Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!
Tampilkan postingan dengan label little pleasure. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label little pleasure. Tampilkan semua postingan

Minggu, 05 September 2010

Momen Kebahagiaan

Oleh: Lauren Joanna

Sebelum gue menutup mata untuk mengakhiri hari ini, gue tertawa. Gue tertawa karena teringat tingkah laku temen-temen di kelas gue. Terutama yang cowok. Kelas 10-3 yang ramai dan hampir semua anaknya mempunyai rasa kebersamaan yang tinggi. Gue mendapatkan banyak momen kebahagiaan di kelas 10-3…

Oh ya, ngomongin soal momen kebahagiaan… Gue jadi inget masa itu. 2 tahun yang lalu di Hong Kong. Masa-masa gue dan nyokap gue mencoba membuat lembaran hidup baru di Hong Kong. Nyokap gue mencoba kerja di Hong Kong sebagai pelatih tenis.

2 tahun yang lalu gue masih umur 13 tahun. Masih kelas 1 SMP. Tapi orang-orang nggak bakal nyadar kalo gue masih umur 13 tahun saat itu. Dengan tinggi badan sekitar 165cm-an, gue yakin orang-orang menyangka gue umur 16 tahun atau bahkan 17 tahun. I’m fine about that.

Gue ikut nyokap gue karena gue juga ikut nyoba tinggal di sana. Kalau kerjaan nyokap gue enak, rencananya gue bakal tinggal dan sekolah di sana.

Gue bener-bener blank soal rencana tinggal di Hong Kong dan sebagainya. High cost living, orang-orang Hong Kong yang jutek dan kadang kasar. Orang Hong Kong yang sedikiit banget yang mau berbahasa Inggris sama turis-turis asing.

Gue dan nyokap ninggalin Jakarta di tengah bulan Juni.

Sesampainya di sana, gue dan nyokap tinggal di hotel untuk sementara. Semua biaya hotel ditanggung sama bosnya nyokap gue. Orang yang mau memperkerjakan nyokap gue.

Awalnya terasa berat. Kita berdua mencoba survive di negara orang. Berusaha menghemat uang, menjaga kesehatan. Di mana saat sampai di sana tuh lagi musim hujan. Bahkan kalau hujannya deras banget, bakal ada angin topan! Beugh, gimana nggak serem kan tuh…

Tapi Tuhan selalu menjaga umatNya. Di mana pun, kapan pun, gue dan nyokap gue aman di tangan Tuhan.

Beberapa minggu kemudian, gue dan nyokap gue pindah ke apartemen di daerah Kowloon City. Gue merasa nyaman tinggal di situ. Mau makan apa gampang, karena… Di dekat apartemen yang gue tempatin ada semacem ITC gitu… Jadi ada beberapa tempat makan yang enak, juga tempat laundry.

Dekat apartemen yang gue tinggalin ada laut dan dekat laut ada beberapa mal yang isinya toko-toko baju, tempat makanan… Pokoknya enak banget deh!

Gue bener-bener bersyukur karena Tuhan nggak ngelepasin gue dan nyokap gue gitu aja. Dia benar-benar penuh cinta kasih dan sayang…

Gue latihan tenis di tempat nyokap ngajar tenis. Satu hal lagi yang perlu—harus gue syukuri, Tuhan kasi’ teman-teman tenis yang baik dan bisa berbahasa Inggris. Gue bisa berkomunikasi sama mereka, berbagi pengalaman, dan latihan tenis bareng. Seneng-seneng bareng.

Temen-temen baru gue itu rata-rata orang Hong Kong. Tapi ada juga yang orang Sri Lanka. Cewek. Dia tinggal dan sekolah di Hong Kong. Hebat yaa…

Gue mendapatkan momen kebahagiaan di Hong Kong melalui teman-teman baru yang gue punya.

Dari hari ke hari gue kerjaannya latihan tenis terus. Setelah itu, gue dan nyokap cari makanan di jalan sekalian keliling kota Hong Kong yang nyaman dan aman itu.

Kebanyakan kita ke mana-mana itu jalan kaki. Transportasi umumnya bis, dan MTR (kereta bawah tanah). Kita jarang naik taksi karena harga taksi itu mahal banget, dan supirnya juga rata-rata nggak bisa berbahasa Inggris. Jadi, daripada uang kita habis ditipu supir taksinya, mending kita capek-capek jalan pulang. Berhemat.

Sejenak gue tenang akan hidup gue saat itu. Momen kebahagiaan gue. Tapi ada satu hal yang menganjal di benak gue.

Sekolah gue gimana…?

Gue belum resmi keluar dari SMP gue yang lama di Jakarta. Gimana gue mau masuk SMP di Hong Kong? Yah, kalo masalah rapot doang gue nggak bakal pusing banget. Biayanya itu lhooo…

Nyokap gue kan dapet gaji cukup buat makan, keperluan sehari-hari sama bayar tempat tinggal yang mahalnya nggak ketolong. Gimana gue mau sekolah, coba? Biayanya dari mana?

Kalau pun ada uang yang cukup buat sekolah, kualitas sekolahnya gimana? International school di Hong Kong kan mahal… Dan gue nggak mungkin masuk sekolah swasta di sana karena masalah bahasa.

Well, enough for that. Yang terpenting adalah, gue enjoy tinggal di Hong Kong. That’s it. Gue punya momen kebahagiaan di Hong Kong sama nyokap gue dan teman-teman tenis gue lainnya.

Meskipun gue dan nyokap gue pontang-panting mencoba bertahan hidup dan bekerja di negara orang, kita tetep happy kok. Nggak stres melulu… Kan kita tinggal bersama. Melakukan banyak hal bersama. Kita saling membantu. Saling melengkapi.

Salah satu momen kebahagiaan gue di Hong Kong yaitu, saat gue dan nyokap gue harus pergi ke Macau (negara kecil dekat Hong Kong) buat memperbarui visa kita.

Kita ke Macau dari Hong Kong naik kapal jet. Kapal jet-nya cukup besar dan beratap. Dalamnya ada banyak kursi yang cukup untuk, kira-kira 100 penumpang. Bukan kapal jet yang artis-artis/jutawan punya lho…

Setibanya di Macau, gue dan nyokap gue ikut tur sehari buat ngelilingi Macau. Tur-nya bener-bener asik!!

Gue, nyokap gue, dan beberapa peserta tur lainnya ngelilingi negara kecil itu. Negara yang enak buat berlibur menurut gue. Bukan untuk tempat tinggal. Karena rata-rata isi negara itu tuh hotel, casino, temple, dan mal. Jarang gue nemuin rumah di Macau. Nggak tahu juga ya, mungkin gue ke daerah yang kebanyakan mal dan casino-nya. Bukan daerah perumahan penduduk Macau.

Tur yang gue ikutin mengantar kita ke Hotel Venetian. Hotel yang mempunyai casino terbesar nomor satu di Asia, dan terbesar kedua di dunia setelah casino yang ada di Las Vegas, Amerika.

Asli, tuh hotel keren abis! Di dalem hotelnya ada semacam sungai buatan dan hotel menyediakan gondola buat ngelilingi sungai buatan tersebut. Seolah-olah gue lagi di Venesia, Italia saat itu juga.

Gue dan nyokap gue juga ngunjungin Macau Tower yang tingginya sekitar 200-an meter. Monas versi Macau lah istilahnya…

Lalu, kita juga ke gereja St. Paul di Macau. Gereja bersejarah. Katanya ya, gereja St. Paul itu dulunya pernah kebakar. Orang-orang Macau saat itu cepat-cepat berusaha memadamkan api yang membakar gereja itu. Dan hebatnya, si jago merah mati sebelum dia melahap gereja bagian depan. Dan bagian depan gerejanya itu masih utuh sampai sekarang.

Suasana di Macau itu ada suasana Eropanya juga. Karena, Macau itu negara bekas jajahan Portugal. Jadi jalanan rayanya, dan beberapa bangunannya European gitu.

Gue dan nyokap gue ngelilingi Macau seharian penuh dan malamnya gue menginap di Hotel Emperor. Dan besok siangnya, kita balik lagi ke Hong Kong dan melakukan rutinitas kita sehari-hari.

We passed each day together… 1 month passed by… 2 months passed by. Bulan Agustus tiba. Summer time buat orang-orang Hong Kong dan negara ber-empat musim lainnya.

Gue kepanggang matahari setiap harinya. Tapi gue enjoy kok. Seneng banget malah. Tiap hari gue latihan tenis bareng-bareng temen yang lainnya itu merupakan momen kebahagiaan gue.

Tapi gue punya momen kebahagiaan yang paling berharga. 11 Agustus, hari ulang tahun mama.

Nyokap kerja—ngajar murid tenisnya seperti biasa di hari ulang tahunnya. Selesai kerja, gue dan nyokap ke toko roti sebentar beli roti buat besok sarapan.

Mata gue terpaku sama potongan blueberry chesse cake itu. Gue mau beli cake kecil itu sebagai hadiah ulang tahun mama. Tapi nggak seru ah, masa beli hadiah, orang yang lagi ulang tahun udah tahu hadiahnya apa.

Sambil jalan pulang, gue terus mikir bagaimana caranya balik lagi ke toko roti itu lagi tanpa ketahuan mama. Sehabis mandi di rumah, nyokap minta tolong gue anterin laundry kotor ke tukang laundry deket apartemen.

“Kesempatan,” pikir gue.

Gue ambil dompet gue dan gue pun mengantar laundry kotor ke tukang laundry lalu jalan ke mal dekat apartemen. Ke tempat toko roti tadi mama beli roti.

Malam-malam, gerimis, sendirian pula, nggak merubah pikiran gue untuk langsung balik ke apartemen.

Gue lari meskipun jalanan becek+licin dan agak kehujanan. Gue harus lari supaya mama nggak khawatir kenapa gue lama banget keluar apartemen, padahal gue cuma menaruh laundry kotor di tempat laundry.

Baju gue basah karena kehujanan. Blueberry cheese cake udah di tangan. Sialnya, si penjual roti masukin potongan blueberry cheese cake ke dalam kantong kertas doang. Bukan kotak!

Kalo gue lari-lari, takutnya cake-nya jadi hancur. Dan gue nggak mau sampe cake-nya hancur.

Alhasil, gue tetep lari, ngejar waktu. Kantong berisi cake itu gue pegang hati-hati supaya cake-nya nggak hancur dan nggak kehujanan.

“Happy birthday Mom,” ucap gue sungguh-sungguh sambil memberikan kantong kertas berisi blueberry chesse cake yang baru gue beli.

Mama menerima kado gue dengan senang hati. Bahkan tangis harunya pecah karena mendapat little surprise dari gue. Lari-lari sampai kehujanan sambil bawa cake. Mama seneng banget.

Gue pun juga seneng karena bisa bikin mama seneng. Gue seneng, karena tanpa kehadiran anggota keluarga maupun sanak saudara lainnya, mama bisa ngerasain kehangatan dalam hari ulang tahunnya.

Saat kita berdua berusaha bertahan hidup, kita bisa mendapatkan kebahagiaan yang tiada tara. Gue menemukan momen kebahagiaan lainnya bersama mama. Dan gue sangat mensyukuri hal tersebut.

Itulah momen-momen kebahagiaan gue di Hong Kong dan Macau bersama mama… Dan aku akan mengenang momen-momen kebahagiaan tersebut selalu.







~Finish~

Kamis, 26 Agustus 2010

A Little Pleasure

by. Zulietta
Zulietta.wordpress.com


    Aku suka membuka buku baru dari plastiknya, menyentuh lembaran pertamanya kemudian menulis namaku di halaman pertamanya. Seperti ketika pertama kali aku menyentuh tanganmu tak sengaja. Ingin rasanya saat itu juga-detik itu juga, aku menulis namaku di hatimu tebal-tebal.


    Aku suka mencium aroma cemara dari pembersih lantai dirumahku ketika rumah sedang dibersihkan. Sama seoerti aku suka mencium puncak kepala kamu, ketika kamu tertidur nyenyak lelap berselimut tebal. Setelah itu aku candu merasakannya, ingin setiap hari menunggu kamu tidur hanya untuk mencium puncak kepala kamu. Merasakan kenyamanan yang sama ketika aku ada di rumah.
   
    Aku suka membenamkan diri dalam-dalam ke dalam tempat tidur dengan sprai putih, mengubur kepala dibalik bantal besar bulu angsa. Menutup diri dengan selimut hingga semuanya terbungkus hangat. Sama seperti aku suka membenamkan diri kedalam pelukan kamu. Mengubur kepalaku dalam lekukan leher kamu dan menyelimuti diri dengan tangan kamu yang aku tahu bisa memberikan segala yang aku inginkan- aku butuhkan.


    Sedikit demi sedikit dari hal-hal remeh-ngga penting yang aku suka tanpa aku sadari ada ketika kamu disini. Remeh-remeh itu berkumpul menjadi sebuah ikatan kuat grafitasi yang membuatku terus-terusan secara alamiah tertarik ke arah kamu. Mendekat pada kamu menempel pada kamu. Kamu Gabungan dari hal remeh yang aku suka, yang menggabung menjadi satu ikatan-kuat-indah. CINTA.

Selasa, 24 Agustus 2010

Hal Kecil yang Kubutuhkan

Oleh: Astari Indahingtyas (@astarindah)
Blog: http://astarindah.tumblr.com


“Aah..senang sekali pagi ini sejuk. Mana mendung pula. Kayanya bakal nyaman banget nih berangkat kantor.” Ya..tadi itu adalah celotehan adikku, Vidya. Dia memang suka udara dingin di pagi hari dengan matahari yang belum bersinar. Berbeda denganku, aku tidak suka langit mendung karena itu berarti ada kemungkinan kami akan kehujanan dalam perjalanan ke kantor dan jalanan bisa berubah menjadi monster.



Waktu sudah menunjukkan pukul 6.10 yang berarti waktunya berangkat kerja. Aku pun segera menyalakan mobil dan Vidya pun juga langsung masuk. Kutarik adikku keluar untuk pamit kepada Ibu dan Bapak. Bahagianya masih bisa bertemu dengan orangtuaku di pagi hari, sejenak berbincang saat sarapan dan mendengar keduanya mendoakan kami selamat sampai tujuan.



Baru keluar komplek rumah kami, adikku sudah mulai bicara lagi. “Kak Rania, nasi goreng putih buatan Mama enak banget ya. Perut kenyang, lidah puas dan hati pun senang.” Aku pun hanya tersenyum. Jangan heran ya, Vidya memang terkadang suka berlebihan menanggapi beberapa hal tapi dia adik yang luar biasa. Sepertinya dia terobsesi jadi sastrawan.



Aku dan Vidya melihat berbagai hal dengan cara dan sudut pandang yang berbeda. Hal-hal kecil yang memuaskan indra perasa dan penglihatan adikku adalah kebagiaan baginya. Sedangkan aku, hal-hal kecil yang mengena di hati barulah menjadi pembawa kebahagiaan di hariku.



Perjalanan ke kantor memang cukup melelahkan. Untung saja aku selalu ditemani oleh Vidya yang kebetulan kantornya di satu kawasan yang sama denganku. Bayangkan kalau perjalanan satu setengah jam tanpa kawan! Jujur, aku kurang suka. Jadi buatku, bisa berangkat bareng dengan Vidya dan mengobrol sepanjang perjalanan, sungguh suatu anugerah. Apalagi kami berdua sama-sama suka bercanda, jadi makin lengkap deh.



Selain itu, rasa cintaku yang begitu besar terhadap musik membuatku selalu memasang radio selama perjalanan. Lagi-lagi,musik adalah kesamaan antar aku dan Vidya. Jadi bisa saja di tengah-tengah obrolan, kami berdua sama-sama berhenti untuk menyanyikan lagu yang diputar. Buat aku, mendengar lagu-lagu yang aku suka juga merupakan kesenangan tersendiri. Seperti menambah semangat untuk memulai hari kerja.



Hal remeh temeh lainnya yang bisa membahagiakan aku adalah kembali bertemu teman-teman di kantor. Melihat mereka dan disapa mereka di pagi hari, tentu membuat aku merasa diperhatikan. Selain itu, waktu senggang untuk mengobrol bersama mereka juga merupakan hal yang bisa membangkitkan semangatku. Mungkin terdengar aneh buat beberapa orang tapi memang beginilah aku.



Pekerjaan selalu banyak dan waktu selalu terasa bergerak lamban. Aaah…memang kadang-kadang kerjaan bisa jadi membosankan. Apalagi sekarang ini, jam-jam setelah makan siang. Itu adalah waktu terberat untuk aku. Mata seperti tak bisa berkompromi. Hati juga berteriak mengajak untuk segera pulang. Tiba-tiba aku mendengar suara HP. Wah…sepertinya ada sms. Ternyata memang sms dari Satrio, pacarku. Isinya: Nya, pasti lagi ngantuk-ngantuknya ya? Ayo semangat! Tinggal 2 jam lagi kok. Pengalihan kecil dari kerjaan, apalagi wujudnya perhatian dari pacar, itu selalu menjadi highlight buat aku.



Akhirnya kerjaan selesai. Walaupun lembur satu jam, tapi setidaknya pas dengan si Vidya. Mungkin ini kebetulan tapi suatu kebetulan yang indah. Sepanjang perjalanan, mengobrol bersama Vidya, bernyanyi bersama, dan bergosip tentang apa pun selalu menyenangkan. Tiba-tiba aku mendengar ring tone HP ku dan itu berarti ada seseorang yang mencariku. Semoga bukan bos atau orang kantor. Ternyata Satrio.

“Anya, kamu udah dimana?”

“Aku di jalan pulang. Kamu ?”

“Aku juga kok. Kamu bareng Vidya ga ?”

“Bareng kok, Sat. Ini lagi ngegosipin kamu.”

“Bagus deh kalo gitu. Jadi gak kesepian. Pastinya gosipin aku yang bagus-bagus.”

“Ngarep! Udah dulu ya, Sat. Aku nyetir nih. Ntar jadi ga konsen.”

Obrolan sesaat dengan orang yang mengasihi aku dan kukasihi juga merupakan kebahagiaan buat aku.



Setibanya di rumah, bapak dan ibu juga sudah pulang dalam keadaan sehat. Makan malam juga sudah tersedia di meja makan. Menu malam ini menggiurkan semua. Demi alasan higienis, aku pun mandi terlebih dahulu sebelum makan. Semua orang sudah siap untuk makan. Masih bisa makan malam bersama dengan seluruh anggota keluarga juga selalu memberi rasa damai dan bahagia.



Jadi buatku, perhatian-perhatian kecil dari orang-orang tersayang dan kesempatan berkumpul dan mengobrol bersama teman, adalah hal-hal kecil yang suka terlupakan tetapi selalu membawa kebahagiaan buatku.

Selalu Ada Kupu-Kupu di Perut Saya


Oleh: Azka Shabrina
Ketika hujan.

Selalu.
Setiap ia hadir.
Setiap hembusan asap rokok yang saya nikmati ketika mensyukuri kehadirannya.
Setiap memori yang mau tak mau ikut hadir bersama kehadirannya, dan tetap tinggal setelah ia pergi.
Setiap dingin yang ia bawa, yang selalu saya tantang dengan segenap keangkuhan.
Setiap perubahannya yang fluktuatif; satu saat begitu lembut, kemudian begitu saja berubah menjadi garang.
Setiap sakit yang saya rasakan setelah terlalu lama terlibat didalamnya.
Setiap kedatangannya yang tiba-tiba, selalu tatkala saya tidak siap, dan selalu pergi begitu saja tanpa mau menunggu.
Tanpa mau kembali meski saya lelah meminta.
Setiap kepergiannya yang selalu membuat saya menunggu, kemudian bertanya-tanya dalam hati
: akankah saya bertemu dengannya lagi?
Setiap senyum yang ia ciptakan di wajah saya. Bagaimanapun, ia selalu membuat saya bahagia. Dirinya saja sudah cukup.



Selalu kepada hujan,
kepada setiap tetesnya,
setiap kilatnya,
setiap ritmenya,
setiap saat,

saya. jatuh. cinta.


Bagi saya,
hujan itu indah.

Dan kamu,
bagi saya,
selalu seperti hujan.

(meskipun mungkin bagi kamu, saya hanya sebuah tempat yang kamu singgahi untuk kemudian pergi lagi.)

Televisi Tengah Malam

oleh: Farida Susanty @faridasusanty
insignificantlyimportant.tumblr.com

Aku tersenyum sambil menarik selimutku untuk menutupi kulitku yang masih terekspos ke udara. Warna-warni dalam TV memantul ke dalam mataku. Tidak banyak yang bisa kudengar, karena volume TV harus diset agak pelan malam-malam begini. Tapi samar-samar aku mendengar lagu-lagu tertentu, lagu dari DJ yang mungkin terkenal di Eropa sana, tapi tidak pernah kudengar sebelumnya. Aku juga tidak yakin ada orang dekatku yang tahu lagu ini.
Acara TV jam segini tidak terlalu spesial. Kadang ada liputan tentang mobil-mobil. Wawancara dengan orang tidak terkenal. Kadang ada videoklip-videoklip lama. Kadang ada liputan tentang dunia malam, dengan penyajian yang tidak sebombastis kalau disajikan siang hari.
Aku tidak bisa tidak berpikir, berapa orang yang menonton tayangan ini bersamaku. Kupikir tidak banyak. Mungkin hanya sepuluh atau sebelas orang. Mungkin semuanya sama, berbaring di depan televisi dengan mata yang tidak terlalu fokus. Mereka hanya mau suara-suara random sebelum tidur. Mereka tidak mau rasa sepi menyelusup masuk ke rumah mereka. Mereka tidak mau merasa kosong.
Aku? Entahlah. Ada rasa nyaman ketika menonton tayangan-tayangan ini. Menontonnya sekadar untuk menghibur pembuat tayangan itu, bahwa yang mereka buat tidak sepenuhnya dilupakan. Aku menontonnya, di sini. Setiap malam, sebelum tidur. Ketika kelak acara ini benar-benar dilupakan dan dihentikan penayangannya, mungkin aku akan mengirim sepucuk surat ke studio TVnya,

"Saya rindu menonton tayangan jam 1 malam itu."

Cinta Sudut Ujungmu

Oleh: Chacha (http://meracau.tumblr.com)

Bila sedang jauh aku selalu mengingatmu
Bila aku dekat aku selalu ingin menyentuhmu
dan
Bila kau sedang berada di tempat lain aku selalu kangen padamu

Aku...
Aku...
Aku kangen pada sudut ujungmu
Yang bisa kupilin dan membuat tidurku tambah nyenyak
dan
Membuat mimpiku terasa selalu indah

Entah bagaimana rasanya
Bila aku harus pindah dan meninggalkanmu tanpa kubawa
Mungkin aku akan gila
Dan tak lagi merasa berjiwa

Sudut bantalku sayang...
Tetaplah menemaniku saat lelah datang ya...
Karena
Hanya karena memilinmu aku merasa senang
Hanya dengan memilinmu aku merasa aman