Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!
Tampilkan postingan dengan label Kesialan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kesialan. Tampilkan semua postingan

Senin, 21 Februari 2011

6 Bulan Berkeringat

Oleh: Irene Wibowo
@sihijau
http://sihijau.wordpress.com/


Sudah!
Ini bodoh!
Mana? Aku tidak mendapat apa2!
6 bulan menunggu, 6 bulan berkeringat.
Sungguh sial!
Tidak! Kau tidak sial! Kau sedang beruntung!
Mana buktinya? Lihat, aku tidur dirumah, sedangkan yang lain membanting tulang! Kapan aku bisa seperti mereka?
Kau beruntung, karena kau bisa mempersiapkan dirimu untuk hal yang lebih baik lagi!
Apa?
Mimpimu. Kecil yang tidak terlihat, akan terwujud! Hei, sialmu adalah beruntungmu.
*****

1 minggu berikutnya,

Ya, aku beruntung sekarang. Mereka berganti-ganti pekerjaan, aku mendapatkan pekerjaan yang aku impikan. Lingkungan baik, bos yang perhatian, dan pekerjaan menyenangkan!
Kau benar, kesialan membawa keberuntungan.
6 bulan berkeringat, sekarang, aku bisa tersenyum bahagia!
Bersyukurlah selalu!

Kamis, 10 Februari 2011

Bila Ini Sial, Biarkan Untukku

Oleh: Khoirunnisa Aulia Noor Haryopranoto (@ullylulelo)
Hotcoldchocolate.blogspot.com


Mimpi,
Ya ini hanya seperti mimpi di siang bolong
Mencari kebenarannyapun tidak akan pernah terbuka
Tidak akan ada titik temu antara mimpi dan nyata
Kau pikir aku bodoh?
Aku dibodohi cinta. Cintamu
Sial, aku benar-benar sayang padamu
Sial? Ya sial. Karena kau tidak pernah menyayangiku
Dusta yang kau ucapkan, kini terkuak.
Kau pikir aku layangan?
Tapi aku senang jika kau yang memainkan, Walau sakit
Sialnya, kau permainkan hatiku, dan aku tetap tidak bisa lepas darimu
Karena cintaku lebih kuat dari itu.

Is It A Bad Day? I Don’t Think So.

Oleh: Ninda Syahfi (@nindasyahfi)

Sisil menangis di ujung koridor perpustakaan. Genap seminggu ia kuliah disini. Kampus elite, berkualitas tinggi, dan tentu saja ternama. Sudah seminggu Sisil masih saja sendiri; sifatnya yang pendiam agak menyulitkan dirinya bersosialisasi. Tapi, bukan itu permasalahan Sisil sekarang. Masalah utama hari itu adalah Sisil sedang sial. Sial sekali; stadium 4. Dimulai dari mimpi aneh, bangun kesiangan, telat masuk kelas, lupa bawa dompet, dan sekarang Sisil menangis gara-gara kacamata minus barunya hancur terinjak orang. Kok bisa? Iya. Penyebabnya Sisil kurang berkonsentrasi. Hari itu tumben mushola kampus yang biasa sepi berubah ramai. Setelah wudhu dan bersiap sholat, Sisil meletakkan kacamatanya di ujung sajadah tepat dimana nanti kepalanya akan bersujud. Biasanya Sisil telaten dalam hal ini; tidak lupa menyimpan kacamata di dalam kotaknya. Bukan salah yang lain ketika seorang mahasiswa tidak sengaja menginjak kacamatanya hingga hancur. Kacamata Sisil berwarna serupa dengan sajadah mushola; saru. Sisil kesal, tapi melihat pria itu khusuk sholat, Sisil menahannya hingga mahasiswa tersebut menyelesaikan ibadahnya.

“Maaf.. Gue gak sengaja”, mulai pria tersebut.
“Gue juga salah, tapi.. Lo ngerti kan?, jawab Sisil.
“Iya ngerti kok. Tapi gak sekarang ya, gue gak bawa duit”
“Kapan? Lo bisa aja kan kabur?!”
“Gue janji bayar. Lo simpen aja nomor gue. Affan, anak DKV, semester 3”
“Gue Sisil. Yaudah. Gue tunggu kabar dari lo”

Sisil berjalan menuju perpustakaan, dan menangis disana, hingga..

“Maaf.. dengan Sisil?”, pria manis menyapa Sisil.
“Iya”, Sisil refleks menyeka air matanya.
“Gue Arfan, kakanya Affan, yang tadi ngerusakin kacamata lo”
“Oh.. Iya. Gue juga sih yang salah. Jadi gak enak”
“Adek gue juga sama salahnya. Lain kali hati-hati ya. Jadi berapa harga kacamata lo? Boleh gue cicil? Hehehe”, canda Arfan.
“Hm.. Berhubung ini gak sepenuhnya salah adik lo, gak usah diganti duit deh”
“Loh kenapa?”
“Gak apa-apa. Gue bingung, kok kayak jualan ya? Hahaha”
“Terus gimana dong?”
“Gini aja, gue anak baru, Sastra Inggris, lo bisa bantu gue nyari beberapa buku sastra? Lo jurusan apa?”
“Itu sih gampang. Disini kan bisa search langsung di websitenya. Sini gue ajarin. Oh iya, gue anak DKV, semester 7”

Mereka beranjak ke meja komputer, berdiskusi, bercanda, dan.. sepertinya Sisil tidak sial lagi.

Gak Lagi Deh

Oleh: @reynaldosiahaan


Nuell... Nuel.. Terdengar teriakan dari kamar sebelah. Ternyata seorang teman kos membangunkannya.

Dengan badan terlentang, Nuel berusaha membuka matanya. Namun, waktu tidur yang hanya 3 jam ternyata sangat memaksa matanya menutup kembali. Perlahan Nuel mencoba menyadarkan dirinya dengan mengucek matanya. Ketika matanya mulai terbuka, yang ia cari adalah telepon genggamnya. Kaget melihat waktu yang ditunjukkan telepon genggamnya, Nuel pun lompat dari tempat tidurnya. "Aduh, aku telat!",teriaknya. Waktu menunjukkan bahwa dia hanya punya waktu 15 menit untuk mencapai kampus yang memang tidak terlalu jauh dari kosannya.



Tanpa pikir panjang, Nuel memasukkan kakinya ke dalam celana yang ditariknya dari belakang pintu.

"Ga ada waktu buat mandi",gumamnya ketus dalam hati.

Penampilannya terkenal modis, tetapi pagi itu tidak ada waktu baginya untuk memilih pakaian mana yang akan dipakai. Dalam 5 menit, Nuel sudah siap berangkat. Sementara, buku yang terbawapun adalah buku kuliah kemarin.



Sesampainya di persimpangan tempat dia biasa memberhentikan angkot, nuel segera menaiki angkot yang biasa ia pakai ke kampus. Mungkin karena telat dan buru-buru, ia lupa bahwa angkot yang tepat di simpang itu biasanya ngetem. Jelas saja, rasa kesal dan merasa bodoh terpancar di mukanya.



"Pak, bisa jalan sekarang tidak?", tanyanya sopan.

"buru-buru ya dek?", balas pak sopir.

"iya, pak. Saya sudah telat", lanjut Nuel.

"makanya bangun lebih cepat", jawab pak sopir ketus.

"ini bapak bukannya bantuin, malah marahin.", katanya kesal dalam hati.

Untungnya, hanya berselang beberapa detik setelah percakapan itu , angkotnya mulai berangkat. Nuel mengelus dadanya lega.



Sesampainya di depan kampus, ia melihat telepon genggamnya sambil memberikan ongkosnya kepada pak sopir. Waktu sudah menunjukkan pukul 7.28 sementara kuliahnya dimulai 7.30.



"Uangnya besar sekali, belum ada kembalian.", tutur pak sopir.

"Aduh pak, balikin berapa yang ada aja. Saya mau cepat.", jawab Nuel.

"Tidak ada, ini benar-benar baru keluar buat narik", lanjut pak sopir.

"Aduh.. Ya sudah, ambil semua aja pak!", jawab Nuel sambil berlari meninggalkan angkot itu.



Nuel mungkin sedikit kesal karena ongkos yang biasanya 1500 hari itu menjadi 10.000. Dengan semangat dan harapan yang tinggi Nuel mulai berlari dari depan kampus menuju ruang kuliah. Sialnya, ruang kuliah pagi itu ada di lantai 4 gedung kuliah umum. Pagi itu benar-benar pertama kalinya Nuel jogging dan berolahraga pagi. Situasi telat ternyata bisa membantunya hidup sehat.



Waktu menunjukkan pukul 7.40 dan Nuel masih ada di lantai ke-2. Tidak putus harapan, Nuel semakin semangat berlari menuju ruangan kuliahnya. Ia melirik telepon genggamnya lagi dan waktu sudah menunjukkan pukul 7.45 tetapi Nuel sudah berada di depan ruang kuliahnya. Ia menarik nafasnya dalam dan mengayunkan tangannya mencoba mengetuk pintu ruang kuliah. Belum juga tangannya menyentuh pintu ruang kuliah itu, ia membaca pengumuman yang ditempel di pintu.



KULIAH XX1234 HARI INI DIBATALKAN

PENGUMUMAN KULIAH PENGGANTI DIUMUMKAN SELANJUTNYA



Di waktu yang sama, sebuah pesan singkat dari nomor tak dikenal masuk ke telepon genggamnya.

"Nuel, kuliah XX1234 hari ini ditiadakan."



Nuel yang sudah kesalpun membalas pesan tersebut.

"Sialan, kenapa tidak sms dari tadi? Btw, ini siapa?"



Satu menit kemudian, pesan balasan masuk ke

"Ini Indra Budiono, dosen mata kuliah XX1234. Saya lupa kalau anda ketua kelas saya."



Seketika itu juga, ia menepuk dahinya dan menarik nafas lebih dalam lagi. Entah ini kesialan atau keberuntungan, tetapi Nuel hanya tahu bahwa dia baru saja mengalami kejadian yang tidak menyenangkan dari mulai tidak sempat mandi hingga tidak sengaja mengumpat dosen.



"Aku ga mau begadang lagi!!!!", teriaknya di lantai 4 gedung kuliah umum itu.

(mu)SI(k)AL

Oleh: M. B. Winata (@bangkitholmes)


Lelaki itu, Bangkit namanya, Mahasiswa pasif Universitas di Solo, sudah lama terobsesi dengan sastra. Itu secara umum. Cakupan sempitnya adalah Andrea Hirata. Seperti hubungan konsumtif Homer Simpson dan donat, layaknya Alice dan Wonderland-nya, atau kegilaan Jimbron kepada kuda (Sang Pemimpi). Membaca karya-karya idolanya itu bagai candu baginya. Emosinya meletup-letup ketika membaca sayembara Festival Laskar Pelangi. Cukup merekam video dirinya dengan memampangkan novel-novel cercahan tetralogi buatan Andrea Hirata maka ia bisa melayang ke Belitung dengan diongkosi alias cuma-Cuma untuk meramaikan Festival Laskar Pelangi.

Tapi apa mau dikata. Dirinya terlampau introvert untuk mengiklankan videonya itu ke teman sejawatnya. Ia terpaut seratus “like” tertinggal di facebook dari lawannya. Maka Belitung –The Wonderland- yang semula seperti sudah di hadapannya terasa menjauh, jauh dalam arti kias dan sebenarnya. Seratus jempol itu sukses mendorongnya jauh dari sana. Kalau dibilang kecewa ya pastilah begitu. Tak perlu kiranya kekalutan yang menyelimutinya setelah itu kujelaskan panjang lebar. Ia menyumpahserapahi kakaknya, kakaknya yang tidak ada sangkut paut itu jadi sasaran kekesalannya.

Beberapa purnama kemudian telinganya kembali kembang-kempis. “Musikal Laskar Pelangi” sebuah pertunjukan musikal yang akan menampung Belitung dalam satu sketsa panggung akan digelar di Jakarta. Kali ini maaf saja, ia tidak akan begitu saja melewatkannya. Ia mau menonton pertunjukan itu dengan prosedur yang sebenar-benarnya: beli karcis online lalu naik kereta paling pagi esoknya ke Jakarta.

Namun langitpun sepertinya tidak mau membiarkan dengan mudah perjuangan mimpinya kali ini. Tiket minggu terakhir pertunjukan telah habis dipesan. Tinggal hari terakhir yang masih menyisakan bangku kelas tiga. Itupun mengharuskan ia mentransfer ongkos tiket hari itu juga karena arus permintaan yang padat. Bangkitpun sedang bermasalah dengan rekeningnya, maka ia mesti mengendarai sepeda motornya langsung ke bank untuk mengirimkilatkan uangnya.

Seperti yang tersebut barusan, langit yang tidak setuju menunjukkan rintang nyatanya. Tiba-tiba Solo diguyur hujan deras, tak cukup dengan hujan saja, anginpun ikut mengombang-ambingkan papan iklan besar-besar di pinggir jalan.

Tapi bukan Bangkit Sang Pemimpi namanya kalau ia menyerah dengan kedaan ini. Setelah pinjam sana-sini didapatkannya juga “baju anti hujan” dari teman kosnya. Mantel abu-abu tebalnya dipasang erat-erat. Melajulah ia memecah derasnya tusukan-tusukan air dari langit. Peran hujan sebagai penghalang nampaknya cukup sampai di sini. Bangkit masih bisa melewatinya. Kini giliran angin yang beraksi.

“Kraaak”

Bangkit menginjak kaki dan menarik handle depan, ia mengerem tiba-tiba. Bunyi ban mendecit-decit ikut mewarnai kepanikan itu. Ia kaget setengah mati, mengelus dada berulang-ulang. Pohon Mahoni besar di pinggir jalan Ir Sutami roboh tiba-tiba. Benar, terjangan angin dahsyatlah penyebabnya.

Alhasil mimpi itu akhirnya roboh bersama tumbangnya pohon. Satu-satunya jalan penghubung itu tidak bisa dilaluinya. Butuh waktu hingga sore nanti sampai jalan ini bisa dibersihkan. Itu artinya pintu bank sekaligus pintu obsesinya sudah tutup.

Ia pulang sambil mengumpat-umpat.

Esoknya tanpa diduga-duga nomor asing menghubunginya. Malas tapi mau tak mau ia mengangkatnya.

“Halo dengan saudara Bangkit ya?” suara di seberang bersemangat.

“Ya kenapa?”

“Selamat!”

Bangkit tak mengerti apa yang mesti diselamati dari hidupnya akhir-akhir ini yang pahit.

“Selamat kenapa?” Bangkit belum mendapatkan maksud si pemberi selamat.

“Selamat saudara Bangkit memenangkan tiket nonton Musikal Laskar Pelangi! Anda dapat dua tiket, silahkan ajak teman anda untuk nonton!”

***

“Maka merugilah ia yang sedikit tersentuh kesialan. “

“Sebenarnya ketidakberuntungan dari setiap alunan siklus kehidupan yang kita tapak itu tergantung dari lewat cabang mana pikiran kita menilainya. Tergantung pula seluas apa ladang ketabahan hati yang kita bajak dan suburi. Semakin sempit ladang itu maka semakin kecil pula irigasi pengairan yang menyuburkan sebagai urat percabangan si pikiran yang memacu kita untuk selalu positive thinking. Penyempitan ini akan membuat kita selalu mengutuki diri sendiri, mengutuki keadaan, bahkan mengutuki Tuhan. Baiknya perluaslah kesabaran itu aliran energy kepositifan dalam berprasangka. “ begitu bunyi artikel harian yang ia baca di kereta api. Ia diam-diam masih menyimpan rasa penasaran kenapa ia bisa beruntung memenangkan tiket itu. Ia tidak ingat ikut lomba-lomba lagi setelah kekalahan pahitnya dua bulan yang lalu.

Duduk di sebelahnya, seorang pria yang tersenyum di atas kebingungan adiknya. Senyum sang penyimpan rahasia. Secara diam-diam ia ternyata mengirimkan video buatan adiknya itu ke majalah online yang sedang menggelar sayembara. Pria itu tidak membalas sumpah serapah adiknya dengan sebuah kepositifan berprasangka yang selalu melapangkan hatinya.

Keretapun melaju kencang mengantar mimpi-mimpi mereka.

(Solo, 9 januari 2011)

Why So Sial?

Oleh: Yolanda Ryan Armindya (@yolanryan)


07.00
Bangun, harusnya td gw denger alarm stengah jam sebelumnya biar bisa masak air buat mandi tapi gagal. Ditambah dengan suara yang masih serak-serak bak dewi persik kurang seksi, gw hanya bisa pasrah dgn pesakitan ini sambil mengucapkan "aji-aji" tahan dingin dari para sesepuh.
Why so sial?

10.00
Sesi mata kuliah pertama berakhir dengan kebingungan harus memilih di antara seminar mata kuliah ini atau tutorial mata kuliah lain untuk hari dan jam yang sama minggu depan. Dua-duanya hal penting dan baru. Dua-duanya terlalu susah untuk dilewatkan. Karena dua-duanya salah satu faktor pendukung saat akan skripsi nanti.
Why so sial?

12.15
Harusnya mata kuliah 'berbicara dan mendengarkan' (re: in English) ini udah selesai sejak setengah jam yg lalu karena hanya pembagian silabus saja tapi gw malah "beruntung" buat ngisi kuesioner seorang dosen yang mau mengambil gelar phD dgn menjawab 360 pertanyaan yang cukup membuat gw harus mencatok bulu mata ini. Sementara lampu LED smartphone sudah menunjukkan tanda-tanda ada 'notif' masuk. Ternyata ввм dari seorang sahabat, singkat namun cukup membuat saya bergeliat di kelas "woy,ada moy di fakultas sebelah." Apadaya gw masih stuck dgn kuesioner setebal kitab itu.
Why so sial?

13.00
Setelah memutar-mutar pencarian dgn beberapa peri kecilku, moy tetap tidak ada. Status: TIDAK DITEMUKAN. Mission: COMPLETELY FAILED. Pesakitan ini pun semakin menjadi-jadi. Suara dewi persik berubah menjadi desahan tanpa timbre.
Why so sial?

15.30
Selesai kelas sebuah bahasa yang you have to believe tat this language is so damn interesting yet dizzy. Perut berdangdut ria mengikuti irama Rhoma Irama riuh-rendah, punggung udah kayak si pungguk merindukan bulan, dan mata 5 watt pun kurang.
Why so sial?

16.15
Gerombolan anak non fakultas sejenis menyerbu stand tarot-ing, gw dan teman-teman menanti dengan sabar bak Rapunzel menanti pangerannya. Akhirnya bisa juga kita ketemu dgn well..bukan pangeran. Mas gondrong bernama salah satu dari rasi bintang yang ada itu mulai menjejerkan kartu andalan kebanggaan hidupnya dan mulai bertutur. "Kamu akan menikah umur 26, tidak bercerai, sehidup semati, anak dua, orang baru, tapi....berondong."
Why so sial?

19.30
Mau menonton dvd tidak original di laptop seorang sahabat yang berasal dari peranakan yg sama dgn merek laptopnya berasal. Lagi-lagi tidak sukses. Pertama, dvd ketinggaln di tempat makan malam, harus balik lg buat ambil. Kedua, ada satu kecoak yang kabarnya buta namun cukup mengganggu kami dengan tingkahnya yg juga membabi buta. Ketiga dan sebagai puncaknya, dvd tidak dapat disetel di laptop hitam yang seolah-olah memberi senyum licik kemenangan kepada kami.
Why so sial?

23.01
Masih terpaku dengan layar smartphone dan belum juga mengirimkan email ini, pikiran masih sibuk dengan "apa kata tukang tarot" itu tadi. Sementara beberapa meter dari gw, meja belajar sudah memanggil-manggil karena masih ada bahan yang harus dibaca untuk mengajar para ABG kurang semangat esok hari.
Why so sial?