Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Senin, 16 Mei 2011

Asap Alkohol



oleh: @allirf3424


"Gin," ujar pemuda itu kepada bartender, dengan wajah pasifnya yang sudah terlampau familiar di klub itu. Rambut hitamnya di atur dengan gel, gaya berantakan yang disukai kebanyakan perempuan. Pakaiannya biasa saja, meskipun tulisan GUESS di t-shirt putih yang dipakainya di bawah blazer hitamnya sudah membuat beberapa wanita mulai meliriknya dengan penuh minat. Itu sajalah yang akhir-akhir ini diperhatikan orang, merek dan harga. Oh, termasuk dia juga, kok. Dia tidak akan munafik dan berkata dia tidak tertarik dengan semua itu.

Antara pelacur atau putri pemilik grup besar di Jakarta, ia pasti akan memilih yang kedua. Meskipun yang pertama mungkin akan lebih profesional dalam memuaskan kebutuhannya. Tapi setengah saham dari salah satu perusahaan media terbesar di Indonesia terlalu menggiurkan. Satu alasan yang membuatnya terus mengencani Jessica. Dari namanya saja mungkin sudah bisa ditebak, perempuan itu blasteran Canada. Cantik, jelas.Mana mungkin ia akan mengencani perempuan itu jika mukanya jelek, atau jika tubuhnya gendut dan tidak langsing seperti model.

Tapi cantik dan bertubuh bagus, tidak bisa menutupi fakta bahwa perempuan itu berisik dan manja. Membuatnya muak kadang-kadang. Caranya memajukan bibirnya sok anak kecil ketika permintaannya ditolak, caranya menjerit-jerit saat ia tidak puas, katakan saja, kalau bukan merek yang tertulis di dahinya besar-besar 'Puteri Pengusaha Sukses', ia tidak akan mau dekat-dekat. Karena alasan yang sama juga, ia tidak menanggapi seorang wanita yang sedang menempelkan bagian depan tubuhnya ke punggung pemuda itu. Ia tidak menanggapi memang, tapi bukan berarti ia tidak boleh menikmatinya kan? Suara dentuman bass dan bunyi-bunyian elektrik yang mereka sebut musik memenuhi ruangan. Bau asap dan alkohol bercampur dengan aneka parfum yang dipakai orang-orang. Kombinasi yang memabukan, membuatnya hampir berbalik dan mulai membalas perlakuan wanita di belakangnya.

Pemuda itu meraih gelas yang disodorkan si bartender dan meneguk isinya. Wanita di belakang memilih saat itu untuk mulai menempelkan bibirnya ke lehernya. Murahan memang, yang biasanya ada di klub ini. Disenyumi sedikit saja langsung datang. Jenis perempuan kesukaannya.

"Ada hotel bagus dekat sini," bisik wanita itu di telinganya, dengan suara berdesah yang akan membuat kebanyakan laki-laki langsung menyerah. Tapi dia bukan pemuda kebanyakan. Kalimat sugestif begitu hanya ditanggapinya dengan sebuah seringai tak peduli. Ia baru menenggak dua gelas gin, belum cukup untuknya kehilangan rasionalitas dan menerima ajakan begitu. Tapi wanita itu juga sama keras kepalanya. Jemari menyelinap di bawah t-shirt Guess-nya. Ia hanya nyengir sedikit, membiarkan wanita itu meneruskan pekerjaannya.


"Adit?"

Pemuda itu meletakan gelasnya di atas bar, dengan santai menepis tangan si wanita.

"Hai, sayang, ada apa?"

"Apa yang dia lakukan?" tanya orang yang baru datang itu dengan tatapan curiga. Ia menyibakan rambut cokelatnya yang sebahu dan bersidekap, menunggu penjelasan dari si pemuda. Minidress selutut hitam yang membalut tubuhnya dan high-heels emas di kaki membuat perempuan itu tampak lebih menarik daripada biasanya. Suara musik dan lampu warna-warni seakan menambah gemerlap penampilan perempuan yang memang sudah pada dasarnya glamour itu.

"Perempuan itu terjatuh, Jess, tidak sengaja menabrakku," ujar pemuda itu ringan, berjalan ke arah gadis yang dipanggilnya Jessica itu dan merengkuh lembut lehernya.

"Benar? Tidak bohong?"

"Mana mungkin aku berbohong padamu, sayang," si pemuda tersenyum, mengecup pipi sang gadis sebelum merangkul bahunya, "kebetulan aku sudah ingin pulang. Dinner?"

"Jam dua pagi?"

"Ke apartemenku saja kalau begitu," si pemuda itu nyengir dan memainkan rambut pacarnya itu dengan jemari tangannya yang bebas. Ia mulai muak dengan bau asap dan alkohol, dan semua wangi parfum yang menyengat hidung. Gadis itu mengangguk, meletakan tangan kecilnya di punggung si pemuda. Semua pada dasarnya sama saja. Mencari cara untuk hidup senang. Kebetulan saja, pemuda itu memiliki standar hidup yang tinggi dan Jessica bisa mengabulkannya. Selama perempuan itu juga senang, tidak ada salahnya bukan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!