Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Selasa, 05 Oktober 2010

Gadis Patah Hati

Oleh: Rose Princess

Usia perempuan itu sekarang 27 tahun. Usia yang sudah cukup matang untuk menikah, membangun keluarga kecil sederhana, dan hidup bahagia di dalamnya. Tapi ia malah sibuk mendaftarkan diri untuk mengambil kuliah Master-nya di Jurusan Hukum. Ia tak puas dengan hanya mendapat dua gelar di belakang namanya. Menurutnya nama itu masih kurang panjang, kurang memiliki prestise.

Sepanjang sejarah karirnya, ia telah memenangkan begitu banyak kasus. Selama menjadi seorang pengacara, ia selalu bisa memuaskan hati kliennya. Tak banyak yang bisa mendebatnya baik di dalam ruang pengadilan maupun di luar ruang pengadilan. Ia juga cukup cantik dan menarik. Tubuhnya proporsional dengan tinggi 170 cm dan berat 50 kg, berkulit kuning langsat dan berambut panjang ikal alami. Penampilan fisiknya anggun, elegan, tapi sangat Indonesia.

Banyak orang bertanya mengapa ia tak segera menikah? Apakah mungkin perempuan se-sempurna dia sulit mendapatkan pasangan hidup? Tapi banyak pula yang menebak, mungkin ia tak ingin segera menikah karena fokus pada kuliah dan karirnya.

Hanya perempuan itu yang tahu, alasan mengapa ia tidak menikah. Sebut saja namanya Gadis.

Ketika usianya 17, saat masih mengenakan seragam putih-abu, dia jatuh cinta pada seniornya, sang Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Cinta itu lantas bertepuk sebelah tangan karena sang senior menolak mentah-mentah ketika perempuan itu memberanikan diri mengungkapkan perasaannya.

Gadis patah hati, tapi ia belajar dari sakitnya. Bahwa mungkin ada yang salah dengan penampilan atau tingkah lakunya. Pelan tapi pasti Gadis mengubah penampilannya, dari gadis berkacamata yang lugu menjadi gadis feminim yang memiliki banyak prestasi. Bunga kemudian bisa menjadi Ketua OSIS setelah seniornya yang menolaknya itu lengser. Tak hanya itu, Gadis juga memenangkan banyak lomba baik antar sekolah se-Kabupaten sampai tingkat Nasional.

Saat masuk kuliah, Gadis kembali jatuh cinta, tapi kali ini pada teman kelasnya sendiri yang seumuran. Gadis tak lagi bertepuk sebelah tangan. Ia akhirnya bisa merasakan mencintai dan dicintai. Bersama laki-laki itu Gadis menghabiskan masa kuliahnya. Hanya dengan laki-laki itu saja Gadis menjalin cinta. Tapi semakin lama hubungan itu terjalin, sifat buruk si laki-laki mulai tampak. Gadis mungkin harus menerima sifat buruk kekasihnya apa adanya, tapi tidak dengan tindak kekerasan yang dilakukannya. Berulang kali Gadis mendapatkan pukulan, tamparan, bahkan tendangan setiap kali mereka bertengkar. Akhirnya Gadis memutuskan berpisah dengan laki-laki itu setelah ia pingsan dan harus dirawat di rumah sakit selama dua minggu. Orang tuanya hampir-hampir membawa kasus ini ke pengadilan tapi Gadis mencegahnya. Ia hanya ingin menjauh dari laki-laki itu, hanya itu yang bisa membuatnya sembuh.
Lulus kuliah dan menyandang gelar Sarjana Strata Satu di bidang hukum, Gadis kemudian bekerja di sebuah Lembaga Bantuan Hukum. Dari sana karirnya dimulai. Ia menjadi pengacara yang mau terus belajar sehingga kasus-kasus yang ditanganinya selalu berakhir dengan senyuman dari klien-nya. Gadis kemudian berpacaran dengan salah satu kliennya. Ia bahkan dibantu oleh kliennya -yang kemudian menjadi kekasihnya itu- untuk bergabung di salah satu Firma Hukum. Gadis tak tahu kalau kekasih barunya itu ternyata telah memiliki istri dan anak. Saat semuanya terungkap, Untuk menyembuhkan luka akibat patah hati, Gadis mengundurkan diri dari Firma Hukum tersebut lalu memutuskan untuk melanjutkan kuliah pascasarjana-nya.

Di tempat kuliah barunya itu, lagi-lagi Gadis jatuh cinta, tapi kali ini dengan dosennya sendiri. Setelah berusaha melakukan pendekatan, bahkan sang dosen seakan memberi sinyal yang sama, akhirnya Gadis memberanikan diri menyatakan perasaannya. Ternyata kali ini Gadis kembali harus bertepuk sebelah tangan. Sang dosen tidak bisa menerima cintanya karena sedang fokus menyusun tesis. Mendapat penolakan seperti itu, Gadis melampiaskan patah hatinya pada buku. Ia menulis buku yang bertema hukum. Buku itu ternyata diterbitkan dan mendapat gelar “best seller” hanya dalam waktu dua bulan sejak peluncurannya. Ia telah membuktikan pada pujaan hatinya bahwa ia “Bukan Gadis Biasa-biasa Saja”.

Kini setelah menyelesaikan Disertasi dan mendapat gelar Magister di Bidang Hukum, Gadis masih belum puas pada apa yang dicapainya, Padahal selain gelar Magister, ia juga kini telah mendapat banyak klien besar seperti pengusaha-pengusaha, bahkan politisi. Tapi Gadis masih terus ingin kuliah, ingin menambah gelar di belakang namanya.

Apa pasal? Karena ia ia jatuh cinta lagi. Kali ini ia jatuh cinta pada seorang eksekutif muda pemilik perusahaan otomotif di Jakarta. Laki-laki itu mewarisi perusahaan milik keluarganya. Bukan harta yang membuat Gadis jatuh cinta pada laki-laki itu, tapi karena mereka sering bertemu di lift apartemen, setiap kali Gadis berangkat dan pulang kerja. Jam berangkat kerja dan pulang kerja mereka sama. Gadis yakin itu pertanda baik, mungkin laki-laki itu adalah jodohnya. Setelah mencari tahu siapa laki-laki itu, Gadis terkejut karena ternyata laki-laki itu adalah teman kecilnya dulu. Mereka bertemu lagi setelah puluhan tahun tak bertemu.

Mereka memang akhirnya menjalin kembali hubungan itu. Gadis kembali merasakan mencintai dan dicintai, kali ini cintanya berbalas. Tapi laki-laki itu tidak setia. Teman kecilnya yang lucu, yang selalu membelanya ketika ia diganggu oleh anak laki-laki yang lainnya dulu, teman kecilnya yang selalu menghapus air matanya, teman kecilnya yang kini hampir menjadi teman hidupnya, ternyata berselingkuh. Laki-laki itu tak bisa setia, meski Gadis termasuk tipe perempuan yang nyaris sempurna.

Sejak itu Gadis melanjutkan kuliah Master-nya. Ia bertekad akan menyelesaikan kuliahnya secepat mungkin, lalu akan mendirikan Lembaga Bantuan Hukum sendiri. Ia juga berniat membuka usaha restaurant yang khusus menjual masakan-masakan khas dari seluruh pelosok Indonesia.

Gadis tertawa sendiri di sudut jendela apartemen-nya, mengingat perjalanan kisah cintanya dan perjalanan hidupnya sejauh ini, tapi sejenak kemudian ia menangis. Hatinya begitu sakit. Wajah-wajah telah dan datang dan telah pergi dalam hidupnya, tapi tak ada yang bisa membuatnya tersenyum. Jalan hidupnya seakan enggan membawanya kepada akhir yang bahagia.

Ia mencoba mencari-cari, merenungkan apa yang salah pada dirinya. Ia kini telah nyaris sempurna, tapi mengapa tak ada laki-laki yang bisa membahagiakannya? Apa yang laki-laki cari dan tak ada dalam dirinya?


***

Gadis terus melanjutkan hidupnya, terus memperbaiki kualitas dirinya agar ada laki-laki yang bisa  membahagiakannya dalam cinta. Ia lupa bahwa dengan begitu ia justru belum mencintai dirinya sendiri. Ia berubah menjadi lebih baik hanya untuk mendapat perhatian orang lain. Ia lupa,bahwa jika ia berubah untuk dirinya sendiri, untuk kebaikannya sendiri, maka kebahagiaan itu akan menghampirinya tanpa ia duga. Ia tak perlu mengejar, tak perlu berlari, kebahagiaan itu ada dalam hatinya, tak pernah pergi dari sana. Tapi ia selalu mencarinya di hati orang lain,di hati laki-laki yang justru tak pernah bisa membuatnya bahagia. Andai ia tahu bagaimana mencintai dirinya, tentu ia tak harus masuk rumah sakit jiwa sebulan yang lalu.

Sebulan lalu, Gadis berteriak-teriak di apartemennya, hampir melompat keluar jendela. Tindakannya memancing penghuni apartemen untuk memanggil petugas keamanan. Tapi petugas keamanan saja tak sanggup menenangkannya. Gadis kemudian menjadi berita utama di Koran lokal karena berhasil membuat anggota kepolisian dan wartawan berkumpul di kamarnya untuk meliput tindakan nekatnya yang mencoba melompat dari jendela apartemen. Untung polisi berhasil menggagalkan rencananya.

Saya sebagai sahabatnya hanya bisa mendoakan semoga kondisi kejiwaan Gadis bisa segera pulih. Selama ini saya hanya tahu bahwa ia adalah perempuan sempurna, punya karir cemerlang, pendidikan tinggi, dan fisiknya begitu menawan. Gadis adalah perempuan yang sangat tertutup, ia tak pernah menceritakan apapun tentang dirinya pada saya. Selama sepuluh tahun kami bersahabat, kami hanya menghabiskan waktu untuk mengerjakan tugas sekolah dan tugas kampus bersama, makan, nonton, main ke luar kota,tanpa pernah saling bertukar cerita pribadi.

Saya baru tahu kisahnya dari buku hariannya, justru setelah ia masuk rumah sakit jiwa. Dari psikiater yang merawatnya, saya baru tahu bahwa Gadis selama ini tidak bahagia dengan kehidupannya. Ia mencari kebahagiaan yang sesungguhnya sudah ada dalam  hatinya, dalam dirinya, seandainya saja ia bisa lebih mengenali dan mencintai dirinya sendiri …

Saya pikir ia tak pernah kesepian, saya pikir ia menikmati kehidupannya, dengan atau tanpa saya. Seandainya saya tahu hal  ini sejak awal, tentu saya akan jadi orang pertama dan satu-satunya yang mencintai dan membahagiakan dia.

Saya mencintai Gadis. Saya pikir dengan menjadi sahabatnya seumur hidup, saya akan bisa membahagiakannya. Saya pikir selama ini saya sudah cukup baik menjaganya, cukup membuatnya nyaman, tapi ternyata ia bukan butuh sahabat, tetapi kekasih.  Dan  laki-laki itu mungkin saya, jika saja saya berani mengungkapkan perasaan saya, kekaguman saya, rasa cinta saya yang  utuh  saya persembahkan selama bertahun-tahun hanya untuk Gadis seorang.

Ah Gadis …

1 komentar:

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!