Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!
Tampilkan postingan dengan label Belanja. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Belanja. Tampilkan semua postingan

Minggu, 21 Agustus 2011

Belanja Hati Baru

Oleh: @dhanarun
http://dhynhanarun.blogspot.com/

Supermarket ini tak ubahnya dengan pasar tradisional. Penuh sesak. Barang-barang dagangan berserakan dengan berbagai macam bentuk dan tampilan. Orang-orang berlalu lalang tanpa kenal lelah mengitari barang-barang itu. Tak ada lagi kesan berbelanja dengan santai dan nyaman seperti iklan-iklan yang selama ini muncul di media elektronik dan cetak.
Dan aku ada disana, tepat dibelakang ibu-ibu gendut yang sibuk meneliti harga sebuah merk minyak goreng dan membandingkannya dengan merk yang lain. Ibu itu menghalangi hampir seluruh lorong supermarket bagian keperluan dapur. Aku yang tepat dibelakangnya, dengan keranjang yang jauh beda dengan ibu tersebut, mencoba sabar dan iseng melirik bumbu tepung serba guna disisinya. Aku setengah melamun, memikirkan apa yang akan aku lumuri dengan tepung itu. Ayam atau udang? Ayam saja sepertinya. Lebih gampang dan umum. Pacarku pasti kaget jika tiba-tiba dia mencium wangi ayam goreng panas sekaligus wangi minyak wangiku dalam satu ruangan yang sama. Dia bilang aku tidak berbakat di dapur. Kerjaanku merepotkan pembantu saja dengan selera makananku yang sok sok bergaya barat. Mau spaghetti lah, mau kentang goreng atau burger dengan ukuran jumbo lah. Akan aku buktikan kalau ucapannya itu tidak masuk akal. Aku mungkin tidak akan langsung masak spaghetti, tapi ayam goreng bukan sebuah awal yang buruk koq. Ku ambil dua bungkus tepung bumbu itu dan jadi penghuni pertama keranjang merahku.
Ibu gendut si penghalang akhirnya pergi begitu saja tanpa mengambil minyak goreng pun. Aku bernafas lega akan hal itu tapi itu tidak berlangsung lama. Karena ada ibu-ibu lain, yang untungnya masuk dalam ukuran kurus, yang mulai melakukan hal yang sama persis yang dilakukan dengan ibu-ibu gendut yang tadi. Sepertinya aku ambil jalan ke lorong lain saja.
Aku melirik lorong bagian makanan ringan dan permen. Disana malah lebih penuh sampai berdesak-desakan. Aku terpaksa memilih lorong lain untuk sampai ke bagian tengah supermarket. Dalam hati aku sedikit kecewa. Padahal aku ingin mencari coklat pasta kesukaan pacarku. Mungkin aja ada diskon di hari menjelang lebaran ini. Aku bisa beli dua kotak, untuk pacar dan untuk aku sendiri. Pacarku komentar lagi soal kebiasan ngemil aku ini. Katanya aku terlalu kurus, terlalu kecil untuk seorang anak kuliahan dan terlalu cuek dengan kesehatanku sendiri. Tidak mau makan nasi, kalau makanpun hanya bisa beberapa suap. Tapi kalau ditawarin cemilan, aku bisa habiskan semuanya hanya dalam hitungan menit. Huh, pacarku itu Indonesia sekali. Dia tidak akan bilang sudah makan kalau yang tadi dimakannya adalah bukan nasi. Padahalkan makanan seperti roti kering atau keripik kentang juga mengeyangkan. Kamu hanya butuh makan sedikit lebih banyak. Lagipula kebiasaannya ngemil coklat pasta kan karena aku suka memberi coklat pasta jatahku, lalu dia jadi ketagihan. Dia sendiri yang akan protes jika makanan kecilnya itu tak tampak. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk kembali ke lorong itu ketika suasana agak kosong.
Langkahku jadi tak tentu sekarang. Setiap lorong yang ingin ku datangi selalu saja penuh sesak dengan ibu-ibu. Mereka sibuk memburu barang-barang yang berlabel diskon tanpa tidak peduli dengan keranjangnya atau bagian badan mereka sendiri menghalangi jalan bagi orang lain. Untung saja badanku lumayan ramping sehingga bisa menyelinap keluar dan tidak terkurung lama diantara ibu-ibu yang seperti kesetanan itu. Aku perlu daerah yang agak sepi untuk mengecek belanjaanku, daerah yang cukup untuk menenangkan diri dan bernafas santai. Ternyata bagian makanan beku cukup sepi. Aku mengangkat keranjangku yang sekarang setengah isi kesana dan tak sengaja melirik tumpukan kentang beku yang berselimut es. Apa aku beli ini juga ya? Uangku masih cukup koq untuk barang dadakan ini? Tapi tiba-tiba aku teringat dengan ucapan pacarku. Dia mengungkapkan kenapa aku bisa punya selera makan yang kebarat-baratan dan kurus kering seperti ini. Dia bilang ini semua gara-gara makanan yang serba instan, yang tinggal tambah air atau dimasukan ke minyak panas. Aku piker apa salahnya dengan semua itu. Kehidupan sekarang semakin gampang dan instan. Kita harus mengikutinya atau kita akan tertinggal jauh kebelakang. Pacarku benar-benar kuno. Dia selalu bersikeras makan di tempat yang makanannya cepat basi, tanpa AC atau menu-menu modern. Cukup! Aku muak dengan semua hal itu. Dia memang pacarku, orang yang sayang sama aku tapi tidak berhak mengekangku. Satu bungkus kentang beku jatuh tepat dikeranjangku dan aku mantap membelinya tanpa peduli apapun kata pacarku nanti.
“ Sudah selesai?” pacarku yang tampak asyik mengamati peralatan elektronik sadar akan kehadiranku dan menyapaku dengan senyuman khasnya.
“Sudah” aku membalas senyumannya itu dengan jantung berdebar cukup kencang. Sang pacar mengambil alih keranjang merah itu dari tanganku dan mengamati isinya. Inilah saatnya.
“ Sayang, kamu gak baik kalo makan makanan beku kayak gini terus” tunjuknya pada barang paling atas di keranjangku.
“Tapi . . “ aku tak sanggup mengucapkan satu katapun dibawah tatapannya yang lembut tapi tegas itu.
Sang pacar langsung mengeluarkan kentang beku seharga hamper lima puluh ribu itu dan menyimpannya asal di rak bagian kabel telepon.
“ Kan aku udah bilang, lebih baik kamu beli kentang mentahnya, kupas sendiri, potong sendiri, dan goreng sendiri. Pasti sama enaknya koq” Dia tersenyum sebentar lalu mulai kembali memeriksa belanjaanku lagi.
“ Tapi kamu bilang aku gak bisa masak?” sela aku sambil sedikit cemberut.
“ Tapi kamu niat buat berubah, kan?” sambungnya sambil menunjukan dua bungkus tepung bumbu. “Aku seneng kamu mau berubah dan ngikutin kata-kata aku”
Aku agak tersipu malu mendengar itu. Aku memang bandel, suka melawan dan sangat keras kepala untuk berbagai urusan dalam hidupku. Tak peduli apakan itu benar atau salah, aman atau mengancam jiwaku sendiri, yang penting aku suka dan aku bisa mendapatkannya. Sang pacar disini sama keras kepalanya dengan aku. Setiap hal sekecil yang buruk dan tak pantas dipertahankan dari diriku sudah dia bahas hingga habis. Kadang aku berubah untuk sementara tapi aku seringkali lebih suka melawannya. Dia melakukan hal itu karena dia peduli dan sayang dengan aku. Dia menangkapku saat aku akan terjatuh.
Aku bisa saja belanja berbagai macam barang yang aku suka. Tapi ada satu hal yang takkan aku ambil dan masukan ke keranjang merah itu, sebuah hati baru. Hatiku sudah terlanjur dia ambil dan simpan ditempat yang paling dalam dan aman. Kalaupun dia melihatku membeli hati baru, dia akan menyaringnya terlebih dahulu, seperti saat ini.
“ Oke, oke, oke . .” sang pacar kini telah selesai mengecek barang dan menawarkan lengannya untuk mengandengku menuju kasir. Oooh, betapa beruntungnya diriku ini. Aku terlalu angkuh untuk menyadari semua itu.
“ Bentar” dia tiba-tiba berhenti tepat didepan penjaga kasir yang sudah siap menanti “Coklat pasta aku mana?”

Dhyn Hanarun~200811

Perdana ke Mall

Oleh : Rahmi Afzhi W. (@Afzhi_)

Lagi-lagi, cewek yang merangkap sebagai sahabatku ini membujukku.
“Des, ayo dong! Temenin aku ke mall hari ini. Nanti aku beliin
baksonya Mbak Mus deh!” Aku tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Aku
tidak pernah mau menolak tawaran untuk menikmati bakso terenak dari
semua bakso yang pernah singgah di perutku ini.
“Hmmm… Baiklah! BTW, tumben banget, Lin?”
“Kemaren dikasih duit sama tanteku.”
“Maksudku bukan itu. Tapi, tumben kamu mau berfoya-foya!” Aku sedikit
menekan kata berfoya-foya. Karena bukan Lina namanya kalau mau diajak
belanja apalagi ke mall. Pernah dia mengatakan padaku, sepanjang
hayatnya belum pernah kakinya menginjak yang namanya lantai mall
karena harganya mahal dan sama saja dengan berfoya-foya.
Aku tidak bisa membayangkan Lina yang perhitungan dengan uang itu
belanja di mall. Belanja di pasar tradisional saja, dia sering kena
terompet tahun baru alias kena omel oleh para pedagang. Bagaimana
tidak, sayur bayam seikat yang harganya Rp2.000,- dia tawar menjadi
Rp300,-. Kalau pedagangnya tidak mau ditawar, dia malah mengumpat
sepanjang jalan. Mentraktirku makan bakso Mbak Mus hanya satu kali
sebulan. Itu pun ketika akhir bulan disebabkan sisa uang jajan yang
telah dihematnya dengan begitu hemat selama satu bulan.
Pernah waktu pertama kali jajan di warung baksonya Mbak Mus. Lina
malah marah-marah di depan wanita setengah baya itu. Mbak Mus tidak
mau menerima tawaran dari Lina untuk menurunkan biaya makan kami hari
itu. Harga semangkok bakso adalah Rp 6.000,-. Kalau makannya dua
mangkok tentu menjadi Rp12.000,-. Tapi, Lina yang saat itu niatnya mau
mentraktirku malah menawar dengan harga Rp6.000,- per dua mangkok.
Akhir berakhir cerita, makan bakso hari itu menggunakan sistem BSS
alias Bayar Sendiri-Sendiri.
Namun, ada juga keuntungan pelitnya Lina. Di saat uang saku perbulan
yang diberikan Bunda sudah menipis padahal tanggal satu masih lama,
maka aku akan meminta saran dari Lina. Tentu dia bisa memberikan
cara-cara jitu penghematannya.
“Ini bukan berfoya-foya. Tapi harga diri!” jawab Lina beberapa saat kemudian.
“Harga diri?”
“Iya! Harga diri di depan Halim!”
“Kok Halim?”
“Soalnya, kata si Wendy teman dekatnya si Halim, Halim itu suka sama
cewek yang belanjanya ke mall. Bukan ke pasar becek.”
“Hahahahaha,” aku tertawa lebar. Selebar mulut harimau. Untuk yang
kesekian kalinya Lina dibohongi Wendy. Sudah jelas-jelas Halim itu
nggak suka banget sama Lina yang pelit. Terbukti setiap Lina tersenyum
kepadanya, dia malah mengepalkan tinjunya kepada Lina. Tapi Lina masih
saja mengejar-ngejar. Walau pun aku sering mengingatkan bahwa Halim
benci padanya, tetap saja dia tak percaya. Wendy yang doyan sama uang,
memanfaatkan pepatah ‘Mengambil kesempatan dalam kesempitan’ selalu
memberikan info-info nggak jelas tentang Halim kepada Lina dengan
hasil dia dibayar oleh Lina. Tentunya dengan bayaran yang murah Rp
500,- per info.
*
“Besok ke mall. Ye! Baru sekali ini lho. Hehehehe.” Inilah status
facebook Lina malam ini. Terdapat beberapa komentar di bawahnya. Ada
yang bilang norak, katrok, jadul, dan nggak gaul. Tapi ada pula yang
menganggap bahwa itu adalah lelucon dari Lina. Sebuah status
lucu-lucuan agar orang-orang kasih jempol buat statusnya. Terlihat
dari sebuah komentar yang mengatakan, “Becanda aja lo. Bilang aja
pengen eksis dan banyak yang like. Ya kan?” Aku hanya bisa
geleng-geleng kepala sambil tersenyum kecil membacanya.
“Wah! Mall itu gede ya Des!” ujar Lina saat memasuki gerbang mall
esok siangnya.
“Ya iyalah! Kamu kira lobang semut, kecil. Makanya rajin-rajin melihat
dunia dong. Jangan hemat duit mulu yang dipikirin.”
“Emang liat dunia caranya gimana? Pake teropong ya?”
“Argh!” Dasar loading lama. Sebel deh kalo ngomong sama dia.
*
“Kok mahal banget ya, Des? Jepitan rambut ini kalo di warungnya Pak
Rohim Cuma Rp1500,- sepasang. Lha ini Rp5.000,- sepasang.”
“Liat dulu dong. Kan lebih berkualitas dan lebih bagus.”
“Kan fungsinya sama. Eh sepatu ini harganya berapa ya? Hah
Rp250.000,-? Terlalu.”
“Mahal,” aku melanjutkan perkataan Lina.
“Eh, aku ke toilet dulu ya. Jangan kemana-mana,” lanjutku.
“Sip.”
*
Keluar dari toilet, bukannya menemukan Lina di tempat aku
meninggalkannya tadi, malah aku melihatnya sedang adu mulut dengan
seorang kasir. Aku mendekati mereka.
“ Katanya diskon 75%. Masa harganya masih beratus-ratus ribu begitu?”

“ Harga aslinya kan Rp500.000,-, Dek. Jadinya harga baju itu Rp
175.000,-, ujar kakak kasir itu dengan halus.
“Nggak bisa gitu dong. Rp35.000,- aja mbak.”
“Disini nggak bisa ditawar, dek.”
“Di pasar tradisional aja bisa. Masa di pasar modern kaya ini gak
bisa.” Perdebatan itu berlanjut dan berakhir dengan Lina ditarik
satpam mall ke luar. Aku malu melihatnya. Dia begitu liar.
Malamnya aku melihat sebuah kiriman di dinding facebooknya Lina.
“Gimana ke mallnya? Seru? Wkwkwk. Itu dari Wendy. Dan kulihat balasan
dari Lina. “Seru dari Hongkong!”. Sejenak aku tertawa kecil mengingat
peristiwa tadi siang. Dan juga ketika Lina menolakku mentah-mentah
saat menagih janjinya untuk mentraktirku makan bakso.

Maaf Ma!

Oleh: Tiara Nabila Zein (@thyrnabila )


Satu sifatku yang tak kan pernah bisa kuubah. Sekuat apapun aku berusaha, aku takkan pernah bisa menghentikan yang satu ini. Jangan kira aku hanya bergurau. Sungguh. Aku tak bohong. Aku sudah berusaha menahan diriku. Tapi, selalu ada yang membuatku gagal melakukannya.
Oke. Aku menyadari sifat borosku ini sudah sangat kelewatan.
***
Aku seorang gadis yang sedang beranjak dewasa. Allah menganugerahkan kepadaku sebuah mata yang indah. Aku mengagumi segala hal yang indah. Subhanallah. Pemandangan ciptaan Allah selalu menakjubkan. Aku menyukainya. Namun, banyak hal ciptaan dari makhluk ciptaan Allah yang berhasil membuat mataku berbinar.
Baju , sepatu , tas , dan berbagai accesoris dari designer terkenal bukankah sebuah keindahan juga? Aku lebih menyukai keindahan jenis ini. Sayang, keindahan jenis inilah yang membuatku berada di tempat ini.
Ruangan berukuran 4 x 5. Cukup lapang. Tapi terasa pengap dan dingin. Bayangkan saja sudah 3 hari ini aku tak bisa beranjak dari tempat ini. Wanita cantik itu menghukumku. Apalagi yang bisa membuat seorang ibu tega mengurung anak semata wayangnya kalau bukan karena anaknya sudah sangat keterlaluan.
***
Aku baru saja memarkirkan mobilku ke garasi rumah. Aku melangkah lemas masuk ke dalam rumah dengan 2 amplop di tanganku. Aku sudah dapat menduga apa isi dari kedua amplop tersebut.
“Mam.”
“Iya sayang.”jawab mamaku lembut sambil meletakkan majalah ke meja.
Ku sodorkan 2 amplop putih kepadanya. Aku merasa sangat bersalah kepada mamaku ini.
Aku memejamkan mataku sambil menghitung di dalam hati. Pasti sebentar lagi ia akan berubah menjadi layaknya ibu tiri.
1..2.3...
“Florentina!”
Tuh kan benar.
“Apa maksud dari ini semua?”
Aku hanya bisa menunduk sambil memainkan ujung-ujung sepatuku.
“JAWAB!” bentaknya lagi.
Aku tak mampu menjawabnya.
“Kamu tahu apa isi dari amplop-amplop ini?”
“Iya mam. Aku tahu.”
“Apa?”
“Iya mam. Aku ngaku salah. Aku sudah 3 kali bolos sekolah.”
“Terus satunya lagi?”
“SPP 3 bulan belum aku bayar.”
“Kamu kemanakan uang SPP kamu?”
Aku tak sanggup menatap wajah mamaku. Aku mengeluarkan dompet lalu menyodorkan setumpuk struk belanja.
Meski aku tak menatap wajahnya, aku tahu pasti wajahnya merah padam.
“Jadi untuk ini semua kamu bolos sekolah?”
Aku mengangguk.
“SPPmu 3 bulan juga kamu pakai untuk ini?”
Sekali lagi aku mengangguk.
Terdengar desahan panjang.
“Astagfirullahaladzim.”desah mamaku.
“Masuk kamar. Kamu mama hukum! Jatah bulanan kamu mama potong setengah sampai kamu bisa mengembalikan uang SPP 3 bulanmu!”
Setengah uang saku sebulanku = SPP sebulanku. Badanku lemas. Kakiku gemetar. Ya Allah. Bagaimana nasibku? Seorang shopaholic harus “puasa” selama 3 bulan?
“Sebulan ini, sepulang sekolah kamu langsung pulang! Kamu tidak mama ijinkan keluar rumah kecuali mama yang ajak. Satu lagi, dalam satu minggu ke depan, kamu tidak boleh keluar kamar kecuali untuk makan dan sekolah. Kemarikan kunci mobil kamu!”
Ya Allah.. apa lagi ini?
***
Selama 3 hari ini aku merenung. Aku banyak berfikir. Aku sudah sangat keterlaluan. Papa bekerja siang malam mengurus perusahaan beserta cabangnya demi aku dan mama. Semua itu papa lakukan agar aku kami bisa hidup dengan layak. Tapi apa balasanku? Aku hanya bisa menghambur-hamburkan hasil kerja keras papa. Papa selalu memberiku uang saku perbulan yang cukup banyak. Setara dengan 2kali SPPku yang cukup mahal. Namun, kenapa masih saja aku merasa kurang? Aku bisa membeli beberapa pakaian , sepatu, dan accesoris dengan uang sakuku. Tapi, tetap saja. Mataku yang indah ini selalu merasa kelaparan.
Papa.. Mama.. maafin Flo. Flo janji gak akan pake uang SPP lagi. Flo mau berhemat.
***
Hari keempat aku ”dipenjara”..
Aku kedatangan tamu spesial. Setan kecilku. Ya.. aku menyebut sahabat tersayangku ini setan kecil.
“Flo, hari ini lo udah liat blognya Star boutique belum?”
“Lo tuh ya. Baru dateng nengokin sahabat lo yang lagi bored tingkat dewa gara-gara dipenjara, bukannya nanyain kabar malah..”kalimatku dipotong olehnya.
“Gue tau kabar lo pasti baik. Lo ga kurang makan disini. Dan fasilitas lo semua masih lengkap. Cuma mobil lo yang disita.”
“Iya, tapi..”
“Lo udah buka belum?”
“Belum.”
Aku tahu ke mana arah pembicaraannya. Aku berusaha menahan diri.
“Gilaa. New arrivalnya bikin ngiler. Sayang jatah gue bulan ini juga dipotong gara-gara tagihan creditcard gue membengkak.”
“Ah udahlah. Palingan modelnya gue udah punya.”
“Yakin gue, lo belum punya yang begini.”
Dinding pertahananku runtuh. Aku segera meraih laptop dan modemku. Penasaran.
Cuma pengen lihat. Kataku dalam hati.
“Wow!” kata pertama yang terlontar dari bibirku.
“Tuh kan gue bilang juga...” Sandra tak berhasil meneruskan kalimatnya karena sudah ku potong
“Yang ini San. Yang ini! Gue lagi nyari model yang kaya begini. Aduh, udah laku belum ya?” aku masih memandangi layar laptopku dengan takjub.
Gambar seorang gadis menggunakan mini dress berwarna cokelat muda dipadukan dengan blazer panjang cokelat tua dan highheels bertali sampai betis dengan warna senada. Semuanya model terbaru. Di lemariku belum ada model baju maupun sepatu yang seperti ini.
“Korean banget Flo.”
Mataku masih belum berkedip.
“Total 750.000.” bisik Sndra lirih.
Aku meraih buku tabunganku.
“Ah San. Tabungan gue udah menipis.”
“Tapi masih cukup kan?”
“Iya sih. masih ada sisa juga.”
“Ya udah. Pesen aja.”
“Tapi, gue juga lagi dihukum San. Gimana dong?”
“Ih lo dodol banget ya. Kan ada gue! ATM lo aman kan?”
“Aman. Nih!” kataku sambil menunjukkan kepada Sandra.
“Gue yang urus semua. Kalo udah dapet, gue anter ke sini.”
Mataku berbinar.
“Lo emang brilian San!”
Apa aku bilang. Setan kecilku ini selalu bisa membuat aku mengingkari janji suciku pada mama dan papa.:D big grin
Mama,papa, maafkan aku. Sekali ini lagi aja ya J

Belanja=Berbagi

Oleh: @icha_widya



Ingin ini

Ingin itu

Modelnya lucu

Tren terbaru

Kalap

Semua ingin dibeli dan dijejalkan ke dalam kantong yang nantinya akan menjadi bingkisan menarik ketika dibuka di rumah

Merasa bahagia dan bersyukur mendapat baju yang diinginkan

Sangat menyukai hingga tak mau berpisah dan dipinjamkan bahkan diberikan pada orang lain



Tapi lihatlah berapa bulan kemudian

Baju itu rasanya seperti makanan kadaluarsa yang siap untuk dilempar ke tempat pembuangan umum kapan saja

Warnanya yang kusam pun semakin menambah nilai minus pada baju tersebut

Modelnya yang ketinggalan zaman

Atau tidak lagi menjadi hot stuff di majalah-majalah remaja

Rasa sesal semakin membayangi karena dengan mudahnya mengeluarkan sejumlah rupiah untuk membelinya dulu

Dan sejumlah itu terasa berat ketika sebagian kecilnya disisihkan bagi mereka yang mungkin jarang merasakan memiliki barang baru



Belanja adalah suatu kegiatan atraktif yang digemari setiap orang karena merupakan kebutuhan dan kepuasan semata

Jika kegiatan itu dijadikan ajang untuk berbagi bukankah hal tersebut lebih bermanfaat?

Membelikan sesuatu yang menurut kita sangat berharga kepada orang lain adalah tindakan yang mulia

Selain ketulusan kita ketika berniat memberikannya diperhitungkan, kita juga diberi tantangan untuk memberikan yang terbaik pada mereka meskipun kita juga menginginkan barang tersebut

Ingat! Kita menginginkan bukan membutuhkan

Jika kau merasa hatimu berbunga-bunga dan merasakan kebahagiaan yang serupa dengan orang-orang yang kau beri barang tepat guna, maka itulah keikhlasan dan kebahagiaan hakiki



--

always try a little harder, even when you think you've done all you can


cha's

Ia Jual, Aku Beli.

Oleh: @mailida

Matahari sudah bersiap untuk terbenam. Aku sedang asyik berjalan kaki menyusuri daerah Dago. Riuh rendah suara pedagang yang sedang menjajakan dagangannya terdengar harmonis dengan suara mobil yang berseliweran. Kolak, candil, es kelapa muda, menjadi pemandangan umum yang aku lihat di sepanjang jalan setiap bulan ramadhan.

“ Pak, café Gotcha dimana ya pa ?” Seorang petugas parkir ku hampiri. Dia menggeleng. Sepertinya ia terlalu sibuk hanya untuk menanggapi pertanyaanku.

Setiap jalan ku susuri satu persatu. Mencari alamat yang tertera di brosur yang aku dapatkan dari teman.

Café Gotcha Jl.Tubagus Ismail 8. No 9

Dimana itu? Katanya sih tinggal lurus, belok, lurus, belok. Informasi seperti itu tak mempermudah jalan ku.

Kini tenggorokan ku mulai meronta. Kaki ku pegal. Keringat sudah mengucur deras. Tapi demi beberapa potong baju lucu dengan harga murah, tak mengapa bagi ku.

Berbelanja bisa menghilangkan rasa stress ku yang sudah membuncah akhir-akhir ini. Setidaknya focus ku beralih ke baju-baju. Harus ada sesuatu yang membuat ku melupakan sejenak persoalan percintaan yang menyesakkan.

Kapasitas otak ku hampir habis dipenuhi oleh memori tentang dirinya. Buat ku, belanja dapat sedikit menguapkannya. Aku tak lagi butuh psikiater jika sudah berbelanja.

Jika satu baju diibaratkan sebagai satu butir pil penyembuh sakit hati, mungkin semua baju di toko itu akan ludes habis diborong oleh ku.

Sudah puluhan meter aku berjalan, akhirnya ku temukan juga Rumah Sakit hati ini. Teman ku sudah berada di sana. Menunggu ku yang tak kunjung datang.Terlihat dari jauh dia menyilangkan tangan. Kakinya dihentakan cepat sekali.

“ Siap? Gue mau cepet-cepet penyembuhan.” Ucap ku menatapnya mantap. Dia tak menjawab dan segera menarik tangan ku masuk ke dalam.

Ku pikir tumpukan gadis-gadis remaja yang berdesakan lebih banyak dibandingkan tumpukan baju yang berada di depan ku. Mereka sibuk menggeser hanger dengan tak santai. Berpindah dari satu booth ke booth lainnya mencari baju yang cocok untuk dirinya.

Terlihat segerombolan geng wanita bergaya urban memenuhi booth yang memasang papan bertuliskan Rp3000-Rp 15.000, mereka terhanyut dalam buayan harga murah. Aku dan teman ku berjalan menuju ruangan di pojokan. Memilih untuk menenggelamkan diri di sana. Pantas saja tak banyak yang datang ke booth yang satu ini, tulisan Rp 50.000 hingga Rp 80.000 mungkin cukup menakutkan untuk standar harga sebuah baju bekas.

Aku tak mengerti mengapa orang-orang itu menitipkan baju nya untuk di jual disini. Tak jarang aku menemukan baju yang masih layak dan sangat bagus untuk dipakai. Ternyata sesuatu yang menurut mereka sudah tak berharga, mungkin saja masih memiliki nilai manfaat bagi orang lain. Aku menyimpan banyak baju di lengan ku untuk akhirnya ku sortir yang paling bagus. Sudah hampir satu jam aku disini. Melakukan penyembuhan batin yang menyenangkan. Rasanya damai sekali satu jam tanpa pikiran tentang dirinya. Benar saja, memori tentang dirinya menguap seketika.

Jika baju-baju itu dapat berbicara, mereka akan berterimakasih kepada ku karena telah menampungnya setelah dicampakkan oleh pemilik sebelumnya. Garage sale bagaikan media perpindahan untuk para baju, serah terima dari kekasih lama yang membuangnya kepada kekasih baru yang sangat menginginkannya.

Aku bergegas ke arah kasir, membayar pil-pil yang kubeli ini. Namun langkah ku terhenti oleh pemandangan ironis yang berada di depan ku. Sebuah kaos berwarna biru bertuliskan I only date supermodel berada di tumpukan booth dengan papan bertuliskan Rp20.000-30.000 di atasnya. Aku menunduk. Mata ku mengarah kepada baju yang ku kenakan.

“ I only date Rockstar”. Bisikku membaca tulisan di baju yang ku pakai. Aku mulai mengontrol emosi ku. Berharap apa yang aku pikirkan tidak benar. Ku ambil baju biru tersebut dan mengecek lapisan dalamnya.

Ternyata benar. Ada tulisan M&B di sana. Air mata ku jatuh tak tertahan. Teman ku kebingungan melihat ku menangis di sampingnya. Aku segera merogoh telepon genggam di saku celana.

“ Bimo, kenapa di jual?”
“ Hah?” Nada suaranya terdengar kebingungan. Terdapat sedikit jeda tanpa suara diantara kita. Hingga akhirnya dia mulai mengerti arah pertanyaanku.
“Oh itu”
“ Aku hanya menjual sesuatu yang sudah lagi tak berguna bagi ku”

Aku tak tahan mendengarnya. Segera telepon itu kumatikan. Percakapan kami berakhir. Kegiatan penyembuhanku ternyata hanya menciptakan luka baru.

Kaos couple itu menyimpan banyak memori. Kaos yang selalu kami kenakan jika anniversary. Aku mengambil kaos biru itu dan menaruhnya di lengan ku. Masih tercium aroma tubuhnya menempel di situ.

Dia menjual kenangan kami seharga tiga puluh ribu. Dan aku membelinya.