Oleh Aditya Kusuma (@aditstorsi)
Manusia itu kotor. Ya, itulah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Paling tidak dalam arti harfiah. Masing-masing dari kita sebagai manusia pasti mengeluarkan kotoran. Tidak hanya itu, kehadiran kita dimana pun kita berada kadang tidak disadari akan menimbulkan kotoran, entah itu kotoran dari alas kaki, tangan yang berminyak, ketombe yang jatuh, asap dan puntung rokok, dan lain sebagainya. Padahal kita sendiri ingin bersih dan cenderung malas untuk membersihkan kotoran yang kita bawa atau terbawa oleh kita. Kantor adalah salah satu tempat dimana orang melakukan aktivitas dan rutinitasnya. Dengan semakin banyaknya orang di dalam kantor itu pasti berbanding lurus dengan volume kotorannya. Karena kondisi malas itulah, sosok pembersih ruangan dibutuhkan, yaitu cleaning service (CS). Seperti yang sering kita lihat di kantor-kantor, mereka berseragam khusus yang berbeda dengan seragam yang berlaku untuk karyawan di kantor itu. Seperti yang ada di kantorku, mereka
berseragam kemeja berbahan katun berwarna biru muda, celana panjang warna gelap, dan bersepatu. Per lantai ditugaskan 2 orang, satu laki-laki dan satu perempuan. Tanggung jawab mereka, tentu saja, untuk menjaga agar kondisi kantor tetap bersih. Bila dijabarkan lebih detail, tugas mereka yaitu membersihkan kloset, urinoir, menyapu, mengepel, dan bahkan membersihkan langit-langit atau plafon. Yang paling kita rasakan peran mereka adalah pada toilet. Kloset merupakan area yang sangat rawan akan kotoran karena ia menampung sesuatu yang ‘besar’ dan ‘kecil’. Terus terang, aku sendiri cenderung mual dan jijik apabila melihat kotoran-kotoran yang masih ‘tersisa’ di sisi-sisi kloset. Di rumah, aku selalu menghindari pekerjaan membersihkan toilet dan sekalipun aku tidak ingin sama sekali untuk melakukannya. Sedangkan para CS melakukan itu setiap hari kerja mereka. Mereka menyiram dan menggosok supaya selalu terlihat bersih. Aku susah membayangkan apabila aku berada di posisi mereka, dimana aku berjarak cukup dekat dengan kotoran-kotoran itu. Ugh!
Lantai toilet pun tidak jarang berada dalam kondisi kering. Air yang menggenang di lantai membuat basah alas kaki dan tentu saja akan menimbuilkan jejak kaki yang kotor. Ini termasuk dalam tanggung jawab mereka untuk membersihkannya. Dalam jangka waktu tertentu mereka harus mengepelnya dengan kondisi orang-orang masih berlalu-lalang. Bisa dibayangkan lantai yang masih basah harus diinjak dan tentu saja akan kotor kembali. Aku ingat betapa jengkelnya aku ketika lantai yang sudah dipel dilewati oleh kakak. Rasanya sia-sia aku mengepel. Apa ya kira-kira yang CS rasakan dengan kondisi itu? Dengan kapasitas ruangan kantor yang terbatas, sering sekali ruangan khusus untuk CS ini kurang representatif atau bisa dikatakan tidak layak, salah satunya di pantry. Pantry rata-rata berukuran 1,5 x 1,5 m2. Mereka beristirahat di situ berdampingan dengan wastafel untuk mencuci piring atau gelas. Ketika aku hendak mencuci gelas sendiri di pantry, dengan perasaan humble, aku permisi kepada mereka yang kebetulan sedang tidur. Mereka menjawab dengan senyum, “Oh, silakan Mas Adit.”
Hal yang cukup melegakan aku adalah mereka dibayar sudah di atas Upah Minimum Regional (UMR) namun berapa besarannya aku tidak tahu. Entah mengapa dalam seminggu hari kerja mereka sebanyak 6 hari. Sabtu mereka masih masuk. Aku membayangkan, gila juga kerja mereka. Dengan kondisi saat ini dimana lapangan pekerjaan semakin susah didapat, beberapa orang ‘rela’ bekerja menjadi CS asalkan mereka bisa menghidupi keluarga mereka. Aku yakin, tidak ada seorang pun yang rela bergumul dengan kotoran dalam hidupnya. Namun tuntutan lain mendominasi dan mengalahkan perasaan mereka itu. Sudah sepatutnyalah kita memberikan apresiasi atas pekerjaan dan usaha mereka dalam menjaga lingkungan kerja kita untuk tetap bersih. Karena kita sendiri belum tentu sanggup dan rela untuk melakukan pekerjaan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!