Oleh : starrynight
Kalau aku minum lagi, aku tidak akan bisa pulang sendiri. Pasti aku dia disini lagi sampai pagi, syukur kalau ada yang kasihan dan mengantarku pulang ke rumah.
Tapi itu juga kalau orangnya baik. Kalau orangnya tidak baik pasti aku dibawa entah kemana. Hotel? Sudah biasa. Apartemen? Asal aku masih diperbolehkan pulang sih santai aja.
Kalau aku dibunuh gimana? Terus anak-anakku mau sama siapa hidupnya? Bapak mereka? Aku bahkan lupa siapa bapak mereka. Yang pasti bukan orang yang sama.
Orang tuaku pasti juga tidak mau tahu. Aku juga tidak peduli dengan mereka kok. Lalu sama siapa? Tetangga sepertinya masih lebih baik daripada orang tuaku.
Cuma seteguk lagi kenapa susah sih. Tumben aku mikir sampai kemana-mana, aku pasti sudah mabuk. Eh jangan mabuk dulu, ada laki-laki ganteng di ujung bar sana, menunggu untuk dicicipi.
***
'Neng, neng! Bangun neng!' seorang laki-laki tambun mengguncag sesosok tubuh wanita muda yang tergeletak dengan make-up acak-acakan di lantai toilet. Bau alkohol terasa menyengat dari tubuh wanta itu.
Wanita itu mengerang perlahan. Syukurlah masih hidup, batin si lelaki tambun. Tergeletak begitu saja di lantai toilet, sudah tak bersepatu dan mungkin juga tak berpakaian dalam. Untung tubuhnya masih tertutupi gaun.
Zaman memang makin gila.
Blog untuk memajang hasil karya partisipan #WritingSession yang diadakan setiap jam 9 malam di @writingsession. Karena tidak ada yang bisa menghentikan kita untuk berkarya, bahkan waktu dan tempat.
Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!
Tampilkan postingan dengan label Dugem. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dugem. Tampilkan semua postingan
Senin, 16 Mei 2011
TERJEBAK RASA DI UJUNG MALAM
Oleh: Momo S. (@mazmocool)
http://bianglalakata.wordpress.com
Botol-botol beraneka warna dan bentuk menjadi saksi hingar bingar musik malam itu. Seorang wanita muda usia belasan tersudut di sofa coklat ruangan itu. Cahaya warna warni bergantian membias di bola mata mungilnya. Warna warni yang tak seindah perjalanan hidupnya. Perjalanan hidup seorang gadis muda yang dipaksa menjadi dewasa dari usia sebenarnya karena keterpurukan ekonomi keluarga.
Bibir mungilnya mencecap minuman yang tersaji di depannya. Beberapa puntung rokok telah menemaninya sepanjang malam Minggu ini. Puntung rokok seorang lelaki muda, manajer kafe, yang selalu setia menemaninya dan baru saja pamit meninggalkannya untuk suatu alasan. Sesekali dia membetulkan letak rok hitam mininya yang senada dengan stokingnya. Dihentak-hentakkannya sepatu hak tingginya mengikuti dentuman musik. Kepalanya mengangguk-angguk seakan ingin menumpahkan segala beban pikiran yang ada.
Pandangan visualnya terantuk pada sosok-sosok yang tengah menikmati kesenangan sesaat itu dengan berbagai macam gaya. Tua muda, laki-laki dan perempuan beradu gerakan seiring musik yang terus menjerit. Aroma minuman bercampur dengan keringat menambah kelam suasana malam. Bahkan beberapa diantaranya sudah berada di ambang batas kesadarannya. Sepertinya tak ada lagi batas antara suka dengan dosa.
Malam itu adalah malam Minggu ke-enam dia kembali larut dalam kehidupan malam. Suasana malam itu tiba-tiba terasa berbeda. Hingar bingar musik hilang bersamaan dengan masuknya beberapa orang berseragam coklat. Razia. Gadis muda itu tampak pasrah seandainya dia harus kena razia malam itu. Dan ternyata malam itu dia menjadi bagian dari beberapa gadis muda yang terkena razia. Dimatikannya puntung rokok yang belum habis setengahnya.
Dia bersama dengan beberapa gadis muda lainnya digiring petugas ke markas, karena masih di bawah umur. Gadis-gadis muda yang semuanya adalah Pemandu Lagu itu, tertunduk lesu di mobil petugas yang mengangkut mereka. Termasuk dia. Dia juga tertunduk dalam perasaan yang bercampur aduk. Hingar bingar musik kembali pecah saat petugas selesai melaksanakan tugasnya.
Jarum pendek menunjuk angka dua, saat mereka menginjakkan kaki di markas wilayah hukum tempat kafe itu berada. Dia langsung digiring ke ruang kepala, sementara yang lainnya digiring ke ruang penyidik. Di dalam sebuah ruangan mereka bergantian menjawab pertanyaan yang diajukan penyidik.
Di dalam ruang kepala, dia terbenam dalam dua perasaan. Perasaan senang dan sedih.
"Selamat Sinta. Kamu sudah menjalankan tugasmu dengan baik," kata kepala yang bernama Reni.
"Kami mengucapkan terima kasih atas kerja samanya," kata ibu Reni lagi sambil menyodorkan sebuah amplop.
"Iya bu sama-sama. Saya juga mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan," jawab Sinta.
"Terus bagaimana nasib teman-teman saya Bu?" tanya Sinta sambil memasukkan amplop ke dalam tas kecilnya.
"Berdasarkan informasi dari kamu, karena mereka semua masih di bawah umur, mereka akan kami pulangkan ke keluarga di daerah asal masing-masing. Kami juga akan mengusut tuntas kasus perdagangan anak ini," jawab ibu Reni tegas.
"Syukurlah Bu, kalau begitu. Semoga bisa diusut dengan tuntas dan bisa ditemukan dalangnya," kata Sinta.
"Nah, sekarang kamu pulang diantar anggota saya. Salam sama ibu kamu semoga cepat sembuh. Semoga uangnya cukup untuk membantu biaya pengobatan beliau," kata ibu Reni sambil mengantarkan Sinta keluar ruangan.
Sinta segera pamit dan tanpa pamit pada teman-temannya yang masih diinterogasi, Sinta masuk ke mobil petugas untuk diantar pulang. Dalam gelisah Sinta meninggalkan markas itu. Matanya tertumbuk pada sebuah papan nama kafe saat mobil itu melewatinya. Kafe tempat dia ditugaskan mencari informasi tentang gadis-gadis seusianya yang dipekerjakan di sektor berbahaya.
Sepanjang perjalanan pulang, pikiran Sinta tidak pernah lepas dari bayangan seorang laki-laki. Manajer kafe yang mencintainya apa adanya. Laki-laki yang selama enam minggu telah membuatnya merasakan keindahan semu dunia malam. Rasa cintanya yang besar pada laki-laki itu membuat Sinta tak mampu membuka informasi kalau laki-laki itu adalah dalang dari praktik perdagangan anak di kafe itu. Sinta pun pasrah dalam gelisah. Terjebak diantara cinta dan tugas mulia.
Asap Alkohol
oleh: @allirf3424
"Gin," ujar pemuda itu kepada bartender, dengan wajah pasifnya yang sudah terlampau familiar di klub itu. Rambut hitamnya di atur dengan gel, gaya berantakan yang disukai kebanyakan perempuan. Pakaiannya biasa saja, meskipun tulisan GUESS di t-shirt putih yang dipakainya di bawah blazer hitamnya sudah membuat beberapa wanita mulai meliriknya dengan penuh minat. Itu sajalah yang akhir-akhir ini diperhatikan orang, merek dan harga. Oh, termasuk dia juga, kok. Dia tidak akan munafik dan berkata dia tidak tertarik dengan semua itu.
Antara pelacur atau putri pemilik grup besar di Jakarta, ia pasti akan memilih yang kedua. Meskipun yang pertama mungkin akan lebih profesional dalam memuaskan kebutuhannya. Tapi setengah saham dari salah satu perusahaan media terbesar di Indonesia terlalu menggiurkan. Satu alasan yang membuatnya terus mengencani Jessica. Dari namanya saja mungkin sudah bisa ditebak, perempuan itu blasteran Canada. Cantik, jelas.Mana mungkin ia akan mengencani perempuan itu jika mukanya jelek, atau jika tubuhnya gendut dan tidak langsing seperti model.
Tapi cantik dan bertubuh bagus, tidak bisa menutupi fakta bahwa perempuan itu berisik dan manja. Membuatnya muak kadang-kadang. Caranya memajukan bibirnya sok anak kecil ketika permintaannya ditolak, caranya menjerit-jerit saat ia tidak puas, katakan saja, kalau bukan merek yang tertulis di dahinya besar-besar 'Puteri Pengusaha Sukses', ia tidak akan mau dekat-dekat. Karena alasan yang sama juga, ia tidak menanggapi seorang wanita yang sedang menempelkan bagian depan tubuhnya ke punggung pemuda itu. Ia tidak menanggapi memang, tapi bukan berarti ia tidak boleh menikmatinya kan? Suara dentuman bass dan bunyi-bunyian elektrik yang mereka sebut musik memenuhi ruangan. Bau asap dan alkohol bercampur dengan aneka parfum yang dipakai orang-orang. Kombinasi yang memabukan, membuatnya hampir berbalik dan mulai membalas perlakuan wanita di belakangnya.
Pemuda itu meraih gelas yang disodorkan si bartender dan meneguk isinya. Wanita di belakang memilih saat itu untuk mulai menempelkan bibirnya ke lehernya. Murahan memang, yang biasanya ada di klub ini. Disenyumi sedikit saja langsung datang. Jenis perempuan kesukaannya.
"Ada hotel bagus dekat sini," bisik wanita itu di telinganya, dengan suara berdesah yang akan membuat kebanyakan laki-laki langsung menyerah. Tapi dia bukan pemuda kebanyakan. Kalimat sugestif begitu hanya ditanggapinya dengan sebuah seringai tak peduli. Ia baru menenggak dua gelas gin, belum cukup untuknya kehilangan rasionalitas dan menerima ajakan begitu. Tapi wanita itu juga sama keras kepalanya. Jemari menyelinap di bawah t-shirt Guess-nya. Ia hanya nyengir sedikit, membiarkan wanita itu meneruskan pekerjaannya.
"Adit?"
Pemuda itu meletakan gelasnya di atas bar, dengan santai menepis tangan si wanita.
"Hai, sayang, ada apa?"
"Apa yang dia lakukan?" tanya orang yang baru datang itu dengan tatapan curiga. Ia menyibakan rambut cokelatnya yang sebahu dan bersidekap, menunggu penjelasan dari si pemuda. Minidress selutut hitam yang membalut tubuhnya dan high-heels emas di kaki membuat perempuan itu tampak lebih menarik daripada biasanya. Suara musik dan lampu warna-warni seakan menambah gemerlap penampilan perempuan yang memang sudah pada dasarnya glamour itu.
"Perempuan itu terjatuh, Jess, tidak sengaja menabrakku," ujar pemuda itu ringan, berjalan ke arah gadis yang dipanggilnya Jessica itu dan merengkuh lembut lehernya.
"Benar? Tidak bohong?"
"Mana mungkin aku berbohong padamu, sayang," si pemuda tersenyum, mengecup pipi sang gadis sebelum merangkul bahunya, "kebetulan aku sudah ingin pulang. Dinner?"
"Jam dua pagi?"
"Ke apartemenku saja kalau begitu," si pemuda itu nyengir dan memainkan rambut pacarnya itu dengan jemari tangannya yang bebas. Ia mulai muak dengan bau asap dan alkohol, dan semua wangi parfum yang menyengat hidung. Gadis itu mengangguk, meletakan tangan kecilnya di punggung si pemuda. Semua pada dasarnya sama saja. Mencari cara untuk hidup senang. Kebetulan saja, pemuda itu memiliki standar hidup yang tinggi dan Jessica bisa mengabulkannya. Selama perempuan itu juga senang, tidak ada salahnya bukan?
Are You Screaming (?)
by : Priskila Eirene (@heykila)
Malam minggu kemaren nekat mendadak pergi ke Bundaran HI bersama adik lelaki saya dan dua orang sahabatnya. Gak ada rencana sih, cuman habis hujan dan emang lagi pengen keluar sejenak. Naik motor dari Bekasi, dan akhirnya terbesit buat sekalian ngetes winter coat buat berangkat.
Jauh perjalanan kita tiba di Bundaran HI jam 12an lah. Nampak orang-orang masih ramai mulai pulang dan datang silih berganti. Ada yang pacaran, peluk-pelukan unyu, raba-raba, grepe-grepe, baring-baring, merokok, berbincang. Dan juga ada komunitas sepeda yang sedang happening banget sampai pengendara sepeda yang khusus menjajakan kopi saset siap seduh. Ramai. Manusia dengan segala macam bentuk duduk mengitari sekitaran patung selamat datang itu.
Satu jam asik foto-foto absurd sambil tertawa-tawa, tiba-tiba lewatlah sebuah mobil hitam (lupa merk –nya) yang atapnya ada bolongan. Muncul dari atasnya seorang perempuan. Rambut panjang tergerai, memakai baju seksi. Pertama emang gak merhatiin sampai akhirnya adek gue teriak ke arah mobil itu “Mbak, hati-hati mbak” spontan gue ngeliat ada apaan sih.
Perempuan yang nongol dari bolongan atas mobil itu sedang asik joget sambil lagu jedag jedug terputar nyaring dari dalam mobil tersebut. Tangannya di angkat ke atas sambil berteriak setengah loncat-loncat “uwuuuuuuuuu wuuuuuuuuh” “uwooooooooooooh” “yeaaaaaaaaaaaaaaah” dengan asiknya tanpa dia sadari satu Bundaran HI udah cengok ngeliatin dia. Mungkin dipikirnya mobil itu clubing berjalan atau entahlah apa yang ada di pikirannya namun yang jelas dia memang sejenak membuat Bundaran HI hening beberapa saat. Dan saya yakin perempuan itu pasti abis mabok maicih level 10. Karna kayaknya orang yang masih setengah sadar mabok aja masih mikir mau kaya gitu.
Di lampu merah bundaran tiba-tiba mobil itu berhenti. Yap, si perempuan yang asik joget-joget disko itu menoleh ke arah bundaran sambil melihat orang-orang yang udah dari tadi cengok ngeliatin dia. Sambil setengah teriak tangannya melambai ke arah kita dan berteriak “ Come ooooooooon!” JENG JEEEEEEEEEEEENG! Alhasil seperti yang mungkin ada di pikirkan kalian saat membaca cerita ini semua orang rame-rame nyorakin ni perempuan sambil ada yang teriakin “NORAK LO!!” “PEREK!!” “SINI LO TURUN!!” ada yang ngetawain se ngakak-ngakaknya ada juga yang ikut-ikutan joget. Sambil ngelarang adek gue buat fotoin perempuan itu akhirnya mobil itupun berlalu. Dan mulailah keluar nynyiran berjamaah dari mulut ke mulut.
Malam itu, mungkin bisa di bilang satu Bundaran HI merasakan satu euforia yang sama. Karna setelah mobil itu berlalu suasananya jadi rame, dan semua tertawa bersama. Euforia yang terjadi akibat satu mobil membawa cewek mabok.
Tapi entah mengapa saya malah memikirkan perempuan itu. Semacam kasihan. Karna pada dasarnya apapun yang terlihat bahagia di bawah pengaruh buruk pasti ada sakit dari dalam.
01:47 meninggalkan Bundaran HI
#nowplaying Adele – Hometown Glory
“I like it in the city when the air is so thick and opaque. I love to see everybody in short skirts, shorts and shades. I like it in the city when two worlds collide. You get the people and the government. Everybody taking different sides”
01 AM
Oleh Abi Ardianda
From : Schatje (+32494355xxx)
Come out. Now. Or we're done.
Aku menguap dalam sebuah club malam, bayangkan.
***
14/05/2011 - 04 PM
From : Schatje (+32494355xxx)
Sorry, i'can't. It such a crazy time in restaurant, i'll let you know when i'm finish. Love.
From : Teteh (+32478969xxx)
Neng, ngga kemana-mana? Teteh main ke rumah, ya!
To : Teteh (+32478969xxx)
Ngga, ko. Asyik, beneran teh? Ditungguin, ya!
To : Schatje (+32494355xxx)
DO YOUR THING!
14/05/2011 - 06 PM
"Selamat ulang tahun, Neng!"
"Besok juga ulang tahunnya. Aduh teteh meni ngasih kado segala. Apa ini teh?"
"Buka aja. Nanti nggak surprise lagi, atuh."
"Hehe. Nuhun ya teh."
"Iya. Kamu kurusan sekarang, Neng?"
"Masa?"
"Iya ih. Banyakin makan atuh."
"Udah, kok. Ini mah kecapean aja teh banyak tugas dari kampus. Eh kemarin pulang ke Indonesia kumaha si mama sehat?"
"Sehat. Cuma melang cenah, khawatir bisi kamu masih rajin keluar malem."
25/02/2009 - 11 PM
"If you love me, you have to stop goin out in the night."
"Why should i?"
"Do i still have to answer?"
"Don't be naive, when we were first time we meet, huh?"
"That's not the kind of life i want to have."
"So who was last night?"
03/03/2009 - 04 AM
To : Schatje (+32494355xxx)
Pick me up, Dear. I need you. I do regret.
14/05/2011 - 08 PM
To : Schatje (+32494355xxx)
Finish working?
14/05/2011 - 09 PM
From : Schatje (+32494355xxx)
Almost.
It's my birthday night. And it isn't happen everyday.
Unsent.
14/05/2011 - 10 PM
From : Alma (+32448663xxx)
Darling, whataya doin now? Let's join us in TAO, so bored here without you, bitch! Haha.
To : Alma (+32448663xxx)
I'm waiting for Marc. He's still in his office.
From : Alma (+32448663xxx)
What the hell u're thinking of? He won't coming! Wake up!
14/05/2011 - 11 PM
To : Alma (+32448663xxx)
I'm on the way to TAO. Where are you?
From : Alma (+32448663xxx)
Dying in the paradise already, darlin.
14/05/2011 - 11.45 PM
Aku berpikir acak. Dia. Mama. Usiaku yang lima belas menit lagi genap menginjak sembilan belas. Uang di dompet yang tersisa beberapa lembar euro. Masalah dengan redaksi majalah di Jakarta menyangkut cerpenku yang tidak lolos sensor.
Pijar lampu yang berganti hidup dan mati, ke sana ke mari, warna-warni seolah berperan sebagai wastafel. Pikiran-pikiranku tadi seperti air yang disedotnya sampai habis. Aku bahkan tak sempat menyaksikan tubuh-tubuh berjingkrak seirama. manusia-manusia sinting yang menurun naikan resleting di ruangan bau pesing. Aroma sebotol sampagne seharga seratus euro yang dibayar patungan olehku dan teman-teman seperti parfum seperti menculikku dari itu semua.
Ponselku bergetar.
15/05/2011 - 01 AM
From : Schatje (+32494355xxx)
Come out. Now. Or we're done.
Hei, lelaki. Jangan salahkan perempuanmu bila ia melakukan sesuatu yang kau tak suka. Ia melakukan itu bukan tanpa alasan.
SEKIAN
Langganan:
Postingan (Atom)