Oleh: Lauren Joanna
Sebelum gue menutup mata untuk mengakhiri hari ini, gue tertawa. Gue tertawa karena teringat tingkah laku temen-temen di kelas gue. Terutama yang cowok. Kelas 10-3 yang ramai dan hampir semua anaknya mempunyai rasa kebersamaan yang tinggi. Gue mendapatkan banyak momen kebahagiaan di kelas 10-3…
Oh ya, ngomongin soal momen kebahagiaan… Gue jadi inget masa itu. 2 tahun yang lalu di Hong Kong. Masa-masa gue dan nyokap gue mencoba membuat lembaran hidup baru di Hong Kong. Nyokap gue mencoba kerja di Hong Kong sebagai pelatih tenis.
2 tahun yang lalu gue masih umur 13 tahun. Masih kelas 1 SMP. Tapi orang-orang nggak bakal nyadar kalo gue masih umur 13 tahun saat itu. Dengan tinggi badan sekitar 165cm-an, gue yakin orang-orang menyangka gue umur 16 tahun atau bahkan 17 tahun. I’m fine about that.
Gue ikut nyokap gue karena gue juga ikut nyoba tinggal di sana. Kalau kerjaan nyokap gue enak, rencananya gue bakal tinggal dan sekolah di sana.
Gue bener-bener blank soal rencana tinggal di Hong Kong dan sebagainya. High cost living, orang-orang Hong Kong yang jutek dan kadang kasar. Orang Hong Kong yang sedikiit banget yang mau berbahasa Inggris sama turis-turis asing.
Gue dan nyokap ninggalin Jakarta di tengah bulan Juni.
Sesampainya di sana, gue dan nyokap tinggal di hotel untuk sementara. Semua biaya hotel ditanggung sama bosnya nyokap gue. Orang yang mau memperkerjakan nyokap gue.
Awalnya terasa berat. Kita berdua mencoba survive di negara orang. Berusaha menghemat uang, menjaga kesehatan. Di mana saat sampai di sana tuh lagi musim hujan. Bahkan kalau hujannya deras banget, bakal ada angin topan! Beugh, gimana nggak serem kan tuh…
Tapi Tuhan selalu menjaga umatNya. Di mana pun, kapan pun, gue dan nyokap gue aman di tangan Tuhan.
Beberapa minggu kemudian, gue dan nyokap gue pindah ke apartemen di daerah Kowloon City. Gue merasa nyaman tinggal di situ. Mau makan apa gampang, karena… Di dekat apartemen yang gue tempatin ada semacem ITC gitu… Jadi ada beberapa tempat makan yang enak, juga tempat laundry.
Dekat apartemen yang gue tinggalin ada laut dan dekat laut ada beberapa mal yang isinya toko-toko baju, tempat makanan… Pokoknya enak banget deh!
Gue bener-bener bersyukur karena Tuhan nggak ngelepasin gue dan nyokap gue gitu aja. Dia benar-benar penuh cinta kasih dan sayang…
Gue latihan tenis di tempat nyokap ngajar tenis. Satu hal lagi yang perlu—harus gue syukuri, Tuhan kasi’ teman-teman tenis yang baik dan bisa berbahasa Inggris. Gue bisa berkomunikasi sama mereka, berbagi pengalaman, dan latihan tenis bareng. Seneng-seneng bareng.
Temen-temen baru gue itu rata-rata orang Hong Kong. Tapi ada juga yang orang Sri Lanka. Cewek. Dia tinggal dan sekolah di Hong Kong. Hebat yaa…
Gue mendapatkan momen kebahagiaan di Hong Kong melalui teman-teman baru yang gue punya.
Dari hari ke hari gue kerjaannya latihan tenis terus. Setelah itu, gue dan nyokap cari makanan di jalan sekalian keliling kota Hong Kong yang nyaman dan aman itu.
Kebanyakan kita ke mana-mana itu jalan kaki. Transportasi umumnya bis, dan MTR (kereta bawah tanah). Kita jarang naik taksi karena harga taksi itu mahal banget, dan supirnya juga rata-rata nggak bisa berbahasa Inggris. Jadi, daripada uang kita habis ditipu supir taksinya, mending kita capek-capek jalan pulang. Berhemat.
Sejenak gue tenang akan hidup gue saat itu. Momen kebahagiaan gue. Tapi ada satu hal yang menganjal di benak gue.
Sekolah gue gimana…?
Gue belum resmi keluar dari SMP gue yang lama di Jakarta. Gimana gue mau masuk SMP di Hong Kong? Yah, kalo masalah rapot doang gue nggak bakal pusing banget. Biayanya itu lhooo…
Nyokap gue kan dapet gaji cukup buat makan, keperluan sehari-hari sama bayar tempat tinggal yang mahalnya nggak ketolong. Gimana gue mau sekolah, coba? Biayanya dari mana?
Kalau pun ada uang yang cukup buat sekolah, kualitas sekolahnya gimana? International school di Hong Kong kan mahal… Dan gue nggak mungkin masuk sekolah swasta di sana karena masalah bahasa.
Well, enough for that. Yang terpenting adalah, gue enjoy tinggal di Hong Kong. That’s it. Gue punya momen kebahagiaan di Hong Kong sama nyokap gue dan teman-teman tenis gue lainnya.
Meskipun gue dan nyokap gue pontang-panting mencoba bertahan hidup dan bekerja di negara orang, kita tetep happy kok. Nggak stres melulu… Kan kita tinggal bersama. Melakukan banyak hal bersama. Kita saling membantu. Saling melengkapi.
Salah satu momen kebahagiaan gue di Hong Kong yaitu, saat gue dan nyokap gue harus pergi ke Macau (negara kecil dekat Hong Kong) buat memperbarui visa kita.
Kita ke Macau dari Hong Kong naik kapal jet. Kapal jet-nya cukup besar dan beratap. Dalamnya ada banyak kursi yang cukup untuk, kira-kira 100 penumpang. Bukan kapal jet yang artis-artis/jutawan punya lho…
Setibanya di Macau, gue dan nyokap gue ikut tur sehari buat ngelilingi Macau. Tur-nya bener-bener asik!!
Gue, nyokap gue, dan beberapa peserta tur lainnya ngelilingi negara kecil itu. Negara yang enak buat berlibur menurut gue. Bukan untuk tempat tinggal. Karena rata-rata isi negara itu tuh hotel, casino, temple, dan mal. Jarang gue nemuin rumah di Macau. Nggak tahu juga ya, mungkin gue ke daerah yang kebanyakan mal dan casino-nya. Bukan daerah perumahan penduduk Macau.
Tur yang gue ikutin mengantar kita ke Hotel Venetian. Hotel yang mempunyai casino terbesar nomor satu di Asia, dan terbesar kedua di dunia setelah casino yang ada di Las Vegas, Amerika.
Asli, tuh hotel keren abis! Di dalem hotelnya ada semacam sungai buatan dan hotel menyediakan gondola buat ngelilingi sungai buatan tersebut. Seolah-olah gue lagi di Venesia, Italia saat itu juga.
Gue dan nyokap gue juga ngunjungin Macau Tower yang tingginya sekitar 200-an meter. Monas versi Macau lah istilahnya…
Lalu, kita juga ke gereja St. Paul di Macau. Gereja bersejarah. Katanya ya, gereja St. Paul itu dulunya pernah kebakar. Orang-orang Macau saat itu cepat-cepat berusaha memadamkan api yang membakar gereja itu. Dan hebatnya, si jago merah mati sebelum dia melahap gereja bagian depan. Dan bagian depan gerejanya itu masih utuh sampai sekarang.
Suasana di Macau itu ada suasana Eropanya juga. Karena, Macau itu negara bekas jajahan Portugal. Jadi jalanan rayanya, dan beberapa bangunannya European gitu.
Gue dan nyokap gue ngelilingi Macau seharian penuh dan malamnya gue menginap di Hotel Emperor. Dan besok siangnya, kita balik lagi ke Hong Kong dan melakukan rutinitas kita sehari-hari.
We passed each day together… 1 month passed by… 2 months passed by. Bulan Agustus tiba. Summer time buat orang-orang Hong Kong dan negara ber-empat musim lainnya.
Gue kepanggang matahari setiap harinya. Tapi gue enjoy kok. Seneng banget malah. Tiap hari gue latihan tenis bareng-bareng temen yang lainnya itu merupakan momen kebahagiaan gue.
Tapi gue punya momen kebahagiaan yang paling berharga. 11 Agustus, hari ulang tahun mama.
Nyokap kerja—ngajar murid tenisnya seperti biasa di hari ulang tahunnya. Selesai kerja, gue dan nyokap ke toko roti sebentar beli roti buat besok sarapan.
Mata gue terpaku sama potongan blueberry chesse cake itu. Gue mau beli cake kecil itu sebagai hadiah ulang tahun mama. Tapi nggak seru ah, masa beli hadiah, orang yang lagi ulang tahun udah tahu hadiahnya apa.
Sambil jalan pulang, gue terus mikir bagaimana caranya balik lagi ke toko roti itu lagi tanpa ketahuan mama. Sehabis mandi di rumah, nyokap minta tolong gue anterin laundry kotor ke tukang laundry deket apartemen.
“Kesempatan,” pikir gue.
Gue ambil dompet gue dan gue pun mengantar laundry kotor ke tukang laundry lalu jalan ke mal dekat apartemen. Ke tempat toko roti tadi mama beli roti.
Malam-malam, gerimis, sendirian pula, nggak merubah pikiran gue untuk langsung balik ke apartemen.
Gue lari meskipun jalanan becek+licin dan agak kehujanan. Gue harus lari supaya mama nggak khawatir kenapa gue lama banget keluar apartemen, padahal gue cuma menaruh laundry kotor di tempat laundry.
Baju gue basah karena kehujanan. Blueberry cheese cake udah di tangan. Sialnya, si penjual roti masukin potongan blueberry cheese cake ke dalam kantong kertas doang. Bukan kotak!
Kalo gue lari-lari, takutnya cake-nya jadi hancur. Dan gue nggak mau sampe cake-nya hancur.
Alhasil, gue tetep lari, ngejar waktu. Kantong berisi cake itu gue pegang hati-hati supaya cake-nya nggak hancur dan nggak kehujanan.
“Happy birthday Mom,” ucap gue sungguh-sungguh sambil memberikan kantong kertas berisi blueberry chesse cake yang baru gue beli.
Mama menerima kado gue dengan senang hati. Bahkan tangis harunya pecah karena mendapat little surprise dari gue. Lari-lari sampai kehujanan sambil bawa cake. Mama seneng banget.
Gue pun juga seneng karena bisa bikin mama seneng. Gue seneng, karena tanpa kehadiran anggota keluarga maupun sanak saudara lainnya, mama bisa ngerasain kehangatan dalam hari ulang tahunnya.
Saat kita berdua berusaha bertahan hidup, kita bisa mendapatkan kebahagiaan yang tiada tara. Gue menemukan momen kebahagiaan lainnya bersama mama. Dan gue sangat mensyukuri hal tersebut.
Itulah momen-momen kebahagiaan gue di Hong Kong dan Macau bersama mama… Dan aku akan mengenang momen-momen kebahagiaan tersebut selalu.
~Finish~
Blog untuk memajang hasil karya partisipan #WritingSession yang diadakan setiap jam 9 malam di @writingsession. Karena tidak ada yang bisa menghentikan kita untuk berkarya, bahkan waktu dan tempat.
Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!
bagus nih bagus *prok prok prok*
BalasHapusaku malah nungguin surprise di akhir cerita..
BalasHapusaku kira di akhir, ibunya meninggal atau apa..
cuz kalo gini, jatohnya cuma curhat..
point plus, bahasanya mengalir..
setuju dengan Wahidini Nur Aflah...
BalasHapusini curhat, yak?
hmm saya sih berharap bisa baca yang lebih waw gitu.. :(
yaaah... not bad.. bgs kok..
BalasHapusintinya, menyuguhkan crita tentang kebahagiaan..
terus nulis yah..^^
makasih banyak atas komentar, kritik+sarannya all :) maaf ya kalo cerpennya agak mengecewakan :(
BalasHapus