Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Kamis, 12 Agustus 2010

"DOA SEPANJANG JALAN"


Oleh: @mnovim
http://inicerita.tumblr.com
sesi paralel


Raras
Raras mengusap-usap perutnya yang telah membuncit. Ini kehamilan pertamanya. Bangga, senang, juga khawatir berkecamuk dalam benak Raras. Hari ini di tengah udara pengap dan panas Jakarta, ia harus menggendong janin berusia 7 bulan untuk mencari perlengkapan bayi. Sendiri. Pras, suaminya, terlalu sibuk bekerja. Usia pernikahan mereka baru berselisih 3 bulan dari usia janin ini, tapi kelakuan Pras tidak seperti seorang laki-laki yang sangat menikmati tahun-tahun pertama pernikahan. Pras sangat mengutamakan karier. Raras paham, kalau kebutuhan mereka makin hari kian meningkat, apalagi, sebentar lagi, anggota keluarga akan bertambah. Tapi Pras sungguh keterlaluan membiarkannya berkeliaran sendirian dengan perut buncit begini.
Raras menyelonjorkan kaki-kakinya yang terasa pegal. Ia sengaja memilih duduk paling depan, tepat di dekat pintu keluar. Dari tempat duduknya, Raras bebas menyelonjorkan kaki, dan menghirup udara panas yang masih jauh lebih sejuk daripada udara pengap dalam bis. Raras juga tidak perlu melihat tingkah orang lain. Termasuk tingkah sepasang kekasih yang duduk di seberang tempat duduknya, yang membuatnya iri luar biasa. Andai Pras seperti laki-laki itu, pasti menyenangkan sekali. Raras memejamkan mata. Melupakan penat dan kecewa.

Lolo dan Fafa
Lolo memutar-mutar pinggang ke kanan dan ke kiri, meluruskan ke dua tangannya, dan menjatuhkan tangan kanannya ke atas pundak Fafa, kekasihnya. Fafa tersenyum manis. Lalu rebah di pundak Lolo. Sebuah undangan merah manyala, contoh undangan pernikahan mereka berdua nanti, digunakan Fafa untuk mengipasi tubuhnya. Jendela di sebelah Fafa sudah terbuka lebar, tapi tetap saja panas. Siang ini, angin seakan enggan bertiup.
“Kamu benar-benar cinta kepadaku?”
Lolo mencium ubun-ubun Fafa, “Iya dong. Kalau tidak, bagaimana mungkin di undangan merah kita itu, tercetak namaku. Iya kan?”
“Kalau aku hamil, seperti wanita itu, kau tetap mau menemaniku, kan?” Fafa menegakkan kepalanya, menatap Lolo lekat. “Aku tidak mau pergi sendirian seperti perempuan di seberang kita,” bisik Fafa.
“Hm …,”
“Kak?”
“Hm …,” Lolo merebahkan kepala Fafa dipundaknya.


Kayla
Kayla merapikan kemeja lengan panjang merah jambu yang dipakainya. Terasa panas sekali. Hari ini, ia ada janji bertemu klien di sebuah restoran. Klien potensial yang bisa membuatnya terus bertahan menjadi agen asuransi. Cari kerja sekarang susah, juga cari klien baru. Itulah mengapa Kayla rela menembus panasnya Jakarta.
Kayla menatap sepasang kekasih di depannya yang sedari tadi terus berangkulan. Membuat Kayla semakin gerah. Di usianya yang sudah kepala tiga ini, ia belum juga menikah. Jangankan menikah, memiliki kekasih pun belum. Bagaimana bisa memikirkan tentang pria kalau setiap hari pikirannya dipenuhi target dan target. Kayla mengusap keringat yang meleleh di keningnya.
Beruntung sekali perempuan hamil yang duduk di sebelah kiri itu. Usianya sepertinya jauh lebih muda dari aku, tapi sebentar lagi ia akan punya anak. Aku yang lebih tua saja malah belum, keluh Kayla.

Miranti
Miranti sibuk mengatur letak kantung-kantung belanjaanya. Satu kantung besar berisi ikan, diletakkan di antara kedua kakinya. Ikan lele yang tampaknya pantang mati itu masih saja menggelepar-gelepar dalam kantong plastik, membuat jantung Miranti berdebar kencang. Bagaimana kalau lele-lele itu berhasil meloloskan diri? Kantong yang bau ini saja sudah membuat seorang wanita berkemeja pink di depanku ini berkali-kali menutup hidung dengan sapu tangannya. Bagaimana kalau sungguh-sungguh loncat? Pasti ia akan habis dimaki-maki.
Selain bungkusan lele di kaki, Miranti masih harus melindungi 5 ikat bayam dan 5 ikat kangkung yang batang-batangnya mencuat dari dalam kantong belanjaannya. Termasuk di dalamnya 2 kg telur ayam. Juga aneka bumbu dapur yang baunya tidak kalah menyengat daripada bau lele. Miranti sebenarnya suka berbelanja ke pasar, tetapi ia tidak suka bila harus menghadapi pandangan orang-orang disekeliling yang kadang menatap sinis atau menutup hidung.
Miranti, ibu rumah tangga, berusia 55 tahun, dengan tiga orang anak, dua laki-laki dan satu perempuan. Anak perempuan, si sulung, kira-kira seusia wanita berkemeja pink. Andai saja anakku itu sudah mendapat pekerjaan, ia pasti bisa memakai kemeja seperti wanita itu. Atau seandainya ia tidak bekerja, tapi sudah menikah, pasti ia sedang hamil seperti wanita di barisan seberang depan itu. Anakku pasti lebih cantik dari mereka berdua, kata Miranti dalam hati. Dan andai anak-anak laki-lakiku tidak terlalu sibuk bekerja, dan mau meluangkan waktu sedikit saja untuk mencari kekasih, mereka pasti sudah seperti sepasang kekasih di depan sana. Aku tinggal menunggu waktu saja untuk melamarkan gadis pujaan hati mereka.
Alangkah bahagianya, orangtua wanita hamil itu karena sebentar lagi akan menimang cucu. Orangtua si gadis berkemeja pink juga pasti senang anaknya punya karier bagus, juga orangtua sepasang kekasih yang dari tadi terus memain-mainkan undangan pernikahan mereka. Hff … Miranti menghela napas.

Ciiitt ….. Rem bus berdecit-decit.

Raras mengelus-elus perutnya.
Lolo memeluk Fafa erat-erat.
Kayla mencengkeram erat tas tangannya.
Miranti melindungi plastik lele dengan kakinya agar tidak menggelinding.

Serentak semua mulut komat-kamit, berdoa dalam hati, agar selamat sampai tujuan. Melupakan perasaan tidak beruntung masing-masing. Semua berdoa demi si sopir metromini yang terus tanjap gas tidak peduli jeritan penumpang. Doa mengalir sepanjang jalan, menggantikan semua andai dan keluh.

3 komentar:

  1. tulisannya rapi :)
    suka

    saya suka gemes soalnya sama typo dan salah tulis, juga salah penggunaan kata.

    *semacam obsesif-kompulsif-editor*

    BalasHapus
  2. makasih ya...:)
    sama dong.saya jg suka gregetan baca tulisan yg banyak salah tulis,jd gak nyaman dibaca,hehe...

    BalasHapus
  3. @admin: kalau yg ini temanya pararel. thx

    BalasHapus

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!