Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!
Tampilkan postingan dengan label tema. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tema. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 08 Oktober 2011

Tema

Oleh: Artha Manalu


Jika tema adalah arah yang menjadikan sebuah kisah, aku yang jadi tokohnya harus bagaimana?

.

.

“Terima kasih! Kami pulang dulu, ya?”

Mereka melambai, berjalan melewati pintu kayu ruang kelas yang besar, kemudian menghilang. Aku masih berdiri di depan kelas dengan sapu bertangkai merah yang ijuknya hampir habis. Ruangan yang biasanya gaduh kini terasa sunyi dan jadi terlalu luas.

Ini hari Kamis yang jadi giliran piketku yang selalu sepi. Teman-teman terlalu sibuk dan punya urusan penting yang sama sekali tak bisa disetarakan dengan tugas rutin ini. Aku yang hanya orang biasa, yang juga hanya punya masalah biasa, jadi jawaban paling tepat untuk mereka. Setiap giliran piket kelas yang ada akunya tiba, takdir selalu memberi urusan lebih bagi mereka. Aku yang selalu ditinggal di belakang jadi merasa tersisih dan diabaikan.

Aku harus bagaimana?

Saat mulai menyapu, aku melihat lembaran kertas kusut terbuang begitu saja di lantai berdebu yang sudah usang. Ada lembaran hasil ujian bernilai merah, catatan pelajaran yang ditulis asal-asalan, juga surat cinta yang tak ada nama pengirimnya. Kelas kami benar-benar kotor, dan aku harus segera membersihkannya.

Entah karena terlalu serius melihat lantai marmer yang harus kubersihkan atau apa, aku jadi tak menyadari ada orang yang ternyata juga ada di sana, hingga akhirnya sepasang tangannya muncul, dan memasukkan sampah kertas yang kukumpulkan ke dalam tempat sampah. Aku terkejut dan cuma bisa diam, membiarkan dia melakukan tugas yang seharusnya kukerjakan sendiri.

Dia segera beranjak pergi segera setelah sampahnya habis, lalu kembali dengan tong yang telah bersih. Langkah panjangnya melewatiku yang masih tak bisa bergerak begitu saja, menyebar aroma aneh yang membuatku sesak dan tak nyaman. Saat hendak berbalik, aku merasakan tepukan ringan di pundakku.

“Sudah selesai, kan?”

Hm? Benar. Sudah selesai. Terima kasih mau membantuku.

“Tidak pulang?”

“Pulang.”

“Oke.”

Aku cuma bisa menatap mata hitamnya yang berkilau karena bias sinar dari jendela. ‘Oke’ katanya. Apa artinya?

.

.

Tadi aku sempat tak mengerti arti ‘Oke’ yang dia katakan. Tapi kini, aku justru semakin bingung. Dia bilang rumah kami berdua searah, jadi kami harus pulang bersama. Nyatanya, rumah kami memang searah, tapi seharusnya berakhir sampai di perempatan yang baru saja kami lewati. Aku lurus ke depan, dan dia seharusnya berbelok ke kanan.

“Kau kenapa?”

Pagi tadi hujan, lalu dengan cepat cuaca berganti cerah. Sisa-sisa udara lembab terbang terbawa angin dan bermain-main pada rambutnya yang hitam. Dia yang atlet balap sepeda terlihat semakin megah dengan singasana sepeda gunung biru tua yang kokoh dan tak tergoyahkan. Aku yang bersepeda di sampingnya cuma bisa iri karena yakin aku bukan apa-apa.

“Kau menyedihkan.”

Sepeda kami berhenti tepat saat lampu merah di persimpangan jalan menuju rumah menyala. Aku menoleh, di saat yang sama, dia melirik. Lalu udara segar yang tadi terasa kini menghilang, meninggalkan aku yang mematung di bawah tatapan tajam dia yang jadi menakutkan.

“Kau tahu tidak kalau mereka berbohong?”

Mereka? Siapa?

“Menghindari tugas piket, melimpahkan semuanya padamu, dan kau cuma diam?”

Iya. Itu pilihanku. Aku hanya bisa diam. Memang aku siapa? Aku cuma tokoh menyedihkan dari cerita tentang kisah yang terlupakan. Aku tak mungkin menolak, apalagi berontak. Itu bukan karakterku. Kau tahu? Akan selalu ada sebuah tema untuk tiap cerita, dan saat ini, di kisahku, tema itu mengarahkan aku untuk hanya diam dan menurut, menjalani setiap kisah tanpa ada bantahan. Aku hanya karakter yang lahir untuk melengkapi kisah hebat orang lain; Cintya si perenang hebat, Robi si anak orang kaya, Abner yang kocak, dan mungkin, jika cukup baik, aku juga bisa jadi figuran untuk kisahmu yang seorang atlet berbakat.

Lampu berubah hijau, sepeda kami kembali berjalan. Aku diam, dia sama. Meski ada Adrian yang menemaniku pulang siang itu, aku tetap kesepian karena wajah tertekuk yang dia pajang.

-:-

“Kau ditinggal lagi?”

Minggu berikutnya, dia kembali memunguti sampah di depan kelasku. Aku buru-buru menyandarkan sapu di dinding, lalu berjongkok membantunya yang membantuku. Seperti yang sebelumnya, dia mengharuskanku pulang bersama.

“Kenapa tidak menolak alasan mereka?”

Hujan yang terlalu deras pagi tadi membuat ibu khawatir aku akan basah kalau hanya naik sepeda, jadi kakak mengantarku dengan mobilnya. Selain bisa sampai di sekolah tanpa terkena hujan, aku juga harus pulang hanya dengan berjalan. Adrian yang mengaku kalau dia juga diantar memilih untuk jalan bersamaku.

“Kau tidak seharusnya pasif.”

Aku berhenti di tepi kubangan kecil yang menampilkan wajahnya yang bingung dan melihat ke arah bayanganku. “Tapi aku kan memang lemah.”

“Tapi aku tidak minta kau jadi kuat.”

Oh, ternyata bukan. Jadi, apa yang dia harapkan?

“Beranilah,” katanya, lalu berjalan lagi. Aku berlari menyusulnya, mencoba menyejajarkan langkah kami di trotoar jalan menuju rumah. “Tidak usah berontak, hanya berani. Paling tidak, ungkapkan perasaanmu. Kalau suka, bilang suka. Kalau tidak, katakan tidak. Jangan hanya diam dan menyimpannya sendiri, orang lain jadi tak tahu bagaimana harus memperlakukanmu.”

Benarkah?

“Mengerti?”

“Ya.”

Lalu dia tersenyum.

Matahari yang sempat bersembunyi di balik awan muncul dan menjadikan Adrian seolah jadi sosok paling bersinar yang bisa kulihat. Menyilaukan, tapi juga menyenangkan.

“Aku sayang kamu.”

Udara dingin terlempar dari wajahku yang terasa hangat. Aku kaku hingga tak bisa berjalan. Adrian berbalik, lalu mendekat. Dari jarak sedekat ini, aku baru tahu kalau ternyata aku jauh lebih pendek jika dibandingkan dengannya.

“Kenapa?”

Hm? Aku kenapa? Entahlah. Kepalaku yang masih membeku karena ucapanmu belum sanggup bahkan untuk sekadar memberi perintah pada kelopak mata untuk berkedip karena mulai terasa perih.

“Cukup bilang suka jika memang suka, atau tidak jika memang tidak.”

Apa aku tidak suka? Aku merasa aneh karena darahku terasa berdesir, merasa tak nyaman karena jantungku berdetak terlalu cepat. Aku bahkan berkeringat.

“Suka, tidak?”

“Suka.”

Guruku pernah berkata, dalam sebuah kisah, tema adalah hal yang sangat kuat yang dapat mempengaruhi setiap karakter yang ada, mengubah mereka, menjadikannya untuk selalu bisa maju hingga ke garis akhir penanda selesainya cerita. Aku yang kini, malah mulai bergeser dari karakter awal. Adrian mampir jadi tokoh lain yang memamerkan padaku indahnya jadi berani. Aku yang sekarang, punya keberanian mengakui perasaan bahagia yang muncul saat tahu ada yang menyayangiku.

Jika tema mempengaruhi setiap tokoh, maka dia juga mempengaruhi Adrian untuk mempengaruhiku. Aku jadi sedikit berubah, cara pandangku juga. Mungkin selama ini aku salah mengira, karena ternyata aku bukan hanya jadi sosok statis yang tersingkir, aku juga bisa jadi dinamis, harus dinamis, untuk bisa bertahan dan akhirnya diperhatikan.

Temaku mungkin memang menginginkan aku berubah, jadi aku akan mencoba. Kali ini, aku bukan hanya akan diam mengikuti alur pergi, tapi juga berusaha untuk menjadi kisah yang akhirnya bahagia.

.

.

-:-

“SI MUNGIL NAN TAK TERGAPAIKAN”

Oleh: @anojumisa


Semrawut wajah nan tak karuan

Menggegas otak tuk berperan

Hati pun tak luput terlawan

Sinergitas pun sontak berkerumun sejalan

Menuju satu Tanya, Tema?

Tut demi tut tersentuh perlahan

Menyusun serangkai irama paksaan

Pikiran berpencar tak terelakkan

Satu, dua, tiga legenda tersusun blak-blakan

Menuju satu ragu, Tema?

Rangkai kata tak bermakna berarak-arakan

Rangkai peristiwa tak berujung jadi warna kehidupan

Sandiwara kematian pun tak tersadarkan

Jelimet ucap pun jadi santapan

Menuju satu harap, Tema?

Tema, satu kata nan tak terartikan

Satu kata nan tak terkembangkan

Satu kata nan tak terlegendakan

Hanya terkungkung dalam gelap kebimbangan.

Tema yang Karatan

Oleh: Sintia Astarina (@sintiaastarina, http://www.sintia-astarina.blogspot.com/)


Aku berlayar di atas samudera kata-kata
Kubawa kail dan kujaring makna
Sempat terhimpit banyak titik dan koma
Kudesak mereka jadi serangkai kata

Hidupku bebas!
Luas!
Lepas!
Layaknya bongkahan batu yang terhempas

Kurapatkan diriku menjauhi lautan
Dan kutulis namaku di daratan
Tak perlu tema yang kini karatan
Aku manusia bebas di atas rumputan

Kadang tergenang dalam luapan
Terjatuh dalam cinta kefanaan
Tak perlu tema yang kini karatan
Aku manusia bebas di atas rumputan

Monokromatik

Oleh: misusatriyo


Buku itu berjudul 'Monokromatik'.
Terpapar jelas pada sampul buku tersebut, lengkap dengan tampilan bernuansa hitam dan putih.

Jelas hal itu sungguh menarik perhatianku, seolah menggelitik jemariku untuk membuka halaman demi halaman pada buku itu.
Segera kuraih buku misterius tersebut dari atas meja, kemudian mencari tempat yang nyaman untuk mulai membacanya.

'Monokromatik'. Tanpa nama pengarang. "Buku yang aneh" Pikirku.
Aku sudah tidak sabar lagi untuk membaca isi buku itu.
Dengan semangat, aku membuka halaman pertama, kedua, ketiga dan seterusnya.

Buku itu mengisahkan tentang seorang pria yang sedang tetsesat di tengah kebingungan.
Entah apa yang sedang terjadi padanya, bahkan ia sendiri tidak tahu sedikitpun mengenai situasi yang sedang ia alami.
Pria dalam cerita itu sedang berada di sebuah ruangan bernuansa serba hitam putih. Kemudian pria itu mulai mempertanyakan banyak hal. Dimulai dari sebuah pertanyaan sederhana yang menyadarkannya bahwa ada sesuatu yang salah sedang terjadi.

"Siapa aku?"
Pertanyaan itu diikuti oleh sederetan pertanyaan - pertanyaan lainnya yang semakin membuatnya takut dan bingung.
"Dimana aku?"
"Mengapa aku disini?"
"Bagaimana aku bisa sampai disini?"
"Hari apa ini? Tanggal berapa? Jam berapa?!"
Dan terlintaslah sebuah pertanyaan yang paling mengerikan baginya: "aku ini apa?"

Dia berpikir. Setidaknya ia berusaha untuk berpikir. Berpikir logis. Rasional. Namun apa daya, seolah - olah ia memang batu dilahirkan disana pada saat itu juga. Ia pun panik. Sangat panik.

Ditengah kepanikannya, ia mendengar sebuah suara aneh yang memecah keheningan di dalam ruangan. Suara - suara gesekan kertas. Seperti seseorang sedang membolak - balik halaman buku. Namun ia tidak berhasil menemukan sumber suara tersebut. Dan seketika suara itu berhenti diakhiri oleh suara dentuman. "Sepertinya 'orang itu' sudah menutup bukunya." Begitu pikirnya.

Sejenak ia melupakan kebingungan dan kepanikannya. Ia melihat sebuah buku yang tergeletak di atas meja. Entah mengapa buku itu terlihat amat sangat menarik baginya. Buku itu berjudul 'Monokromatik'.
Terpapar jelas pada sampul buku tersebut, lengkap dengan tampilan bernuansa hitam dan putih.

Jelas hal itu sungguh menarik perhatiannya, seolah menggelitik jemarinya untuk membuka halaman demi halaman pada buku itu.
Segera ia raih buku misterius tersebut dari atas meja, kemudian mencari tempat yang nyaman untuk mulai membacanya.

'Monokromatik'. Tanpa nama pengarang. "Buku yang aneh" Pikirnya.
Dia sudah tidak sabar lagi untuk membaca isi buku itu.
Dengan semangat, dia membuka halaman pertama, kedua, ketiga dan seterusnya.

"Hei! Apa - apaan ini?!" Aku segera tersadar bahwa ada yang aneh dengan cerita dalam buku itu. Bagaimana mungkin buku itu bisa menceritakan hal yang persis sekarang sedang kulakukan?

Namun kemudian, aku berusaha mengingat apa yang sebenarnya sedang kulakukan disini. Hmm.. Tunggu dulu, dimana aku? Tempat apa ini? Mengapa aku ada disini?? Apa yang sebenarnya sedang terjadi?!?

Aku menangis. Entah apa alasannya, aku hanya menangis begitu saja. Terlintas di benakku bahwa aku hanyalah sekedar tokoh dalam sebuah cerita. Dan sekarang ada seseorang yang sedang membaca ceritaku.

Aku ini siapa??

Tema

oleh : @april_leonardo



Tema ? no-need!

Aku, #Sheira

Kurasakan jam berjalan lebih lambat dari biasanya. Satu detik kali ini serasa berjalan dua kali lebih lambat. Kutunggu Rico menelepon. Detik demi detik berlalu. Kutunggu teleponnya tanpa melakukan aktivitas apapun. Kini sudah pukul sepuluh malam. Teriakan ibu sudah terdengar sampai kamar. Aku harus tidur sekarang atau besok aku bisa bangun kesiangan. Yap! Aku akhirnya mematikan lampu kamar, lalu mencoba untuk tidur. Kupenjamkan mata dan akhirnya terlelap.

******

"Kemarin kamu nggak telpon aku ya ?" tanyaku begitu Rico masuk ke kelas.
"Maaf Shei, aku kelupaan."
"Ih! Kok gitu sih ? Kamu kan udah janji mau ngebahas tema kita buat lomba cerpen dua minggu lagi."
"Bukannya cerpen itu bertema bebas?"
"Ya emangnya nggak boleh kalau kita bkin cerpen pake tema apa gitu?!" kataku kesal sambil berlalu dari hadapannya.

******

Seminggu sudah setelah kejadian itu. Seminggu sudah aku tidak bertegur sapa dengannya. Sebenarnya, aku sangat sedih. Seminggu lagi lomba cerpen itu akan diadakan. Seminggu lagi saat-saatku menikmati kehidupanku di Jakarta. Seminggu lagi mempersiapkan mental untuk meninggalkan teman-temanku. Seminggu lagi aku akan bekerja sebagai pengarang cerpen di majalah anak dengan tema bebas. Yap! Seminggu lagi aku akan pindah. Ayah diterima bekerja sebagai ahli IT di salah satu perusahaan besar di Australia. Kami akan pindah dan kecil kemungkinanku untuk bertemu dengannya lagi. Kini aku jarus berjuang membuat cerpen dan menentukan tema sendiri. Perpisahan. Tema itu yang terpikir dalam otakku. Aku tak tahu akankah ia setuju akan tema ini. Ia memang belum tahu akan kepindahanku seminggu lagi. Lagipula, menurut apa yang aku tahu, ia menyukai cewek putih, langsing, tinggi, pokoknya yang bertema CANTIK. Aku ? Dapat dipastikan tidak masuk kategori itu. Aku gadis berponi rata. Aku nggak stylish dan aku juga nggak fashionable.Aku tomboy dan sama sekali ga ada sisi kecewek-cewekan dalam diriku ini. Aku tidak tahu apakah aku siap menyampaikan perasaanku padanya , memperbaiki hubungan kami seperti awalnya, dan menylesaikan cerpn ini dengan baik. Yah, setidaknya aku akan berusaha untuk itu.

******

-dua hari sebelum keberangkatanku-

Kuhampiri Rico. Aku harus membicarakan hal-hal ini. Terlalu banyak masalah dalam hidupku dan aku harus menylesaikannya hari ini juga.
"Ric, gue perlu ngomong sama lo."
"Ngomong aje. "
"Ga bisa disini. Disini tuh rame banget. Seengaknya di taman sekolah kan bisa."
"Yaudah. Pulang sekolah di taman. Gua ga akan lupa."

~~~
Aku, #Rico

Pulang sekolah nanti, Sheira mengajakku berbicara empat mata dengannya. Sebenarnya beberapa hari saat kami bertengkar ini, aku merasa sangat tidak nyaman. Pertama, aku rindu saat-saat kami tertawa dan bercanda bersama. Kedua aku bingung soal cerpen itu. Bagiku, tema tidaklah penting. Yang penting bukanlah temanya, tapi isi dan semangat seorang penulis yang paling penting.

------

KRING!!
Bel berbunyi. Sesuai janji, aku segera berlari menuju taman sekolah. Aku tidak mau telat dan menambah rasa kecewanya untukku.

~~~

Aku, #Sheira

Kedatangannya yang lebih awal membuatku terkesan. Ternyata ia serius dengan janjinya yang tak akan lupa ke taman sore ini. Aku berlari kecil menghampirinya. Sedikit keraguan dalam diriku. Akankah aku berani melihat reaksinya nanti ?

"Pertama-tama gua mau minta maaf soal keributan kita waktu itu.Dan,Ric, gue akan ke Ausie."
"APA ?"
"Iya, gua dan keluarga gua akan ke Ausie."
"Kenapa Shei ?"
"Bokap gua akan kerja disana.Dan Ric, soal lomba cerpen, gua uda tentuin temanya, yaitu perpisanhan, soalnya itu pasti gampang buat lu karena beberapa tahun yang lalu lu pisah sama seseorang kan? Dan gua juga ,.."
"SHEIRA ANGELINA !!" Bentak Rico. Tak pernah sekalipun ia memotong kata-kataku dan membentakku sperti itu. Ia pun melanjutkan kata-katanya setelah adanya keheningan yang cukup lama.
"Shei, kenapa lu nggak bilang ke gua? Kenapa lu musti bilang di saat-saat terakhir gini sih? Dan kenapa lu pilih tema itu? "
"Karna gua tau, lu tu suka cewek yang putih, langsing, tinggi, pokoknya yang bertema CANTIK. Nah, aku?"
Rico tertawa terbahak-bahak selesai aku menjawab pertanyaannya tadi. Aku bingung. Ya. Sangat bingung. Apa yang salah dengan jawabanku tadi?
"Sheria,kamu nih sotoy deh."
"Kok gitu sih Ric ngomongnya?"
"Ya gimana nggak ? Masa lu kasih tema perpisahan cuma karena gua pernah punya pengalaman pribadi yang kea gitu? Lagian gua ga suka cwewek bertema cantik kok."
"Trus? Itu kan lagian setau gua."
"Gua suka lu. Ga peduli lu tema apa. Lagian lu kan bukan tema. Lu orang. Lu princess gua, and you're my beautiful angel. Lagian gua juga uda pikirinn kalo tema itu ga penting. Yang penting tu isinya. Lagian kan tema cerpennya bebas."

Aku ternganga setelah mendengar perkataan Rico yang terakhir. Kaget sekaligus senang. Rasanya seperti mengambang di udara. Semua terasa ringan.

******

-hari keberangkatan-

"Ric,jaga diri baik-baik. Aku akan selalu merindukanmu pacarku sayang,, aku akan sealu memimpikanmu,, dan ku."
"STOP !!" Tiba-tiba ia menyuruhku berhenti mengucapkan kalimat bertema perpisahan dengan bumbu 'gombal'. Ia pun melanjutkan kalimatnya.
"Ngomong-ngomong, aku juga mau ke Ausie untuk sekolah bulan depan.Ingat! Selama nggak ada aku, ingat kata-kataku waktu itu."
Mereka pun mengucapkan kata-kata 'mantra' itu.



"Tema itu nggak penting. Yang penting isi dan ketulusan hati si penulis."

Rabu, 16 Februari 2011

Tema 15 Februari 2011

Tema 15 Februari kemarin adalah... Dosa! Apa yang melintas di pikiranmu ketika kata "dosa" diucapkan?

Senin, 14 Februari 2011

Tema 13 Januari 2011

Tema 13 Januari adalah "Cokelat". Menyambut Valentine, rasanya menyenangkan untuk mengeksplorasi barang penting yang sering diasosiasikan dengan Valentine. Apa cokelat untukmu?

Selasa, 08 Februari 2011

Tema 7 Februari 2011

Tema kemarin adalah... "Pesan suara"! Pesan suara yg ditinggal di mailbox, menjadi sentral cerita mlm ini. Punya ide bagus tentang itu? Ayo tuliskan pesan suara unik yang menjadi masalah/inti di ceritamu! 

Minggu, 06 Februari 2011

Tema 5 Februari 2011

Tema tanggal 5 Februari adalah :

PELUK!

Peluk atau pelukan biasanya diidentikan dengan bentuk cinta atau sayang. Yuk kita jadikan 'Peluk' sebagai tema karya kita kali ini :) Selamat menulis!

Senin, 31 Januari 2011

Tema 30 Januari 2011

Jam 9 malam, tema untuk malam ini adalah . . . FANS!
Tergila-gila sama artis luar atau lokal? Atau seseorang nun jauh disana? Atau malahan kamu punya segudang fans yang selalu ngikutin kamu? *kayaknya khusus cowok2 deh* ;p

Silakan, kembangkan imajinasimu!

Selasa, 25 Januari 2011

Tema 24 Januari 2011

Tema 24 Januari kemarin adalah zombie! Apa jadinya kalau di dunia ini betulan ada zombie? Apa yg akan mereka lakukan? Apa itu zombie menurutmu? Kembangkan imajinasi kalian! Kalian bisa berpikir berbeda dari film-film atau cerita-cerita yg sudah ada lho!

Jumat, 14 Januari 2011

Tema 14 Januari 2011

Tema malam ini adalah :

MUSIK!

Musik itu apa? Apa arti musik buat kamu? Kamu suka musik jenis apa? Nah jadikanlah musik sebagai tema tulisan kita malam hari ini, Seperti biasa, tulisannya ditunggu sampai jam 11 yaa! Kirim ke writingsession@hotmail.com

Kamis, 13 Januari 2011

Tema 12 Januari 2011

Tema malam ini akan seru dan sedikit tidak biasa. Banyak penulis yang membuat tulisan bagus dari tema ini... Temanya adalah doppelgänger! Yaitu sesuatu yang seperti kembaran kita, padahal kita tidak punya kembaran. Dia punya wajah, tubuh yang sama.. Banyak penafsiran yang didapat dari melihat orang yang seperti kembaran identik kita. Baik oleh kita sendiri maupun orang lain. Ada yang bilang orang yg melihat kembarannya akan mati. Ada yang bilang akan sakit. Tapi siapa tahu ada arti lain? Kembangkan imajinasimu! Ceritakan, apa yang terjadi jika kamu atau karaktermu melihat orang yang persis sepertinya, tapi bukan sekedar kembaran biologis?

Minggu, 09 Januari 2011

Tema 8 Januari 2011

Tema kemarin adalah, program komputer! Program apa yang menurut kalian berpengaruh besar untuk kalian? Program apa yang seharusnya ada di komputer? Untuk apa?

Kembangkan imajinasi kalian!

Kamis, 06 Januari 2011

Tema 6 Januari 2011

Tema malam ini adalah :

PHOBIA!

Phobia adalah rasa takut yang berlebihan terhadap sesuatu. Bisa benda, suasana, orang, atau apa saja. Nah, kalau gitu yuk kita lawan Phobia kita dan masukkan dalam tulisan kita si Phobia itu.

Jangan lupa yaa, sesi menulis hanya sampai jam 11 malam, lalu kirimkan ke writingsession@hotmail.com. Mari menulis sambil bersenang-senang!

Senin, 27 Desember 2010

Tema 27 Desember 2010

Malam ini, temanya adalah cermin. Apa yang kamu lihat ketika kamu menghadap cermin? Apa saja cermin yang ada dunia? Banyak hal yang bisa dikembangkan lewat kata "cermin". Malam ini ada beberapa peserta yang mengirimkan versi ceritanya tentang cermin. Silakan dinikmati!

Sabtu, 18 Desember 2010

Tema 17 Desember 2010

Tema malam kemarin adalah sebuah cerita yang di dalamnya mengandung kunci. Apa arti "kunci" untukmu?

Selasa, 30 November 2010

Tema 29 November 2010

Tema malam kemarin adalah warna. Warna apa yang menginspirasimu hari ini? Warna apa yang ingin kamu tuliskan? Putih? Merah? Biru?

Silakan kembangkan sayap imajinasimu dan terbanglah!

Minggu, 21 November 2010

Tema 20 November 2010

Singkat saja, tema 20 November adalah pertentangan moral. Apakah kamu pernah bingung mengenai apa yang terjadi dan apa yang benar? Apa yang sesuai hati dan apa yang mungkin sesuai situasi?

Misalnya, apa orang yang membunuh harus dibunuh? Apa operasi kelamin diizinkan? Apa menyontek karena kemarin menjaga adik diperbolehkan? Dan pertanyaan-pertanyaan lain, simpel maupun kompleks, yang menarik untuk dieksplorasi. Jangan batasi imajinasimu pada hal-hal biasa.

Ayo tuliskan pertentangan moralmu sendiri!

Jumat, 12 November 2010

Tema 11 November 2010

Tema 11 November adalah pertentangan moral. Sebuah situasi yang mengganggu, yang membuat kita mempertanyakan kembali moral kita, apakah kita baik, apakah kita jahat? Apakah kita seharusnya melakukan sesuatu, tapi tidak kita lakukan? Cerita-cerita yang menarik seringkali dimulai dari pertentangan moral berat dari karakternya. Apakah kita akan membunuh orang yang telah membunuh keluarga kita? Apa orangtua yang tidak bisa menghidupi anaknya lebih baik membuang anaknya? Banyak pertentangan moral, dari yang sederhana sampai yang rumit, yang menarik untuk digali.

Selamat menulis!