SENJA
Seperti biasanya, aku menemanimu duduk di taman. Hari ini tidak banyak orang yang melakukan aktivitas di taman ini. Namun, seperti biasa, kita selalu duduk di kursi yang sama di taman ini, seperti sore-sore sebelumnya.
Kamu sungguh beruntung, walaupun tak banyak orang yang ada di taman ini, tapi dia ada. Ya, dia, tujuan kamu setiap sore duduk di kursi ini, datang ke taman ini. Beruntungnya lagi, hari ini dia terlihat sangat ceria, bahkan terlihat lebih ceria dibandingkan beberapa hari terakhir ini. Tidakkah kamu penasaran akan hal apa yang membuatnya terlihat sangat senang hari ini?
“Hari ini ulangtahunnya yang ke-16..” Kamu mulai berujar.
Ah, ya, baru saja aku bertanya alasan kegembiraannya hari ini, kamu sudah menjawab pertanyaanku. Pantas saja ia terlihat sangat gembira. Mungkinkah bola yang ditendang-tendangnya itu hadiah ulangtahun yang ia terima? Bola itu terlihat sedikit berbeda dibanding bola yang ia pakai sebelumnya, hhmmm. Tidakkah kamu berniat untuk memberinya hadiah?
“Senang sekali melihat dia langsung memainkan bola itu. Tadi pagi-pagi sekali aku meletakkan bola itu di depan pintu rumahnya.. Aku bahkan belum mendapatkan sedikitpun keberanian untuk berbicara padanya. Bukan, bukannya aku pengecut. Aku hanya belum menemukan waktu yang tepat untuk berbicara dengannya..”
Dan, ya, sekali lagi kamu sudah menjawab pertanyaan yang muncul di benakku sebelum aku bertanya langsung padamu. Sebenarnya kamu ini bisa membaca pikiranku atau apa?
*******
“Hei, lihat! Hari ini dia datang lagi!” Ujar seorang temanku saat melihat gadis itu duduk di kursi yang sama seperti hari-hari sebelumnya.
“Ya, sepertinya itu sudah menjadi rutinitasnya semenjak ia pindah ke sini..” Jawabku.
“Iya, dan rutinitasnya itu bukan hanya sekedar datang ke taman ini, tapi untuk melihat kita bermain bola. Tepatnya melihatmu!” Balasnya.
“Ah ada-ada saja sih kamu. Nggak mungkin lah, kita bahkan belum saling kenal. Ya, walaupun aku sudah mengetahui namanya, tapi kan kami belum berkenalan secara langsung..” Jawabku lagi. Tapi… Apa mungkin dia benar datang ke taman ini untuk melihat kami bermain bola? Untuk melihatku?
“Ah, jangan pura-pura nggak tahu kamu! Lihat, dia bahkan nggak sedikitpun mengalihkan pandangannya dari kamu!” Balasnya sambil senyum-senyum.
Yang benar saja, sejak kapan ia tak pernah mengalihkan pandangannya dariku? Jelas-jelas setiap aku curi-curi pandang ia justru sedang melihat teman-temanku yang lain. Temanku ini memang pandai mengada-ada.
“Ah! Mukamu merah! Ciee, jangan bilang kamu suka dia juga?! Kamu bahkan nggak bisa berkata-kata saking senengnya dia memerhatikanmu dengan intens” Dia mulai meledekku.
“Ah, apa sih kamu. Nggak ah, aku nggak ada apa-apa kok dengan dia. Kan tadi sudah kubilang, kami bahkan belum saling berkenalan secara langsung!” Jawabku dengan muka yang kuset seserius mungkin.
“Aku tahu! Hari ini kan ulangtahunmu, bagaimana kalau kamu mengundangnya ke acara nanti malam? Ya, hitung-hitung sambil berkenalan juga” Usul temanku.
“Wah, usulmu bagus juga. Oke deh, nanti setelah kita selesai bermain aku akan mengajaknya berkenalan dan mengundangnya untuk datang nanti malam.” Jawabku.
“Nah, begitu dong! Kalau nggak ada yang maju duluan kapan kalian bisa mengungkapkan perasaan masing-masing, ahahahaha!” Dia mulai mengejekku lagi.
“Ah, sudah deh kamu diam saja kalau kerjaanmu meledekku terus! Eh, ngomong-ngomong, tadi pagi aku menemukan bola ini di depan pintu rumah, tanpa nama pengirim, Cuma ada kartu bertuliskan “Selamat ulang tahun, Satria”. Kira-kira siapa ya pemberi kado ini..” Aku mulai membicarakan mengenai bola yang kudapat pagi ini.
“Mungkin bola ini dari gadis pengagum rahasiamu itu.” Jawabnya sambil senyum-senyum melirik ke gadis yang duduk di kursi taman itu.
“Ah, sudah-sudah. Kesalahan besar aku bertanya pendapatmu! Ayo kita mulai bermain bola, keburu sore!” Jawabku lagi sambil mulai berlari menghampiri teman-teman yang lain.
*******
“Sebenarnya aku sendiri juga bingung kenapa aku belum merasa menemukan waktu yang tepat untuk benar-benar menampakkan diri di depannya… Ya, memang sih sudah hamper lebih dari sebulan ini kita selalu datang ke taman, dan duduk di kursi yang sama, dan dengan alasan yang sama juga. Ya, dia memang alasanku selalu mengajakmu untuk datang ke taman ini..” ujarku sambil memandangmu.
Lagi-lagi kamu hanya diam menatapku setiap aku selesai berbicara.. Apa yang sebenarnya yang kamu pikirkan? Ah, andai aku bisa membaca pikiranmu..
“Seperti yang kukatakan tadi, hari ini hari ulangtahunnya. Ah, andai aku bisa mengucapkan selamat padanya tanpa harus ngumpet-ngumpet dengan meletakkan kado dan kartu di depan pintu rumahnya..” Ujarku lagi sambil menerawang memikirkannya.
Sekali lagi kamu hanya diam menatapku. Baiklah, tak apa, kehadiranmu di sini menemaniku pun sudah sangat kuhargai..
*******
“Seperti yang kukatakan tadi, hari ini hari ulangtahunnya. Ah, andai aku bisa mengucapkan selamat padanya tanpa harus ngumpet-ngumpet dengan meletakkan kado dan kartu di depan pintu rumahnya..” Ujarmu sambil menerawang memikirkannya.
Sekali lagi aku hanya diam menatapmu. Baiklah, selagi kita melihatnya bermain bola aku akan memikirkan cara bagaimana kamu bisa mengucapkan selamat padanya secara langsung!
Sudah hampir sejam sejak kita datang ke taman ini. Yang terdengar sejak tadi hanya suara mereka yang bermain bola, orang-orang yang sesekali lewat di depan kita, dan hembusan nafasmu. Ah, bahkan dari caramu menghembuskan nafas panjang saat melihatnya pun sudah menunjukkan betapa kamu menyukainya.
“Ah, dia sudah selesai bermain bola. Ayo, kita juga harus bersiap untuk pulang, sudah hampir jam 5” Ujarmu sambil mulai berdiri dan menarikku untuk pergi.
OH YA! Aku baru saja mendapatkan ide cemerlang! Aku tahu bagaimana caranya agar kamu bisa bicara dengannya!
******
“HEI! Ayo kita pulang!” Aku mulai panik saat kamu mulai berlari ke arahnya.
Ah, apa yang sedang kamu pikirkan sih. Aku nggak mungkin lari ke sana, aku masih terlalu malu untuk bertemu dengannya secara langsung dari dekat. Aduh, apa yang harus aku lakukan nih?
******
“HEI! Ayo kita pulang!” Teriakanmu bahkan masih sedikit terdengar saar aku sudah hampir berada di dekatnya! Tapi ya, aku nggak akan berhenti sampai kamu mengerjarku!
Hahahaha, seberapa kencang pun kamu berteriak aku nggak akan berhenti. Jangan lupa untuk berterima kasih sama aku karena ide cemerlangku ini!
“Hei, anjing kecil, lihat, gadis itu daritadi memanggilmu!” Ujarnya saat aku sudah berada di dekatnya, dan ia pun mulai mengelus-elus buluku.
Ya, seharusnya kamu sudah mengerti, aku memang sengaja berlari ke dia agar kalian bisa bertegur sapa. Bukankah aku sangat jenius?
******
Ah, anjing itu.. Mau tak mau akupun mulai berlari ke arahmu, dan ke arahnya. Sungguh, aku belum memiliki keberanian untuk bertemu dengannya, untuk melihatnya dalam jarak sedekat ini!
“Umm.. Ma-maaf, maaf kalau anjingku, anjingku mengganggumu..” Ujarku dengan sedikit gagap. Ya, akibat kelelahan mengejarmu dan juga deg-degan karena akhirnya untuk pertama kalinya, setelah sebulan terakhir hanya berani melihatnya dari jauh, berbicara dengannya.
“Ah, nggak apa-apa, dia anjing yang lucu..” Ujarmu sambil tersenyum dan mengelus-elus bulu Choco.
Ah, please, jangan sampai dia melihat pipiku memerah. Atau setidaknya biarkan ia berpikir pipiku memerah karena kelelahan mengejarmu!
“Ayo, Choco, kita harus pulang!” Ujarku sambil mengulurkan tangan untuk mengambilmu dari gendongannya.
Hei, hei, tapi kenapa kamu bahkan menolak uluran tanganku?
******
“Ayo, Choco, kita harus pulang!” Ujar gadis ini sambil mengulurkan tangan untuk mengambil anjingnya dari gendonganku.
Ah, aneh sekali anjing ini bahkan seperti tidak mengabaikan kehadiran tuannya, pikirku.
“Hhmmm, ngomong-ngomong, namaku Satria. Kamu?” Ujarku sambil mengulurkan tangan.
“Aku Senja.” Jawabnya sambil membalas uluran tanganku. Ah, bisa kurasakan tangannya agak sedikit gemetar, mungkin karena habis berlari.
“Nama yang bagus,” ujarku sambil tersenyum.
******
Apa? Apa aku tidak salah dengar? Apa benar ia baru saja berkata bahwa aku memiliki nama yang bagus? Ah, semoga ia tidak merasakan tanganku gemetaran saat bersalaman dengannya tadi.
“Rumah kamu di blok apa?” Dia menanyakan rumahku!
“Di Blok C-10, sebelah situ.” Jawabku sambil menunjuk rumahku.
“Wah, ternyata rumah kita hanya berjarak bebera rumah ya!” Ujarnya sambil tersenyum dan masih bermain-main dengan Choco.
“Oh ya? Memangnya rumahmu nomor berapa?” Iya, aku pura-pura nggak tahu. Nggak mungkin kan aku langsung bilang kalau aku tahu rumahnya, kami baru kenal!
“Rumahku nomor 8, hanya berselang satu rumah dari rumahmu!” Jawabnya sambil tersenyum.
******
“Rumahku nomor 8, hanya berselang satu rumah dari rumahmu!” Jawabnya sambil tersenyum.
Wah, kalian bahkan sudah langsung bertanya rumah masing-masing. Lihat, betapa jeniusnya ideku!
“Baiklah Choco, kita harus pulang, ini sudah terlalu sore.” Ujarmu sambil mengulurkan tangan padaku. Tentu saja aku tidak menghiraukanmu, hahaha.
“Ah, ada apa dengan anjing ini sih, ia bahkan melupakanku karena keasikan bermain denganmu! Kalian baru bertemu beberapa menit dan sudah seakrab ini.” Ujarmu sambil sedikit cemberut. Kamu cemburu padanya atau padaku? Hehehehe
“Tak apa, mari kita sambil jalan saja. Aku akan mengantarmu dan Choco, toh rumah kita searah juga kan.” Ujarnya sambil mulai mengajakmu berjalan. Lihat, rencanaku berjalan dengan baik!
“Ah, baiklah..” Kamu pun mulai ikut berjalan dengannya.
Sayang sekali tak banyak yang kalian bicarakan selama perjalanan dari taman sampai rumah. Apa sih yang ada di pikiran kalian berdua? Kalian terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing sampai akhirnya tidak berbicara satu sama lain.
******
“Baiklah, Choco, sekarang kembali ke Senja ya, kalian sudah sampai di rumah.” Ujar Satria sambil menyerahkanmu padaku.
Ah, aku bahkan terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri karena terlalu senang sampai tidak menyadari bahwa sekarang sudah sampai depan rumah.
“Terimakasih sudah mengantar kami.” Ucapku sambil tersenyum pada Satria dan mengambil Choco dari gendongannya.
“Ya, sama-sama.” Jawabnya sambil tersenyum.
…….. Lagi-lagi keheningan yang aneh.
“Baiklah, aku harus masuk dan kamu juga pasti sudah sangat gerah setelah main bola. Sekali lagi terimakasih.” Ujarku sambil mulai membuka pintu pagar.
“Hmm, Senja! Tunggu sebentar.” Satria memanggil sambil menarik tanganku. Ah, semoga mukaku tidak memerah.
“Ya, ada apa?” Jawabku sambil membalikkan badan ke arahnya.
“Hmm, nanti malam akan ada acara di rumahku. Ya, hari ini ulang tahunku, dan aku mengundang teman-teman di sini untuk makan malam bersama. Kalau tidak keberatan, apakah kamu bisa datang nanti malam?” Satria mulai bertanya.
“Wah, hari ini ulang tahunmu ya? Selamat ulang tahun ya!” Ya, sekali lagi aku pura-pura nggak tahu, hahahaha.
“Baiklah, kan kuusahakan untuk datang ke rumahmu nanti.” Tambahku lagi.
“Oke! Kutunggu ya jam 8 di rumahku!” Ujar Satria sambil tersenyum.
“Ya, sampai jumpa nanti.” Ujarku sambil tersenyum dan masuk ke pekarangan rumah dan melambai padanya.
******
Ah, aku tak percaya aku benar-benar sudah berkenalan secara langsung dengan Senja dan sudah mengundangnya untuk datang ke rumah nanti malam. Baiklah, aku harus segera sampai di rumah dan bersiap-siap untuk menyambut kedatangan Senja. Oh ya, dan teman-temanku yang lain tentunya.
“Aku pulang!” Ujarku saat membuka pintu rumah.
“Satria cepat mandi dan siap-siap! Kamu ini sudah 16 tahun tapi masih saja harus diingatkan ini itu!” Ujar ibuku sambil berteriak dari dapur. Ah, anaknya pulang bukannya disambut malah diomeli.
“Iya, Bu! Ini aku sudah mau mandi dan siap-siap kok!” Ujarku sambil berlari ke lantai atas untuk segera bersiap-siap.
******
“Ah, Choco, aku bingung harus pakai baju apa!” Ujarmu sambil memilih-milih baju yang ada di lemari.
Tak sampai 15 menit akhirnya kamu sudah berhasil memutuskan untuk menggunakan baju apa. Baguslah, dalam waktu singkat kamu berhasil memilih baju yang dimple dan tidak terlalu berlebihan.
“Baiklah, sekarang aku mandi dulu. Ah, nggak nyangka aku akan hadir di acara ulang tahun Satria.” Ujarmu sambil mulai berjalan masuk ke kamar mandi.
Setelah setengah jam berada di kamar mandi akhirnya kamu selesai juga bersiap-siap. Kamu mulai bercermin dan menyisir rambutmu yang masih setengah basah. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 8 kurang. Kamu pun mulai bercermin sekali lagi untuk memastikan penampilanmu.
“Choco, aku pergi dulu ya! Ah, ya, terimakasih sudah membantuku sehingga berkenalan dengan Satria!” Ujarmu sambil menciumku. Aku hanya menggonggong kecil sambil mengibaskan ekorku.
“Baiklah, aku harus pergi sekarang, aku nggak mau terlambat sampai di rumah Satria. Kamu baik-baik di rumah ya Choco!” Ujarmu lagi sambil meletakkanku di lantai dan berjalan keluar dari kamar untuk berpamitan dengan keluargamu.
Aku pun berlari kearah jendela dan melihatmu keluar dari pagar rumah, berjalan kea rah rumah Satria. Baiklah, aku sudah bisa menduga apa yang mungkin akan terjadi nanti setelah pesta ulangtahun Satria selesai. Berani taruhan, ia pasti akan mengantarmu pulang! Semoga malammu menyenangkan, Senja, Satria.
Jakarta, 9 Agustus 2010
Oleh: Senja
Kisah cinta dua orang remaja yang dibantu oleh pihak ketiga, yg spesial krn pihak ketiga tersebut adalah seekor anjing. Kisah yg simple sebenarnya, ditata dengan alur yang menarik, meski awalnya saya bingung. Tulisan ini bisa diperhalus lagi dengan menulis ulang alurnya dan menyederhanakan bahasa yang dipilih sehingga menjadi lebih padat. Untuk konsep, saya acungi jempol. Tetap menulis yaaa :)
BalasHapuslucu, cerintanya manis, dan awalnya gak nyangka kalo pihak ketiganya anjing.
BalasHapusdan aku suka nama Satria. :)