Oleh: Dini Yahdini Nurhasanah (@dhanarun)
http://dhynhanarun.posterous.com/
Ratu kegirangan sendiri melihat jadwal yang terpampang di kantor bimbingan belajar yang dia ikuti. Karena pelajaran selanjutnya adalah Bahasa Indonesia. Hell yeah! Untung saja dia datang lebih awal hari ini. Dia menahan diri sebisa mungkin untuk tidak terlihat terlalu senang saat masuk kelas. Tapi dia tak bisa. Senyumnya sudah overdosis dan Adrina yang sedang menyendiri disana tak mungkin tidak melihat hal itu.
" Hai. Koq sendirian?" sapa Ratu dengan muka agak memerah. Dia agak malu ketangkap basah apalagi karena dia belum terlalu dekat dengan teman lesnya itu.
Adrina cuma tersenyum.
***
Tarik nafas. Buang perlahan. Tarik nafas lagi.
Hei Adrina, berhentilah bersikap layaknya orang mau melahirkan. Dia bahkan belum pernah mencium bibir mungilmu itu.
Adrina tampak tolol di depan papan jadwal. Sendirian. Les baru akan dimulai satu jam lagi. Dan pelajaran hari ini adalah Bahasa Indonesia. Ya, omonganku sudah sangat mengacu pada EYD sekali sejak melihat mata pelajaran itu. Ingin sekali dia bawa tasnya, pulang dan meringkuk di tempat tidur sambil mendengar suara hujan.
Hujan. Aku lupa diluar hujan. Tak bawa payung, tak bisa pulang.
Adrina mengomel sendiri tentang hujan itu sambil menaiki tangga menuju kelasnya. Tak sengaja dia bertabrakan dengan seorang pengajar dan dia tak lain adalah guru Bahasa Indonesia yang akan mengajar dikelasnya hari ini.
" Maaf. Kamu tak apa-apa?" tanyanya sopan.
Adrina hanya mengangguk pelan tanpa memandang wajah sang pengajar lalu dengan cepat menaiki sisa anak tangga.
***
Hari ini aku ngajar di . . .
Mata dan juga jari telunjuk Gamal menelusuri papan jadwal dan berhenti di satu kolom bertuliskan inisial namanya. Rasa penasaran yang memenuhi kepalanya kemudian mendadak sirna.
Pantesan.
***
Repotnya kalo hujan kayak gini. Sepatu basketnya jadi basah. Padahal susah payah di bungkus dengan kantong keresek. Harus dicuci lagi deh. Belum urusan lipat-melipat jas hujan yang berat akan air ini. Semua bakal lebih baik kalau nggak ada les hari ini.
Tak Rio tak bisa bolos untuk kesekian kalinya. Daftar absen yang datang ke rumahnya kemaren benar-benar membuat orangtuanya murka. Bahkan mereka menolak menerima kepulanganku ke rumah sebelum jam les selesai.
Apa boleh buat. Semoga pelajaran hari ini bukan soal hitungan DAN pengajarnya bukan ibu minggu kemaren yang terus-terusan menanyai soal masa depan. Nanti mau kuliah dimana? Nilai Try Out kamu berapa kemaren? Bagaimana kalau ibu buat kelas tambahan? Sialnya juga aku yang jadi perhatian. Teman-teman dari sekolah swasta bahkan bilang ibu itu naksir aku.
Ada yang aneh. Kenapa warung batagor itu sepi? Tidak ada anak dari sekolah swasta yang seringkali merokok disana. Apa mungkin pelajarannya seasyik itu?
***
Ini bukan pelajaran Bahasa Indonesia. Ini diskusi sastra atau mungkin lebih tepatnya acara mendongeng masal.
Adrina pindah tempat duduk ke paling belakang di samping seorang cowok yang sibuk dengan kantong keresek yang basah. Aneh, dia tidak terlihat tertarik sedikitpun dengan 'pelajaran' ini. Apa mungkin dia bingung karena datang terlambat?
***
Hari paling sempurna yang pernah aku alamin selama 17 tahun aku hidup didunia ini! Ratu tak henti memandang Gamal yang kini sibuk menganalisis tanda tangannya.
" Kamu bakal jadi orang penting" kata Gamal dengan ekspresi serius.
" Iya . . iya . ."
Ratu tak peduli materi Bahasa Indonesia yang seharusnya Gamal ajarkan hari ini. Dia hanya mau seperti ini selamanya. Sampai mati.
***
Materi tentang sastra sudah diajarkan oleh pengajar lain di kelas ini minggu lalu. Gamal seharusnya mengajar tentang tata bahasa. Tapi seorang cewek meminta dia untuk menceritakan novel yang dia bawa serta ke dalam kelas. Tampangnya sangat memelas dan Gamal jadi tak kuasa untuk menolak.
Terserah kamu.Isi pesan datang begitu cepat dan tersingkat yang pernah Gamal terima.
Baiklah kalau itu yang kamu mau.
***
" Tadi pas aku pergi hujannya deras banget. Kereseknya udah jelek pula. Jadi ngini deh" jelas Rio sambil memperlihatkan sepatu basket kucelnya pada seorang cewek yang duduk cukup dekat dengan dirinya,
Cewek itu menanggapinya dengan ceria walau terlihat dia tidak terlalu paham tentang basket. Tapi itu cukup. Lebih dari apa yang dibicarakan orang-orang tak jelas di barisan depan sana.
***
Ratu pulang dengan senyum yang makin overdosis. Dia bahkan mengira hujan reda karena ikut senang dengannya.
***
Adrina tidak mengacuhkan beberapa pesan singkat yang masuk ke telepon genggamnya.
***
Rio hampir saja mencium sepatu kucelnya ketika cewek itu, Adrina, tersenyum manis saat di parkiran. Mereka bahkan bertukar nomor sesaat sebelum bel pulang berbunyi.
***
Dan Gamal . .
" Pindah jadwal?" ulang bu Rika yang bertanggung jawab atas penyusunan jadwal les selama ini.
" Ng, sebenarnya saya minta agar lain kali saya tidak mengajar di kelas yang tadi" Gamal lalu menambahkan " Anak-anaknya . . kurang kooperatif dengan saya. Tahu lah"
Bu Rika mengangguk dan rasa penasaran yang tadi terlukis jelas di wajahnya hilang.
" Mungkin anda mau ngajar anak SMP lain kali" tawar bu Rika
" Ya. Tentu saja" seru Gamal senang, tapi pandangannya bukan tertuju pada bu Rika.
Belum di balas.
Gamal menekan angka empat di telepon genggamnya agak lama dan langsung terdengar nada sambung.
Ayolah.
***
Heu.. agak bingung awalnya..
BalasHapusTapi setelah dibaca dua atau tiga kali baru ngerti, hubungan antara Ratu, Adrina, Rio dan Gamal.
Anyway, ini yang benernya 'Tak Rio tak bisa bolos' atau 'Tapi Rio tak bisa bolos' cuma penasaran aja. 'Adrina tidak mengacuhkan' atau 'Adrina mengacuhkan', penasaran aja. Soalnya artinya beda kalo gitu, heuheu..
PS : tidak bermaksud menggurui, hanya bertanya saja.Well tetap menulis.. :)
Itu harusnya " Tapi Rio tak bisa bolos" terlalu semangat jadi salah ketik.
BalasHapusdan "Adrina tidak mengacuhkan" emang begitu. Acuh itu artinya peduli. Banyak orang yang kira artinya itu sebaliknya.
Btw, makasih buat komennya =D