Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Kamis, 12 Agustus 2010

"Diculik Pagi"

Oleh: @mnovim
http://inicerita.tumblr.com


“Bangun!” teriak suara disampingku.
Kepalaku terasa berdenyut-denyut dan mataku begitu sulit membuka. Punggungku terasa pegal. Kaki dan tanganku terasa berat. Kuputuskan mengabaikan suara itu.
“Bangun!” teriak suara itu lagi, dan saat melihatku tak kunjung merespons permintaan pertamanya tadi, terdengar suara lain. Duk!Duk!
Kurasakan tendangan sangat kuat dipergelangan kakiku.
“Bangun!” bentak suara itu lagi. Disusul suara tendangan. Duk!
Aku mengaduh pelan. “Auw.” Kucoba menggerakkan kaki, sekedar memberi sinyal pada suara itu bahwa aku mendengar teriakannya, hanya aku tak kuasa membuka mata yang terasa berat. Aku jejakkan kaki kananku. Terasa ada yang mengganjal di sana. Kutendang lagi. Pergelangan kakiku terasa berat. Semoga tidak patah, doaku dalam hati, mengingat betapa keras tendangan tadi.
“Ayo, cepat bangun!” hardik suara itu lagi. Nada suaranya mulai meninggi menyiratkan bahwa batas kesabarannya makin minim. Duk! Ia menendang lagi. Kembali kucoba menggerak-gerakkan sepasang kakiku dengan susah payah. Kedua kakiku itu terasa lekat, tak mau berpisah satu dengan yang lain, sekeras apa pun aku berusaha menjejak-jejak berusaha memisahkan.
Rupanya, suara itu juga tak mau menyerah begitu saja. Ia mencubit lenganku.
“Auw!” aku menjerit keras-keras. Tapi justru membuatnya makin menghunjamkan kuku-kukunya yang tajam. Aku meronta-ronta. Tangan-tanganku berusaha menghindari serangannya. Namun, seperti halnya kaki-kakiku, tangan-tanganku itu juga terasa lekat.
Belum selesai otakku mencerna apa yang membuat tangan dan kakiku serasa diikat itu, tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang dingin menyengat menetes di wajahku. Tetesan dingin, entah apa, yang kutahu pasti, tetesan dingin itu bisa memaksa kedua mataku membuka. Dengan susah payah, kupicingkan mataku. Dan dalam penglihatanku yang masih kabur, kulihat sesosok makhluk hijau gendut dengan rambut acak-acakan dan kuku-kuku tajam yang berkilatan bagai pedang berdiri dengan pongah tepat di hadapanku, siap menelanku bulat-bulat.
“A … alien?” tanyaku tergagap.
Sosok itu mengingatkanku akan alien. Semalam, sebelum aku tersandera di depan makhluk menyeramkan ini, aku menamatkan satu buku tebal tentang serbuan pasukan alien ke bumi. Sosok yang digambarkan buku itu, persis sama seperti yang ada dihadapanku kini. Jangan-jangan, buku itu adalah rahasia kuno para alien, dan mereka menuntut balas, karena aku dianggap terlalu banyak tahu tentang rencana mereka.
“Alien?” tanyaku lagi sambil berusaha beringsut menjauhi sosok itu.
“Apa? Kau bilang aku alien? Awas ya!” seru suara itu tiba-tiba. Lalu, byur! segelas air dingin muncrat ke wajahku. Membuat mataku terbuka sepenuhnya. Dan kulihat istriku dengan daster hijaunya tengah berkacak pinggang dan melotot marah di samping ranjangku.

1 komentar:

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!