Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!
Tampilkan postingan dengan label Surga dan Neraka. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Surga dan Neraka. Tampilkan semua postingan

Selasa, 24 Mei 2011

surga. neraka.

Oleh: @FaridaSusanty


Surga
Tangannya menggenggam tanganku. Dia menganggukkan kepala. Aku tidak pernah ke tempat ini. Aku tidak suka tempat asing. Dia juga tahu itu. Jadi aku ingin tahu mengapa dia tetap bersikeras mengajakku ke sini.
Tapi kemanapun, dengannya, adalah rumah.

Ada langit yang terbentang bebas, luas, lepas, penuh guyuran cahaya, di atas sana. Ada udara menenangkan yang membuatku ingin berlari dan mengangkat tanganku. Ada kulit halusnya di tanganku. Dia mengapitku erat.
Ini surga, ini surga, katanya.
Dia tertawa. Dia bernyanyi. Dia berguling. Dia masuk ke sela-sela pohon, di belakang dedaunan.

Neraka
Tak kudengar suaranya lagi. Sosoknya hilang, satu, dua, tak ada. Tadaaa.
Ada langit yang terbentang bebas, luas, lepas, penuh guyuran cahaya, di atas sana. Ada udara menenangkan yang membuatku ingin berlari dan mengangkat tanganku. Tak ada kulit halusnya di tanganku. Tak ada yang mengapitku erat.
Tapi kemanapun, tanpanya, adalah hilang.

Kenapa surga?

Oleh : starrynight






Kenapa ada surga?

Karena ada neraka.

Kenapa ada neraka?

Karena ada yang jahat.

Kenapa ada yang jahat?

Karena ada yang baik.

Kenapa ada yang baik?

Karena ada surga.

---

Dan siklus pertanyaan itu kembali lagi dari awal. Tanpa pernah terjawab. Kenapa harus ada surga dan neraka. Kenapa kita harus berbuat baik lalu masuk surga. Kenapa kita tidak boleh berbuat jahat karena akan masuk neraka. Sebegitu mudahnya Tuhan memutuskan baik dan jahat, surga dan neraka. Lalu bagaimana yang ada di wilayah abu-abu? Antara surga dan neraka? Apakah ada sesuatu diantara mereka? Tuhan sendiri berada di mana? Tuhan itu ada?

Liburan



Lidya Christina (@lid_yang)

“Pagi, semuanya!” Suara Kiki menarik perhatian seisi kelas padanya.

“Eh, Kiki. Kemarin katanya long weekend liburan ya? Kemana?” Tanya Sinta begitu Kiki meletakkan tasnya di meja.

“Wuah… Benar-benar mantap!” katanya sambil mengacungkan jari. “Tau ga kalian? Pemandangan di sana benar-benar keren! Tidak mungkin ada pemandangan seperti itu di tempat kita ini! Udaranya segar! Apalagi kalau sudah berdiri di bagian atas gunungnya. Wuah… Eh, ternyata, ya, kerja di sawah itu asyik juga. Terus di sana aku dapat banyak pengalaman baru! Mancing, kerja di sawah, manjat gunung, nunggang kuda, naik lembu. Dan juga, kejar-kejaran dengan ayam-ayam.” Sampai di sini Kiki mulai tertawa dengan sendirinya.

“Wuah, sepertinya enak ya ke sana. Kapan-kapan ikut dong.”

“Oke, deh. Aku coba tanyain dengan pamanku. Eh, pernah ga kalian tidur beratap langit! Bintang-bintang di sana waktu malam benar-benar indah! Aku ambil banyak foto dengan hp ku. Untung aku bawa! Seperti surga di bumi ini.”

Dengan semangat membara, Kiki terus bercerita dengan teman-temannya yang antusias mendengarkan. Semuanya, kecuali Siti.

“Siti kenapa sih? Kok cemberut terus?”

Masih dengan muka masam, Siti mulai menceritakan pengalamannya. Suatu pengalaman yang pahit, baginya.

“Liburanku sama sekali tidak enak! Bayangkan, tiap pagi harus manjat gunung hanya untuk mengambil air untuk mandi! Setiap hari selalu saja disiksa oleh serangan nyamuk-nyamuk yang merajalela di sana. Setelah mandi, bukannya jalan-jalan, kan namanya juga liburan. Malah disuruh ke sawah. Apaan sih? Udahlah hp ga berfungsi, sama sekali ga ada signal! Binatang-binatangnya juga ribut! Ga ada ketenangan. Tahu dari kemarin, aku ikut mamaku, di rumah saja.”

Teman-teman yang lain mulai menoleh dari Siti ke Kiki, dari Kiki ke Siti.

“Kalian ke tempat yang sama, kan?” Sinta, dengan raut wajah penuh pertanyaan melihat kembaran itu.

“Iya dong! Bagaikan surga di sana…” Belum sempat Kiki menyelesaikan kalimatnya, Siti langsung berkomentar.

“Surga apaan?! Neraka!”