http://kyoong.wordpress.com/
Arish adalah seorang anak perempuan remaja yang sangat cantik. Ayahnya, Wono adalah raja di Kerajaan Embun Bening. Arish anak tunggal, seperti anak-anak dalam kerajaan di dongeng yang lain, Arish perawan tunggal dan sangat dimanja ayah dan ibunya. Semua kemauan Arish pasti dikabulkan keduanya, meski kerajaan mereka sudah seperti surga bagi siapa saja bahkan mereka yang hanya bisa menatapnya dari kejauhan.
Usia Arish semakin bertambah beranjak remaja, dan menurut kedua orangtuanya, Arish sudah harus belajar tentang lingkungan yang dipimpin ayahnya. Ini penting, soalnya ‘kan nanti jika Arish memiliki seorang suami, maka dia dan suaminya akan menjalankan kerajaan itu bersama-sama. Arish harus mengerti keadaan kerajaan yang dipimpinnya kelak, baru deh dia bisa memimpin dengan baik, sebaik yang dilakukan ayah dan ibunya. Maka suatu pagi yang cerah, Arish diantar 3 orang pengawal yang gagah berkeliling kerajaan, mengenal rakyaktnya lebih dekat.
Arish senang sekali bisa berjalan-jalan bersama pengawal-pengawalnya pagi itu. Tidak ada baby-sitter yang akan mengoceh kalau dia belum makan, sepatunya kotor, gaunnya berantakan, dan wejangan-wejangan membosankan lain. Pengawalnya laki-laki dan tidak akan cerewet soal dia yang sudah menyusun rencana ; di desa dia mau main, lari-lari, berburu serangga, ya pokoknya hal-hal itu deh yang bisa dilakukan dengan bebas!
...Tapi Arish tidak tau takdir apa yang menantinya di depan mata...
Pokoknya tiba-tiba Arish sampai di desa. Tempat pertama yang dikunjungi Arish dan pengawal-pengawalnya adalah pasar rakyat. “Wah!” dalam hatinya Arish terkesima. “Tempat yang sangat menakjubkan. Ramai, berwarna, aah... masih ada tempat seperti ini, toh, rupanya!?”
Entah karena penampilan Arish yang sangat janggal berjalan-jalan di pasar dengan pakaian seperti itu, atau karena Arish yang memasang tampang “waah” terkejutnya, yang membuat preman-preman pasar tergoda. Di ujung jalan yang menjadi akhir pasar, beberapa preman mengepungnya dan berteriak,“SERAHKAN SEMUA MILIK KALIAN HEI ORANG KAYA!” astaga! Mereka tidak tau yang mereka kepung itu Tuan Putri Arish, anak Raja Wono! Arish terkejut dan kabur. Entah bagaimana, Arish sampai di kereta tempat ketiga pengawalnya berjaga. Arish lusuh keringatan dan ketakutan.
Arish minta pergi ke tempat lain. Dan kemudian tibalah mereka di sebuah perkampungan yang sangat asri, sangat nyaman. Beberapa anak kecil berlarian bersama-sama, bermain ditengah lapangan yang sangat luas, sementara di pinggir lapangan banyak penjual makanan yang juga ramai dikerubuti anak-anak. Arish tidak tertarik dengan makanannya, dia sedang marah dan masih marah. Arish ingin main bersama anak-anak itu.
Ketika memandang sekelilingnya, Arish menemukan seorang anak laki-laki yang terlihat sangat bahagia di pojok lapangan, sendiri. Wajahnya tersenyum, terus tersenyum. Arish tersihir senyumannya, Arish menghampiri dia alih-alih bermain bersama anak kecil-anak kecil itu.
“Hai.”
Anak lelaki itu berhenti tersenyum dan diam, setengah kaget menatap Arish. Beberapa saat terdiam, dia tersenyum lagi, kali ini lebih lebar!
“Halo!”
“Aku memandangmu dari sana,” tunjuk Arish ke arah pengawal-pengawalnya, “kau terus tersenyum memandang entah-apa. Ada apa sih yang bikin senyum terus?”
Anak laki-laki itu diam lagi.
“Aku tau kamu memandangku. Bagaimana tidak tau.”
“Hah?”
“Aku Apollo. Kamu siapa sih?”
“Arish.”
“Namanya bagus ya. Kamu baru ya di desa ini?”
“Kamu tuh engga kenal aku ya?”
“Kenal kok, kamu Arish, dan... dan... sangat cantik...”
“Terima kasih. Tapi bukan itu maksudku...”
“Jadi maks...”
“TUAN PUTRI! Sudah waktunya pulang!” pengawalnya berteriak.
Anak laki-laki itu terdiam lebih diam dari apapun yang pernah diam di dunia ini. Apollo kaget. Wanita ini seorang putri? Arish dijemput dan lalu... pulang.
Berhari-hari yang ada di kepala Arish hanya Apollo (dan mungkin begitu juga Apollo yang berhari-hari isi kepalanya hanya Arish?). Arish tau ada yang berbeda dari Apollo. Belum ada senyum yang mampu menyihir dirinya sampai seperti ini. Maka suatu malam yang bertabur bintang, Arish pergi dari istana, Arish ingin bertemu Apollo lagi. Dan takdir berpihak pada dua anak remaja ini.
Malam itu Arish bertemu Apollo di lapangan yang sama. Yang membedakan pertemuan pertama dan kedua mereka hanyalah malam, bintang, dan kesepian. Apollo tersenyum, “aku selalu menunggu kamu di sini. Aku tau kamu pasti datang.”
“Aku...”
“Sssh... Bintang sedang indah. Aku mau kamu juga menikmatinya,” Apollo menggenggam tangan Arish.
“Aku suka bisa bareng kamu, Lo.”
“Gitu ya? Aku hari ini mau bilang sesuatu sama kamu.”
“Apa?” Arish sangat semangat.
“Aku ini sebenarnya... datang dari negeri kaca. Dan sekarang sudah harus pulang kesana.”
“Kok gitu? Aku kabur dari istana cuma buat ketemu kamu. Lepas dulu sihirmu yang memikatku sampai sejauh ini baru kamu boleh pulang.”
“Aku engga nyihir kamu, Rish, kamu yang menyihirku.”
“Hah?”
“Rish aku mau cerita. Negeriku aneh. Aku mau ada disini selamanya.”
“Kok kamu ngomong gitu sih?”
“Negeri Kaca tidak seperti kerajaan ini, negeriku dikuasai oleh Dok Kodok yang kejam dan tidak memiliki belas kasihan.”
“Emangnya dia siapa?”
“Dia mencuri mahkota raja dan memakainya di atas kepalanya yang berlendir dan mengutuk negeriku sehingga negeriku hanya memiliki 2 warna saja, suram dan cerah.”
“He-eh. Terus?”
“Negeriku basah lepek sepanjang seribu tahun terakhir ini, negeriku hujan terus menerus. Orang sering menyebut desaku sebagai Desa Malapetaka Basah,” Apollo menceritakannya dengan wajah yang lesu sekali.
“Jadi kamu usianya sudah lebih dari seribu tahun dong?!”
“Ya engga Arish. Aku seusia kamu kok. Arish... Aku mau minta bantuan...”
“Apa, Apollo?”
“Maukah kamu membantuku menyingkirkan Dok Kodok dari negeriku dan membawa kembali matahari yang dicurinya?”
“Aku mau asal bersama kamu. Aku harus bagaimana?”
“Menyamarlah menjadi seorang prajurit wanita yang berambisi. Dok Kodok senang pada prajurit wanita, tapi selama ini aku belum menemukan satupun yang bisa membuat Dok mempercayai mereka untuk memegang Pedang Liur Salamander. Aku tau kamulah wanita yang bisa! Dengan pedang itu kau bisa membuka kotak tempat disimpannya Keris Empuk Macam Gepuk. Dengan keris sakti buatan ayahku, tusuk ubun-ubunya, bunuh Dok Kodok.”
“Aku harus... MEMBUNUH?! Seumur hidup, membunuh nyamuk pun aku belum pernah! Sekarang kau menyuruhku membunuh seekor KODOK!?”
“Aku tau hatimu semurni embun, Rish, maka dari itu kutawarkan kepadamu sebuah kerja sama yang menyenangkan. Tahukah kau Rish? Kodok selalu membunuh nyamuk setiap saat dengan lidahnya yang panjang! Dengan terbunuhnya Dok Kodok, tidak akan ada lagi yang membunuh nyamuk!”
“Oh iya ya benar juga??”
“Dok Kodok menyihir negeriku demi kepentingannya, Dok Kodok ingin kulitnya selalu basah dan berlendir, maka hujan terus menerus turun di negeriku, Malapetaka Basah! Senyummu bisa menyihir apapun di dunia ini Rish. Kau wanita yang tepat. Kau pasti bisa menyihir Dok Kodok hingga dia terpesona...”
“Baik aku akan mencoba... Dengan satu syarat, apapun yang terjadi entah aku berhasil atau gagal, mudah2an berhasil, aku ingin kau tetap mengenangku dan tidak lagi mencari wanita lain untuk mengalahkan Dok.”
“Deal.”
Berangkatlah Arish menuju Negeri Kaca bersama Apollo. Negeri Kaca, seperti yang telah dikatakan Apollo, suram! Becek dimana-mana. Basah. Dan hujan deras langit gelap gulita. Di ujung desa terlihat sebuah istana yang sangat suram, yang kata Apollo dulunya adalah istana ayahnya yang megah dan berwarna.
Sesuai rencana, Arish menyamar menjadi prajurit, dan seperti taksiran Apollo, Arish benar-benar bisa menyihir Dok. Tanpa ba-bi-bu, Dok memberikan Arish kepercayaan dan Pedang Liur Salamander. Uuuh... LENGKET!
Malam pertama Arish menginap di istana suram milik Dok, Arish langsung berlari menuju kotak Keris Empuk Macam Empuk. Dan malam itu juga dia membunuh Dok! Astaga menakjubkan bukan bagaimana dongeng selalu berjalan sangat mulus!
Sejak kematian Dok, Negeri Kaca berangsur pulih menjadi berwarna. Hujan berhenti, pelangi berwarna-warni muncul di langit. Tidak ada lagi nyamuk yang mati karena Dok. Apollo riang sekali hingga dia berlarian menuju rakyat Negeri Kaca sambil tertawa-tawa.
Arish menyelinap pulang saat gegap gempita kebahagiaan Negeri Kaca menyongsong matahari dan pelangi. Apollo tidak menyadari kepergian Arish sampai saat Apollo akan memberitahukan siapa dibalik usaha mereka mengembalikan kejayaan Negeri Kaca. Karena Apollo tidak mungkin meninggalkan rakyatnya maka dia terus berbahagia berpesta merayakan kematian Dok.
Keesokan harinya pagi-pagi, Apollo menuju Kerajaan Embun Bening untuk menemui Arish. Raja Wono dan Ratu Siba tidak percaya putrinya menyelamatkan sebuah kerajaan. Ketika Arish dipanggil menghadap kedua orangtuanya dan Pangeran Apollo (Apollo sudah menjadi pangeran sekarang), Arish terkejut dan sekali lagi menampakkan senyumnya yang menyihir. Apollo membalas senyum itu. Apollo melamar Arish, yang diterima dengan baik, dan Apollo, Arish, hidup bahagia selamanya...
Tidak ada lagi hujan yang tidak berhenti di Negeri Kaca.
Yang tersisa tinggal bahagia, dan bahagia...
Hehehe ... lucu2 bgt nama tokoh2nya.Menarik.
BalasHapusOiya,dalam percakapan, bila si pembicara marah/menjerit/kaget,tidak perlu memakai huruf kapital semua ya,cukup huruf biasa saja.
saran diterima! makasih ya :)
BalasHapus