa gila?” tanya wanita bernama lengkap Raima Putri Anindia, ia adalah kakak dari Raisa Putri Anindia salah satu pasienku.
Aku menggeleng lemah, “Raisa mengidap Dissociative identity disorder.”
“Apa?” tanya Raima aneh.
“Kondisi dimana seseorang memiliki lebih dari 1 kepribadian, Raisa memiliki 3 kepribadian, Ajeng Putri Ayu, Daniela Prawidya dan Gita Yolanda.” Jawabku cepat, orang awam terkadang memang tidak mengerti bahasa-bahasa yang biasa digunakan dalam dunia psikiatrik. Raima diam, ia jatuh terduduk tidak percaya terhadap fakta yang baru saja aku ucapkan.
ENJOY!
Sangat dianjurkan untuk mengomentari tulisan saya, :)
uupppssss.. ada sedikit typo untuk karakter si ajeng, kecampur aduk aku dan saya. Awal penulisan mau pake aku, ternyata setelah menulis si Ajeng lebih cocok pake saya.
BalasHapus#Pembenaran mode on. :p
bagus, cuma endingnya terlalu terburu-buru aja sih. Yang bagian "Raima diam, ia jatuh terduduk tidak percaya terhadap fakta yang baru saja aku ucapkan."
BalasHapusExcellent!! Saya selalu tertarik pada kisah seseorang dengan kepribadian ganda ataupun lebih. Seperti membuka kotak pandora yang mengejutkan pada akhirnya. Selalu menarik untuk diteliti. Karena pada umumnya penderita Dissociative identity disorder memiliki latar belakang yang mengejutkan dan traumatis. Saya menyarankan penulis untuk melanjutkan kisahnya ini menjadi sebuah novelette. Kalau diterbitkan, saya akan menjadi pembeli pertama novelette Anda. Saya mengira penulis sudah sering menulis dan banyak membaca. Cerpen ini mengingatkan saya akan karya Sidney Sheldon, In the Dark, dimana tokohnya memiliki 3 kepribadian. Novel yang fantastis. Tetaplah berkarya. Good job!!
BalasHapus@ Azka : Hehe the ending represent the time I need to write this, emang terburu-buru ya endingnya? Noted. Makasih komentarnya.. :)
BalasHapus@socrateslover : Yup tiap karakter muncul karena kejadian yang cukup membuat trauma si primary identity-nya. Well, makasih komentarnya, akan dipertimbangkan untuk memperpanjang cerita ini :)
hahaha merinding bacanya, keren sangat! tapi kurang dari sudut pandang Raisa sendiri
BalasHapussaya dukung dijadiin novel!
Kereenn!! :D :D bikin penasaran: apa rahasia Raisa? ;) mungkin nanti bisa dibuat sambungannya? tentang Raisa? *hint hint hint hint hint!*
BalasHapusHai @nara dan @whiteowl,
BalasHapusTerima kasih ya komentarnya, well untuk kelanjutan cerita ini atau mengembangkan jadi novel akan dipertimbangkan. :)
Great story! Ending yg mengagetkan.. Good job! I like it! ;p
BalasHapusHai @lynn, makasih ya komentarnya :)
BalasHapusKeren!! Bisa punya ide kepribadian ganda utk cerita paralel..top lah! Hehehe..
BalasHapusHai @17starlight salam kenal, :)
BalasHapusMakasih ya komentarnya.. hehe..