Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!
Tampilkan postingan dengan label order chaos. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label order chaos. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 27 Agustus 2011

Chaos in Order or Order in Chaos?

Oleh: @icha_widya

Apa yang ada di pikiranmu saat mendengat kata ‘kacau’? Apakah sesuatu yang buruk? Berantakan? Tidak enak dipandang? Bagaimana perasaanmu melihat kamar dan ruangan yang berantakan? Mengesalkan mungkin. Lalu bagaimana dengan keteraturan? Sesuatu yang baik karena sistematis dan rapi? Melihat kamarmu rapi tentu terasa menyenangkan. Namun, kau tidak akan tahu bagaimana bentuk rapi dan memelihara sesuatu agar terlihat bersih dan rapi tanpa tahu berapa banyak debu yang terus menempel di atas meja belajarmu meskipun kau membereskannya setiap hari. Atau kenapa kau harus mencuci kaos kakimu setiap hari meskipun kau yakin kakimu tidak sebusuk itu baunya. Kekacauan melatihmu menjadi lebih baik. Menjadikanmu berpikir dewasa karena Tuhan telah mengaturnya.

Bila di dunia ini manusia selalu berada dalam posisi ‘teratur’, tidak pernah merasakan bagaimana menghadapi kemacetan di jalan raya, tidak pernah merasakan bagaimana kerasnya kehidupan di kota besar atau tidak pernah mencoba mengantre di loket kendaraan umum, Bagaimana dia menjadi dewasa? Bagaimana dia mau ‘naik kelas’ bila tidak melakasanakan ‘ujian’ terlebih dahulu?

Tuhan menciptakan semuanya berpasang-pasangan. Demikian pula dengan kekacauan yang berkontradiksi dengan keteraturan. Selalu ada keteraturan setelah kekacauan terjadi. Itulah siklus hidup. Tidak akan ada keseimbangan jika semua warna adalah putih. Tidak akan ada siang bila tidak terjadi malam. Itulah dunia. Tidak ada orang yang disebut jenius jika semua manusia memiliki kadar kepintaran yang sama. Tidak akan ada guru yang mengajar, tidak ada murid yang harus mendapatkan ajaran, dan tidak ada proses belajar yang menjadi salah satu indikasi pendewasaan diri.

Tidak ada orang yang menginginkan kekacauan. Mereka hanya ingin keteraturan sesuai ideologi hidup masing-masing. Saat semua orang bertahan mempertahankan ideologinya, terjadilah kekacauan, perang dimana-mana, banyak korban berjatuhan. Ketika itu, muncullah jiwa-jiwa sosial dalam menangani korban perang, dibuatnya lembaga penyatu ideologi dan aspirasi tiap negara, dan berharap semua kekacauan itu dapat diatur oleh lembaga tersebut. Itulah dunia. Itulah sifat manusia. Selalu ingin tahu dan membuat terobosan baru dalam perjalanannya menuju kehidupan yang kekal kelak.

-- 
always try a little harder, even when you think you've done all you can
 
cha's

keteraturan tak selamanya versus dengan kekacauan

Oleh: tiara nabila zein (@thyrnabila)

“Yaampun Sandra. Apa ini?”aku mencomot celana pendek menggunakan tangan kananku lalu menunjukkannya kepada Sandra.
Sandra hanya nyengir.
30 detik yang lalu aku masuk ke kamar Sandra. Sebenarnya aku paling malas berada di kamar ini. Kamar yang menurutku sangat jorok. Bukannya kotor. Tak ada sedikitpun debu yang ada di kamar ini. Tapi, kekacauan di sini yang membuatku malas berlama-lama disini.
Baru saja aku mencomot celana pendek dari rak buku bagian bawah. Aku hanya ingin meminjam beberapa komik milik Sandra yang ia letakkan di rak buku paling bawah. Namun yang kutemukan malah celana pendek.
Aku melemparkan barang temuanku kepada empunya yang sedang asyik membaca novel sambil tidur tengkurap di atas kasur empuknya. Barang itu mendarat dengan sukses di kepala Sandra. Tanpa terganggu sedikitpun ia meraih celana itu lalu melemparnya asal, dan akhirnya benda naas itu mendarat darurat di meja belajarnya. Mungkin tak pantas aku menyebutnya meja belajar karena tak pernah ia gunakan untuk belajar. Paling-paling Sandra belajar ataupun mengerjakan tugas kuliahnya di atas kasurnya. Meja belajar yang terletak tak jauh dari kasurnya hanya digunakan untuk menumpuk baranr-barang nya. Semuanya juga jauh dari kesan rapi. Sangat jauh. Bagaikan bumi dengan planet pluto.
Setelah mendapatkan komik yang aku inginkan dengan susah payah, aku duduk di dekan kasur Sandra. Iya susah payah. Aku mendapatkan seri ke 2 di rak paling atas. Seri ke 3 dan 4 di rak paling bawah. Itupun ia letakkan sembarangan. Bukan punggung komiknya yang menghadap luar jadi sulit untuk mencemukannya.
“Kenapa ga duduk sini aja Mel?” kata Sandra sambil menepuk-nepuk bagian kasur yang “kosong”. Kosong maksudnya yang ga ia tempati. Tapi ada makhluk lain yang sedang teronggok tak berdosa. Ada beberapa kaos, jeans, han duk, selimut. Semua barang itu tertumpuk begitu saja.
“Ogah ah. penuh gitu.”
Ia lalu menoleh ke tumpukan benda itu lalu dengan satu gerakan tangan mendorong semuanya hingga jatuh di lantai.
“Nih. Udah bersih.”
Aku melongo. Bisa-bisanya aku punya sahabat dengan kepribadian yang bertolak belakang denganku. Hidupnya penuh kekacauan. Tapi yang lebih aneh lagi, aku merasa nyaman dengannya. Aneh sekali bukan?
Sering aku berpikir, apa yang sebenarnya mempersatukan kami? Sandra yang kacau di segala hal. Bukan hanya kamarnya saja yang super duper berantakan tapi kesehariannya. Bukan hanya satu dua kali ia terlambat masuk kelas. Bahkan terkadang ia berangkat hanya cuci muka dan gosok gigi tanpa mandi. Dingin katanya.
Sedangkan aku?
Aku paling tidak suka dengan kekacauan. Pada dasarnya aku pecinta keteraturan. Lihat saja rak bukuku yang tergantung di dekat kasurku. Terdiri dari 4 bagian. Aku mengelompokkan berdasarkan jenisnya. Rak paling bawah kugunakan untuk meletakkan novel, majalah dan komik. Atasnya kuletakkan buku-buku biografi, dan beberapa buku nonfikasi. Rak kedua aku pakai untuk textbook dan beberapa modul. Rak paling atas tempatnya catatan dan jadwal harianku.
Selain itu, Aku hampir selalu tiba di kelas pertama kali. Sejak kecil aku terbiasa mengatur waktu dengan seksama. Semuanya aku perhitungkan. Mulai dari bangun tidur sampai kembali tidur ada jadwalnya. Ayahku pernah bilang, orang yang sukses adalah orang yang bisa mengatur waktu dengan baik, tertib, dan disiplin. Itu yang sejak kecil aku tanamkan pada diriku.
Pernah ada yang menanyakan padaku kenapa aku yang biasa mereka sebut Miss Perfect ini bisa bersahabat baik dengan Sandra yang sifatnya bertolak belakang denganku? Jujur aku juga tak tahu. Tapi sepertinya kami ditakdirkan bersama untuk saling melengkapi. Kami perlu mewarnai hari-hari kami dengan warna yang berbeda.
***
“Melly!”
Aku terkejut dengan bentakan di ambang pintu. Masih dengan mata setengah terpejam, aku memutar badanku yang semula telungkup.
“Hmm..” itu yang keluar dari mulutku sambil menatap bunda yang sudah berdiri dengan berkacak pinggang.
Aku masih bingung. Tumben bunda pagi-pagi sudah marah-marah. Aku melihat jam dinding di seberang tempat tidurku. Masih pagi. Kenapa bunda marah-marah?
“Ada apa dengan kamarmu?”
Aku baru sadar apa penyebab bunda naik darah. Aku tersenyum.
Semalam, Sandra datang ke kamarku lewat jendela. Tengah malam. Ia berniat untuk menginap. Karena mataku yang sudah sangat berat tadi malam, aku tak lagi menggubrisnya. Tapi sepertinya ia semalaman tidak tidur. Buktinya 2 kaleng cola dan beberapa bungkus makanan masih berserakan di kamarku. Aku sempat melihatnya keluar jendela tadi saat adzan subuh. Mungkin pulang.
***
Sejak saat itu aku tidak lagi menjadi Miss Perfect yang selalu hidup dalam keteraturan. Terkadang aku merasa jenuh dengan jadwal-jadwal yang kubuat. Sebagai obatnya, aku sesekali mencoba gaya hidup Sandra yang penuh dengan kekacauan.
Terkadang mengasyikkan juga membuat bunda syok karena aku sedikit mengikuti kekacauan yang diajarkan Sandra.

Kembali

Oleh: Widya Arifianti
@ydiwidya
widyarifianti.tumblr.com

Ia bilang hidupku berantakan.
Aku bilang hidupku teratur. Ya, aku teratur menggebuki orang sekali
seminggu. Teratur mencuri uang orang tua. Juga teratur berganti
pasangan setiap sebulan sekali. Awalnya aku ingin terus melalui
kehidupanku yang serba teratur ini. Namun, ia berhasil memutus
lingkaran rutinitasku yang serba teratur itu. Pada suatu pagi yang
kelabu, dimana aku ketahuan memperkosa seorang gadis yang tak
bersalah, ia mengirimku ke penjara.
Hari-hariku berantakan setelah itu.
***
Aku tak percaya, jumlah luka yang kupunya bertambah dua kali lipat
semenjak aku mendekam di penjara terkutuk ini. Mungkin inilah jadinya
bila para penjahat disatukan. Rasanya sedih juga jadi orang yang
tertindas, harus mengalah demi kelangsungan hidup.
“BUK!” tinju Bonjer meluncur dengan lancarnya mengenai wajahku. Semua
ini gara-gara masalah sepele tadi malam: aku tidak mau membagi 70%
jatah makanku dengannya.
“BUKKK!”sekali lagi tinju Bonjer menghadapi wajahku. Menceloskan pipi
tembamku ke dalam.
“Maaf Bang…”dalam rerintihan aku masih bisa mengucap. Bonjer tak
menjawab, ia hanya menginjak bahuku dengan kaki gempalnya. Ya, Bonjer
memang pendiam. Tapi tangan dan kakinya sama sekali tidak bisa diam.
Bonjer dan anak buahnya pergi ke selnya diantar oleh sipir yang juga
tak berdaya. Ia tak pernah sendiri ketika menyerang. Bukan, bukan
karena ia tak mampu menyerang sendirian. Kebanyakan anak buahnya hanya
menonton selama ‘pertandingannya’ berlangsung dengan napi-napi lain.
Bonjer hanya ingin mengingatkan para anak buahnya untuk tetap selalu
menuruti kata-katanya bila tidak mau jadi lawan tandingnya yang selalu
berakhir mengenaskan, termasuk aku. Lukaku yang sama sekali belum
sembuh ini ditambah lagi dengan luka baru.
Arman, teman satu selku hanya bisa menatapku iba. Namun, ia lebih bisa
berbuat banyak ketimbang sipir-sipir pecundang itu. Dengan tangan
dinginnya, ia mengobati lukaku dengan cekatan. Membuatku merasa baik
dan seolah tak pernah punya luka.
“Bagaimana bisa menata hidup kalau begini terus?” gumamku ketika Arman
mengobati luka di dekat bibirku. Aku mengernyit kesakitan.
“Sebenarnya yang membikin hidup kita berantakan itu bukan orang lain,
tapi diri kita sendiri…”sahut Arman. Dia adalah didikan lembaga
pemasyarakatan yang berhasil. Aku yakin dia bisa langsung dilepas ke
masyarakat luas dengan kelakuan baiknya seperti ini.
“Tuhan telah mengatur dan menata diri kita sebaik-baiknya…yang
memberantaki itu diri kita sendiri,”ucap Arman lagi. Kini ia telah
selesai mengobati lukaku.
“Saya pesimis bisa jadi orang baik-baik, Mas Arman…setelah semua yang
sudah terjadi…Saya malu. Sama Tuhan, sama teman, sama keluarga...”Aku
menggantung kata-kataku.
“Sama Ayah…”sambungku. Arman hanya tersenyum.
“Lebih baik jadi mantan orang jahat ketimbang jadi mantan orang
baik-baik…”mendengar perkataan Arman, aku terdiam.
“Pulanglah ke keluarga Mas Wisnu dan buktikan kalau Mas sudah
berubah…jadi orang yang baik-baik, jadi orang yang teratur. Buktikan
juga sama Ayah Mas Wisnu yang mengirim Mas kesini kalau Mas berubah
bukan karena penjara, tapi karena tekat kuat dari diri Mas sendiri…”
Aku semakin terdiam.
“Sudah saatnya kita kembali dalam keteraturan yang sudah menjadi
kodrat awal kita kan?” tanya Arman tanpa butuh jawaban.
Dalam diam, aku mengangguk. Oh Tuhan, aku ingin pulang.
***
Ia berubah, tak lagi teratur seperti dulu. Selain itu, ia lebih
cerewet sekarang. Pada setiap orang yang ia temui, ia membagi-bagikan
kisahnya secara cuma-cuma. Tapi, ia tak pernah selesai bercerita
karena pasti selalu ada cerita lain yang menggodanya untuk ia
ceritakan. Ia seperti…mengambil beberapa jumput-jumput kecil memori di
benaknya lalu mengolahnya menjadi satu rangkaian yang tak
berkesinambungan. Acak.
Namun aku tetap menyukainya karena ia teratur bercerita, karena ia
mengingat dengan jelas detail jumputan-jumputan memori acak yang ia
ceritakan.
“Anak pertama saya itu, Si Wisnu…dulu senang sekali nonton tinju.
Eeh…udah gedenya malah seneng ngegebukin orang. Nah, kalau anak kedua
saya…Kintan. Dia senang sekali baca buku,”ucapnya sebelum menyeruput
kopi tanpa gula buatan Ibu. Untuk pesanannya yang satu ini, ia tak
pernah lupa mengingatkan Ibu. “Minta kopi tanpa gula,” begitu pesannya
setiap kali minta dibuatkan kopi.
Setelah menyeruput kopi, ia kembali bercerita. “Oh iya,
ngomong-ngomong soal Hong Kong…dulu saya pernah dapat tiket gratis ke
Hong Kong. Sebenernya sih bukan saya yang dapet. Tapi Si Wisnu, anak
pertama saya menang undian dari beli cokelat.”
“Wisnu itu…senang makan cokelat ya Pak?” tanyaku mengetesnya.
“Oh iya! Dia sangat sukaa sekali. Saking sukanya, dulu waktu masih
kecil dia sering curi uang recehan saya buat beli cokelat di
warung,”lanjutnya. “Kalau Mas Aji, suka makan cokelat ndak?”tanyanya
padaku.
“Hem…Iya,”jawabku. Bersamaan dengan itu, Ibu yang baru dari dapur ikut
duduk di sebelahku. Ia mengelus pundakku sambil tersenyum. “Sabar ya…”
Aku seolah dapat mendengar perkataan itu dari mulut Ibu.
“Oh Iya, Mas Anto dari tadi belum dibikinkan minum ya?”tanyanya ketika
melihat cangkirku yang sudah dulu kutandaskan. Aku terpaksa
mengangguk.
“Ah Bu, kok ada tamu gini nggak dibikinin minum sih?” Kini ia ganti
menyalahkan Ibu yang hanya bisa tersenyum kecut. Ibu lalu beranjak
lagi ke dapur.
Tamu?
Jadi aku ini…tamu?
“Maaf ya, istri saya itu orangnya memang pelupa…”ucapnya. Ya, ia
memang pelupa dan memiliki ingatan yang acak. Tapi aku salut karena ia
masih mengingat istrinya, Ibu…
“Oh, nggak usah Pak…saya sebentar lagi mau pulang kok,”ucapku memohon diri.
“Lah Mas Daniel kok buru-buru gitu sih? Masih banyak lho yang mau saya
ceritaken sama Mas…”Ia terlihat kehilangan.
“Maaf Pak, bukannya saya nggak mau. Tapi, saya masih ada urusan…” alasanku.
“Urusan apa tho Mas?”
“Bikin paspor… susah Pak sekarang, bikin Paspor harus tiga kata
sementara nama saya cuma dua kata.”
“Memangnya nama panjang Mas siapa?”
“Wisnu Aditama. Rencananya mau saya tambahin jadi Wisnu Aditama
Prihandoko, ngambil nama terakhir ayah saya…Danar Prihandoko.”
Tiba-tiba matanya berkaca-kaca. Aku tahu aku telah menyulut api yang
sudah lama tak berkobar. Setelah ini ia pasti akan marah-marah dan
mengataiku pembohong. Namun, di luar dugaanku…ia malah memelukku
dengan erat. Saking eratnya, aku sampai kesakitan. Melihat hal itu,
Ibu langsung melepaskan pelukannya dariku lalu mengiringnya masuk ke
kamar untuk tidur siang. Setelah berhasil membuatnya tertidur, Ibu
menjumpaiku. Raut wajahnya riang tak terperi.
“Ayah ingat sama Wisnu Bu!” sahutku girang.
“Jadi…tak ada alasan buat kamu untuk pulang ke kosan kan? Rumah kamu
disini, Nak…”
“Tapi Wisnu sangsi kalau Ayah mau memaafkan Wisnu. Setelah ingat sama
Wisnu beliau juga pasti bakal ingat sama kesalahan-kesalahan Wisnu…”
“Nggak Wis, asal kamu tahu…Ayah telah memaafkan kesalahan-kesalahanmu
di hari yang sama ketika Ayah mengirimmu ke penjara. Setelah itu
beliau melupakan kesalahanmu…sampai sekarang.”
“Nggak cuma kesalahanku aja Bu, dia juga lupa sama aku…”
“Bukan salah Ayahmu Nak, Ibu juga nggak tahu kenapa Ayahmu bisa jadi
pikun begitu mungkin karena shock begitu tahu kamu dinyatakan bersalah
oleh polisi. Dokter bilang itu Alzheimer, tapi dia pun masih sangsi.
Penyakit Ayahmu itu merupakan kasus langka, Nak.”
“Jadi Ayah bisa begitu…karena Wisnu Bu?”mendadak perasaan bersalah
menjalari seisi hatiku.
“Bu!” belum selesai aku mengobrol dengan Ibu, tiba-tiba Ayah terbangun
dari tidur siangnya yang hanya sekejap mata itu. Ibu langsung berlari
menghampiri kamar utama. Aku pun menyusulnya.
Ayah mengulur selimutnya. Ia terlihat segar dan ceria. Apalagi ketika
menatap wajahku. Kuputuskan untuk memeluknya, sebagai balasan atas
pelukan erat yang telah ia hadiahkan padaku barusan.
“Bu, siapa ini…? Temannya Kintan ya?” tanyanya polos.
Aku langsung menatap Ibu. Sepertinya aku harus benar-benar kembali ke
rumah ini…untuk memperbaiki kekacauan yang telah kubuat.

Aerobic Dance For love

Oleh: Moon Eclipse

Agun seorang atlet muda Profesional yang memiliki bakat besar dalam Senam Erobik dan Beladiri Taekwondo. Kegagalannya dalam meraih Piala Presiden SBY telah merubahnya menjadi pemuda aneh. Dulu Agun sangat tekun berlatih untuk menjadi atlit nomor satu, kini sebaliknya Agun berlatih untuk mendapat nilai 5 dari belakang . Sebagai alasan dendam terhadap negara karena tidak menggubris hasil kerja kerasnya dalam berlatih Erobik. Kini Ia mendapat kesempatan kembali untuk meraih piala diKorea.. Namun demikan Agun tetap melanjutkan ambisinya meraih nilai 5 dari belakang.

Pagi hari yang cerah agun memulai kelas erobik pertamanya diKorea. Ia tidak sadar ketekunan dan penampilannya telah menarik perhatian Kim Jung seorang kembang kampus atlit berbakat erobik dance sekaligus seorang wartawan majalah Universitas .

“ Sun Ji lihat cowok itu kelihatannya lain dari yang lain ,” kata Kim Jung.

“ Diakan orang Indonesia. Ia terkenal sangat berbakat dalam Erobik dance dan Taekwondo. Nilai erobiknya selalu nomor satu seIndonesia ,” tutur Sun Ji.

“ Pantas kuat banget latihan saja tanpa istirahat. Bisa jadi bahan tulisan buat majalah kita , nih .”

“ Kamu dekati aja dia . Kapan lagi bisa berkenalan cowok selebritis Erobik Dance Indonesia. Diakan langka disini .”

“ Ah , Kamu bisa saja .”

Kim Jung cewek cantik paling disegani semua cowok diKampus. Ia merasa penasaran terhadap Gunar maka Ia memutuskan untuk mewawancarainya.

“ Um , permisi saya Kim Jung dari majalah Sport Korea bisa saya wawancarai sebentar ?”

Agun menatap dingin wajah Kim Jung.

“ Saya Agun 23 tahun datang kemari demi mengecewakan bangsa saya . Udah jangan ganggu saya lagi ,” ujar Agun.

Dengan kecewa Kim Jung kembali ketemannya Sun Ji .

“ Gagal ,” keluh Kim Jung.

“ Aneh biasanya cowok seserius apapun juga bisa kamu dekati . Jangan – jangan dia homo .”

“ Sembarangan dia bukan homo , Huh ,” protes Kim Jung .

Pada saat makan siang Kim Jung kembali berupaya merayu Agun melalui tatapan matanya yang indah . Sebaliknya Agun malah bertambah cuek Ia lebih memilih bergaul dengan sesama teman cowok . Selesai jam kuliah sore Kim Jung mengikuti Agun dari belakang.

“ Agun tunggu, kita pulang bareng ,yuk ,” ajak Kim Jung.

“ Nggak mau, kamu pulanglah sendiri ,” kata Agun seraya mempercepat langkahnya .

Kim Jung terus mengikutinya. Ia lupa kalau Ia tidak lagi mengenakan kaus kaki hingga tumit kakinya luka akibat gesekan sepatu.

“ Aduh , kakiku luka ,” rintih Kim Jung.

Mendengar rintihan Kim Jung , Agun menghentikan langkahnya .

“ Wah , kamu terluka . Mari saya tolong kamu ,” kata Agun ,iba.

Agun mengangkat tubuh Kim Jung .

“ Akhirnya dia mau mendekati aku. Tatapan matanya nampak tulus ,” gumam Kim Jung dalam Hati.

Sesampainya dirumah Agun segera membersihkan luka Kim Jung dan mengoleskan salep antiseptik.

“ Agun kamu orang baik . Kenapa kamu seperti orang frustrasi ?” tanya Kim Jung.

Akhirnya Agun mengungkapkan isi hatinya

“ Saya memang frustrasi, Sebenarnya saya adalah atlit terbaik Indonesia yang tidak diperdulikan oleh Pemerintah dinegeri sendiri. Saya berniat mendapatkan nomor 5 dari belakang biar bangsa saya malu ,” tutur Agun Sambil menempelkan plester ditumit Kim Jung.

“ Apa kamu nggak sadar kalau kamu mendapatkan kesempatan baru untuk menjadi nomor satu ?” tanya Kim Jung lagi

“ Tidak, selamanya aku akan menjadi nomor 5 dari belakang ,” kata Agun , putus asa.

“ Gun , saya siap membantumu apa saja agar kamu bisa menjadi nomor satu .”

Agun memandang keseriusan dimuka Kim Jung . Selama ini tidak ada satupun cewek mau mengerti perasaannya.

“ Terima kasih Kim ,” ucap Agun.

“ Oh ya , sekarang boleh saya wawancarai kamu ?”

“ Boleh , tetapi dengan satu syarat ,” ujar Agun.

“ Apa ?” tanya Kim Jung ,terheran.

“gat-i gallaeyo naege yachaeleul meoggo tama lindeu ssal-eul jjim (Kamu temani aku makan nasi dan sayuran asem) ala Indonesia selama 40 hari dan tidak boleh ada jajanan lain , kecuali minuman .”

“ Ba , baiklah ,” ucap Kim Jung yang sebenarnya keberatan terhadap syarat yang diajukan oleh Agun.

Selama 40 hari Kim Jung makan bersama Agun dengan lauk pauk berupa sayuran asem dan nasi putih . Tak jarang perut Kim Jung menjadi sakit karena terlalu banyak memakan sayuran asem. Kim Jung terus berusaha menahan perih diperutnya sambil tetap berlatih aerobic dancer dan menyelesaikan artikelnya. Selama mewawancarai Agun , Kim Jung selalu mendapatkan kata – kata bertolak belakang dengan tekadnya. Dirumah Kim Jung mengubah kata – kata menjadi kalimat menarik tentang Agun. Demi mengangkat nama Agun yang telah menjadi pasangan Aeobiknya .

Sebulan kemudian Kim Jung telah berhasil menyelesaikan artikel berjudul seorang atlit Indonesia yang kelak akan menjadi seorang legendaris.

“ Sun Ji , lihat nih aku berhasil menyelesaikan artikel terbaikku ,” kata Kim Jung , bangga.

“ Wah, kamu hebat Kim .” puji Sun Ji.

“ Iya dong , itulah manfaatnya menjadi cewek agresif ,” ucap Kim Jung.

Atlit Indonesia kelak akan menjadi seorang atlet legendaris yang akan ditulis namanya dipapan atas Internasional Korea. Namanya Agun (23thn) seorang atlet muda yang pernah dikecewakan negaranya. Namun dalam kekecewaannya Ia akan terus berusaha keras untuk menjadi seorang atlit nomor satu dalam kompetisi aerobic dancer Profesional. Temannya yang bernama Kim Jung (19 thn) akan menjadi partner dancenya.

“ Wah , menarik sekali . Andaikata aku adalah kamu .”

“ Huh, maunya,” kata Kim Jung.

“ Eh , lihat itu Agun .”

“ Gun , bagaimana pendapatmu tentang artikel yang kubuat?” tanya Kim jung seraya memperlihatkan tulisan yang telah diketiknya dimajalah Sport Korea.

“ Kamu mengecewakan aku !” kata Agun.

“ Lho, emang apa salahku padamu ?” tanya Kim Jung , kebingungan.

“ Lihat artikelmu bertolak belakang dengan perasaanku !!”

“ Tenang Agun semua yang Kim Jung tulis adalah benar adanya ,” ujar Sun Ji seraya membela sahabatnya. Agun mengambil pena dicoretnya tulisan diartikel yang telah diselesaikan Kim Jung semalaman. Agun menuliskan apa yang telah menjadi tujuannya.

Agun seonsuneun geos-ida gyeolgug bukkeuleoum gugmin-eul gwaso pyeong-gadoeeo. nugunga-ege dwieseo 5 beonjjaeneun geos-ibnida

(Agun akan menjadi atlit nomor lima dari belakang untuk selamanya.Dia seseorang yang telah disepelekan dan kelak akan memalukan bangsanya).

Dibantingnya majalah Sport Korea didepan Kim Jung. Air mata berlahan mengalir dipipi Kim Jung setelah membaca tulisan Agun . Sun Jin mengambil sapu tangan dan dielapnya air mata Kim Jung.

“ Sudahlah, Kim lain kali jangan kamu dekati dia .”

“ Aku tidak akan menyerah begitu saja ,” kata Kim Jung seraya mendekap majalah.

Sore hari pukul 5 ketika Kim Jung melihat Agun sedang berdiri mengarah kearah jendela. Ia melihat keringat yang masih hangat membasahi sekujur tubuh Agun. Kim Jung merasakan semangat Agun yang menyala – nyala dalam lubuk hatinya.

“ Agun , rupanya kamu berlatih amat keras ,” ujar Kim Jung.

Agun tetap berdiri membelakangi Kim Jung ,Ia menatap keluar jendela yang sudah menjadi kebiasaannya ketika dirudung rasa frustrasi.

“ Hampir setiap selesai latihan Aerobik , kamu selalu saja seperti ini saya …”

“heo, dangsin-eun ppalli jib-e dol-agaseo dangsin eobs-seubnida. naeil ulineun deo isang undong-eulhaeyahabnida (Huh , bukan urusanmu lebih baik kamu pulang saja . Besok kita mesti latihan lagi) ,” ucap Agun.

Kim Jung membalas perkataan Agun dengan senyuman .

“ Gun , Aku bawa kado untukmu , ini handuk merah putih untukmu . Sekaligus sebagai tanda permintaan maafku , karena telah membuatmu tersinggung ,” kata Kim Jung.

Agun tetap apatis. Ia tidak memperdulikan Kim Jung seperti sebelumnya.

“ Rupanya kamu senang melihat matahari yang mulai terbenam. Aku mohon terimalah handuk merah putih ini. Minggu kemaren aku membuatnya sendiri diPabrik tekstil ayahku ,” kata Kim Jung seraya mengalungkan handuk dipundak Agun.

Agun mengambil kasar handuk yang dikalungkan di pundaknya.

“ Kamu cuma partnerku bukan kekasihku . Tak usah kamu memberiku macam – macam !!!” bentak Agun.

“ Kenapa sih kamu begitu kasar padaku ? Aku ini cuma mau membantumu agar kamu bisa dipandang sebagai juara 1 yang paling professional oleh negerimu dan…”

Didorong oleh perasaan depresi pada negerinya, Agun melempar handuk merah putih kemuka Kim Jung .

“ Tau apa kau mengenai negaraku. Aku kemari cuma mau mendapat nilai 5 dari belakang itu saja !!”tegas Agun seraya berlalu. Sebenarnya Agun merasa tidak enak bicara kasar sama Kim Jung . Ditinggalnya Kim Jung seorang diri ditempat latihan. Tak lama kemudian Sun Ji datang untuk menjemput sahabatnya. Ia terkejut melihat Kim Jung berdiri kaku sambil menundukkan wajahnya.

“ Kim ada apa ?”

“ Hik , tidak ada apa – apa ,” ucap Kim Jung seraya melangkah keluar.

Diremasnya handuk merah putih untuk melepas kekesalannya.

Pada hari Sabtu pagi pukul 9.00 Kim Jung dan Agun sibuk melatih gerakan 3 Aerobik Style yang telah mereka rencanakan. Kim Jung berambisi menyadarkan Agun yang sesungguhnya seorang atlit professional .

“ Kim Jung pada saat aku memberi aba – aba untuk melakukan ballet Jazz segera lakukan seperti yang aku aba – abakan. Begitu pula seterusnya ,” jelas Agun.

“ Baik , Agun aku mengerti ,” ujar kim Jung.

“ Baiklah , gerakan pertama Ballet Jazz

Agun dan Kim Jung mulai melakukan gerakan ballet Jazz secara bersamaan . Kelenturan tubuh dan kecepatan dalam mengikuti aluan musik Jazz terpadu dalam gerakan.

“ Tanggo !”

Agun dan Kim Jung berhadapan seraya melakukan gerakan dansa tetap dipadu oleh gerakan kelenturan gymnastik . Dengan gerakan bersamaan.

“ Flamenco !

Gerakan ini menyamai gerakan dansa ala Spanyol. Dimulai memasangkan tangan berpadu gerakan persis seperti tanggo namun hanya menggunakan satu tangan berpasangan.

“ Bagus , kita istirahat dulu .”

Karena lelah Kim Jung mendadak limbung dan jatuh . Agun segera menahannya tubuh Kim Jung agar tidak jadi jatuh kelantai . Agun membatu Kim Jung duduk diberikannya teh gingseng kepada Kim Jung. Tenaga Kim Jung mendadak pulih.Sepertinya Teh gingseng kegemaran Agun manjur untuk menghilangkan kelelahan.

“ Kamu sepertinya kelelahan ,” kata Agun.

“ Ya , semalaman aku mengetik tentang dirimu ,” ujar Kim Jung.

“ Hm, apa kamu tuliskan didalam artikel bahwa aku bakal jadi nomor lima dari belakang ?” tanya Agun .

“ Tidak , justru sebaliknya ,” ucap Kim Jung .

“ Terima kasih ,” ucap Agun , kesal.

“ Wah , Ia kelihatan manis pada saat tersenyum . Aku merasa seperti diberhadapan dengan seorang Pangeran ,” kata Kim Jung dalam hati.

“ Agun tau nggak kamu . Selama aku mewawancarai dirimu . Kamu selalu saja menjelekkan namamu sendiri . Tetapi aku tidak mau mengetikkan perihal jelek tentang dirimu . Sebaliknya aku hanya mengetikkan semangatmu yang sesungguhnya kedalam artikelku . Agun tidak mungkin rasanya kamu meraih nilai lima dari belakang. Karena…”

“ Jangan banyak ngomong !!! ayo kita latihan lagi ,” kata Agun dengan suara lantang.

“ Uhh , makin ngeselin aja ,” gumam Kim Jung.

Dihari minggu Kim Jung mengunjungi Agun yang tengah berlatih. Agun sedang push up dengan posisi handstand kemudian bersalto split berdiri posisi jam 6.12.

“ Halo , Agun kamu dari tadi latihan terus ,” kata Kim Jung.

“ Eh , Kim Jung . silahkan masuk .”

“ Mau minum apa ? “tanya Agun .

“ Wah, sopan sekali dia . Beda dengan kemarin ,” gumam Kim Jung.

“ Tidak terima kasih .”

“ Agun , sebenarnya kamu punya nggak sih semangat untuk menang ?”

“ Menang atau kalah adalah urusan nanti . Lagi pula dari pada memikirkan menang dan kalah lebih baik kita berlatih keras ,” jawab Agun. Kim Jung memperhatikan Agun mengelap keringatnya. Dari gerakan mengelapnya sudah dapat dipastikan Ia sangat giat berlatih untuk mencapai kemenangan.

“ kenapa bertekad untuk menjadi nomor 5 dari belakang ?” tanya Kim Jung.

“ Nomor 5 ataupun nomor 1 itu hanya angka . Lebih baik melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan orang lain bisa lakukan .”

“ Benar juga dia .”

Agun memperhatikan penampilan kim Jung. dengan Rambut Kim Jung yang sepunggung tergerai rapi kebelakang. Agun tidak bisa membohongi perasaannya. Ia sebenarnya naksir sama Kim Jung.

“ Ia menatapku dengan tatapan senang . Benar dugaanku Ia bukan homo ,” kata kim Jung dalam hati.

“ Agun , aku mau tanya ,” kata Kim Jung.

Hati Kim Jung berdebar – debar .

“ Kamu sudah punya pacar ?” tanya Kim Jung.

Pertanyaan Kim Jung membuat risih Agun.

“ Ngapain tanya begituan sana pulang !!!” hardik Agun.

“ Maaf, kalau kamu tersinggung , aku cuma….”

“ Pulang sana aku mau latihan lagi !!” usir Agun.

Kim Jung bergegas pergi tanpa menengok lagi kebelakang. Sesampainya dirumah Kim Jung lari kekamar. Untuk kali ini Kim Jung tidak kuasa menahan tangis, Ia jatuh tertelungkup diatas tempat tidur sambil mendekap bantal. Meski hatinya telah disakiti Ia memaksakan diri untuk menyelesaikan artikel terakhirnya mengenai Agun . Ia menahan diri agar tidak menulis sesuatu yang jelek mengenai Agun. Dari artikel Ia terus berusaha untuk menyadarkan Agun dari frustrasinya.

Agun adalah atlit profesional yang keras dalam kemauan untuk meraih juara dikelas internasional . Ia berlatih disaat semua sedang sibuk berekreasi. Mengenai kehidupan pribadinya banyak yang menyangka Ia adalah gay, tetapi sesungguhnya dia adalah cowok tulen. Sebagai pasangan dance aku bertanggung jawab untuk membuatnya nomor satu dalam kompetisi aerobic dance berpasangan 3 bulan lagi. (Save/send).

Kim Jung kembali tertelungkup dan menangis merasakan sakit dihatinya.

Pada bulan ke2 Kim Jung meneruskan latihannya bersama Agun. Biarpun hatinya sakit. Ia tetap dapat menyamai kecepatan Agun yang tidak pernah berkurang setiap kali latihan.

“ Agun coba kamu berdiri didepanku , deh .”

“ Oh , ada gerakan baru rupanya.”

Setelah Agun tepat berdiri didepannya, Kim Jung melayangkan tendangan salto kebelakang tepat mengarah kedagu Agun. Agun reflek mengelak seraya ikut bersalto kesamping. Secepat angin Agun melompat split dan berputar kearah belakang Kim Jung .

“ Kim , maaf soal kemaren ,” ujar Agun seraya mendekap Kim Jung.

Sun Ji dan Keo mengintip mereka dari jendela.

Wah , cepat sekali Agun mengelak ,” kagum Sun Ji.

“ Telat sedikit saja Agun pasti tidak bisa ikut Kompetisi ,” sahut Keo.

“ Oh, dekapannya terasa hangat , bahkan lebih hangat dari pacar pertamaku .”

“ Yes , itu yang kuharapkan ,” gumam Kim Jung.

Agun melepaskan dekapannya berlahan. Kim Jung merasa lega karena Agun secara kebetulan bisa menghindari tendangannya. Jika tidak kemalangan tentu tidak dapat dihindari.

Pada hari kompetisi banyak paserta atlet dari kampus lain turut serta bertanding dengan style erobik menggunakan tarian dari negeri lain Irlandia , Scotland , kabaret dan banyak lagi. Kim Jung dan Agun saling berhadapan satu sama lain seraya melakukan pemanasan ringan. Suasana kian riuh pada saat para atlet memperagakan kehebatan mereka dalam aerobic dancing.

“ Terima kasih untuk membantuku Kim ,” ucap Agun.

“ Kembali ,” jawab Kim Jung ,tersenyum.

“ Kamu yakin masih mau meraih nomor lima dari belakang ?” tanya Kim Jung.

“ Ya .”

“ Huh , masih saja lihat saja nanti ,” gumam Kim Jung .

. Selang waktu 2 jam tiba saatnya Agun dan Kim Jung menunujukkan kebolehan mereka dalam aerobik dancing berpasangan. Mereka menunjukkan keserasian yang tidak tertandingi dalam melakukan 3 style gerakan tari yang dipadu dalam Aerobik Dance. Balet Jazz , Tanggo dan Flamenco mereka lakukan dalam semangat dan ketepatan dalam gerak yang dibarengi oleh alunan musik jazz..Berkat kekompakan mereka para juri menilai mereka sebagai juara 1 erobik dance berpasangan.

“ Hebat, Agun Sorak Keo dan kawannya !!! ”

Tetapi temannya terheran melihat Agun berdiri membelakangi mereka. Seolah tidak senang dengan hasil yang telah Ia dapatkan.

“ Agun , maaf ya . kalau kamu mau marah padaku silahkan. Sebenarnya aku cuma mau kamu berhenti terus – menerus membohongi dirimu sendiri ,” pasrah Kim Jung

Teman – temannya turut menunggu jawaban dari Agun .

“ Aku tidak akan marah lagi. Justru aku mau berterima kasih denganmu ,” ujar Agun.

“ Selama ini aku akui , aku selalu menjelekan namaku sendiri. Tetapi kini aku sadar ternyata negeraku bukanlah satu – satunya tempat bagiku untuk meraih juara satu. Aku cuma mau mengatakan suatu hal padamu ,” kata Agun.

Mendengar ucapan Agun Hati Kim Jung berdebar kencang.

“ Kim Jung , aku suka padamu dan terima kasih atas pertolonganmu ,” ucap Agun .

Yahooo!! Sorak teman – temannya.

“ Oh , Agun .”

Kim Jung meletakkan kepalanya didada Agun. Agun mendekapan lembut Kim Jung.

“Agun-ui beraerobikneun yeong-wonhi dangsingwa hamkke chum-eul gyesoghaeseo (Agun Selamanya aku akan terus beraerobik dance denganmu) .”

“geuleohge doel ( itu pasti),” jawab Agun. Sambil Mencium Tangan Kim

Jung

“ Kim , apa kamu membawa handuk yang kamu buat untukku ?” tanya Agun.

Kim mengangguk penuh perasaan haru . Ia segera membuka tas sport dan mengambil handuk merah putih. Lalu diberikan pada Agun.

“ Gamsa (Terima kasih) Kim Jung . Aku akan selalu mengeringkan keringatku dengan handuk buatanmu ini ,” kata Agun. Dengan bangga diselempangkannya handuk dileher.

“ Agun , gimana kalau kita kediskotik untuk merayakan keberhasilan kita ?”

“ Kamu pasti akan mendapatkannya apa yang kamu minta ,” ujar Agun seraya mencium tangan Kim Jung.

Kim Jung menatap kesungguhan diwajah Agun .

“ Sungguhkah ?” tanya Kim Jung seraya meneteskan airmata haru.

Sehari setelah kompetisi disebuah diskotiq Agun dan Kim Jung kembali menunjukkan kebolehannya dalam dansa Regge disebuah Diskotique. Seterusnya Agun dan Kim Jung terus berlatih hingga masuk dalam perlombaan taraf internasional.