Oleh : @yellohelle
.
Orang-orang ini menulis surat cinta. Aku hanya bisa menulis riuh kepala.
Untuk kamu yang menyisakan partikel mikroskopik tubuhmu di pori paru-paruku:
Aku selalu ingin bertanya tentang sisa-sisa ampas kopi yang mengendap di dasar gelasmu: apakah pernah mengendap namaku di dasarnya? Apakah tentangku pernah menyisa jejak di kepala? Kau kadang lupa menabur gula-gula. Aku menyimpannya dalam kantung-kantung hantu yang kupeluk di bawah jas hujan, dan kusebar di tengah gerimis.
Aku suka bau manis yang dibagikan ibukota.
Aku selalu ingin bertanya tentang rindang daun-daun yang tidak kita ketahui namanya. Aku ingat Goenawan Mohamad dan Di Kebun Jepun-nya. Aku selalu ingin bertanya, mengapa kau membedakanku dari yang lain? Mengapa aku membedakanmu dari yang lain?
Hujan hanya sebentar di kota ini, dan rajutan setengah lingkar pelangimu tertinggal di Yogyakarta.
Aku mengemisi masa kini pada kamu yang menangisi masa lalu. Barangkali aku tak lebih dari kayu-kayu di perapian, yang sebentar hangat untuk mati mengangkasa. Aku suka bau manis dari gerimis di taman kota.
Aku selalu ingin bertanya tentang pelukan yang kau sisipkan di persimpangan. Kadang aku lupa bahwa kita tak pernah saling mengenal. Aku bahkan tidak mengetahui diriku sendiri. Aku selalu ingin bertanya kau siapa; tapi aku yang juga tak kukenali ini menjawabi, kau juga tak mengenal dirimu sendiri.
Aku suka suara angin tipis di pelupukmu yang resah.
Aku suka suara angin tipis di pelupukmu yang resah.
Mengapa kita tidak bisa memeluk lebih banyak tetesan hujan?
Mengapa kita tidak bisa mengantungi lebih banyak bibit waktu?
Mengapa kita tidak bisa mengemasi lebih banyak nyanyian rindu?
Mengapa kita tidak bisa mengantungi lebih banyak bibit waktu?
Mengapa kita tidak bisa mengemasi lebih banyak nyanyian rindu?
Aku ingat sebuah kecupan yang kita bagi di antara nyanyian pohon-pohon tua dan semen batu yang basah. Jangan berpikir, kau bilang. Kau lelah, kau bilang. Apa ada yang salah, kau bilang. Aku bilang tidak ada. Aku bilang tidak apa. Tidak ada apa-apa. Tapi barangkali ada yang salah: aku bahagia.
Mengapa kau menulis tentang aku?
Mengapa kau menulis bukan tentang aku?
Mengapa kau menyisihkan masa lalu?
Mengapa kau tidak menyisihkan masa lalu?
Mengapa kau menulis bukan tentang aku?
Mengapa kau menyisihkan masa lalu?
Mengapa kau tidak menyisihkan masa lalu?
Mengapa detak jantungmu bersisa sepuluh jam perjalanan kereta dari Jakarta?
Aku ingin menjejaki kaki pada hilirmu. Aku ingin ikut serta dalam alirmu.
Aku ingin menjejaki kaki pada hilirmu. Aku ingin ikut serta dalam alirmu.
Mereka bilang, tulislah sebuah surat cinta. Aku tak suka surat cinta, kubilang.
Aku sudah tak lagi membingkai kanak-kanak, kubilang. Aku sudah tak lagi ingin rebah pada sihir para penyair, kubilang. Bahkan kubilang, aku sudah tak ingin menulisi catatan-catatan getir.
Aku tak ingin apa-apa, selain isi kepalamu untuk ingat jalan pulang.
Aku sudah tak lagi membingkai kanak-kanak, kubilang. Aku sudah tak lagi ingin rebah pada sihir para penyair, kubilang. Bahkan kubilang, aku sudah tak ingin menulisi catatan-catatan getir.
Aku tak ingin apa-apa, selain isi kepalamu untuk ingat jalan pulang.
Aku sudah lupa caranya kita berbicara lewat kata-kata.
Rindu hanya kosong peluru.
Rindu hanya kosong peluru.
Aku ingin habis dalam sisa-sisa debu semesta yang berserakkan di aspal merah.
Aku ingin habis dalam lengket akar-akar daun kemangi di dinding putih.
Aku ingin habis dalam serat-serat tembakaumu yang kulinting pada selembar risau.
Aku ingin habis dalam lengket akar-akar daun kemangi di dinding putih.
Aku ingin habis dalam serat-serat tembakaumu yang kulinting pada selembar risau.
Aku masih ingin memeluk lebih banyak tetesan hujan.
Aku masih ingin mengantungi lebih banyak bibit waktu.
Aku masih ingin mengemasi lebih banyak nyanyian rindu.
Aku masih menyimpan terlalu banyak ingin. Kamu.
Aku masih ingin mengantungi lebih banyak bibit waktu.
Aku masih ingin mengemasi lebih banyak nyanyian rindu.
Aku masih menyimpan terlalu banyak ingin. Kamu.
Partikel mikroskopikmu tertinggal di pori paru-paruku. Aku bernafas dan menghirupimu.
Mengapa manis sisa kopi di bibirmu? Juga gerimis di taman kota.
Mengapa manis sisa kopi di bibirmu? Juga gerimis di taman kota.
Aku selalu ingin bertanya mengapa denyut jantungmu tertinggal jauh di Yogyakarta.
2012
love it...
BalasHapuskeep write!!
Wholesale Silver Gifts
BalasHapusVery nice and useful post. Thank you :)
Saya org awam dalam dunia tulis menulis, dan ini tulisan ini bagus sekali. Kupikir. *Dua jempol* :)
BalasHapus