Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Rabu, 02 November 2011

Impossible Love

Oleh : Nada Azizah ( @naadnood ) http://chocolatecoffee-nadas.blogspot.com



‘Drrrrt…Drrrrt…’

Ponselku bergetar. Lampu LED pun menyala. Ada chat yang masuk. Segera aku menaruh novel yang tadi kubaca lalu membuka chat yang masuk ke ponselku. Rio.

Rio : Jgn baca terus. Makan jgn lupa ya neng.

Fia : Siap bos J

Aku tersenyum membaca chat itu. Sepele sebenarnya. Hanya mengingatkan makan. Akan tetapi, orang yang mengucapkannya yang membuatku tersenyum. Orang yang telah membuat perasaanku diaduk-aduk seminggu ini. Rio. Teman sekelasku. Teman dekatku. Awalnya aku dan dia hanya berteman biasa. Akan tetapi, makin hari Rio makin perhatian padaku dan – ya sejujurnya – itu menumbuhkan sebibit harapan di hatiku. Ponselku kembali bergetar.

Rio : PING!!!

Rio : Lo hrs tau. Firda sms gw lg!

Aku menghela nafas panjang. Firda. Again. Yap, Rio menyukai Firda. Anak kelas sebelah.Aku mendengus kesal. Cemburu? Iya. Sakit? Sangat. Bagaimana tidak? Rio bercerita tentang gadis lain padahal harusnya dia sadar aku menyukainya. Ponselku kembali bergetar. Rio menelefon.

“Halo?”

“Fi? Lo ga apa-apa? Chat gue kenapa ga dibales?”tanya Rio dengan cemas. Satu lagi sikap Rio padaku yang membuatku melayang. Dia seringkali mencemaskanku.

“Gue ga apa-apa. Tadi lagi makan, Yo. Sorry. Mau cerita apa lo?”tanyaku dengan agak sedikit malas. Dan bergulirlah cerita Rio tentang Firda. Betapa mengagumkannya Firda, betapa pintarnya, bla bla bla. Aku bosan mendengarnya.

“Fi? Are you still hear me?”tanya Rio yang baru menyadari bahwa sedari tadi aku hanya diam.

“Yap, I’m here. Terus lo gimana jadinya ama dia?”tanyaku lagi.

“Gue kayaknya mau nembak dia,”jawab Rio yang langsung membuat jantungku mendadak mau copot. Aku terhenyak mendengar jawaban Rio. Rio mau nembak Firda?!

“What?”

“Iya, gue mau nembak Firda. Pas pensi. Lo bantuin gue ya?”pinta Rio. Aku terdiam tak tahu harus menjawab apa. Bagaimana mungkin aku membantu cowok yang aku suka menyatakan cinta pada gadis lain? Mau jadi apa hatiku nanti? Mau remuk? Mau sakit? Cukup sakit yang kurasakan selama memendam perasaan ini.

“Fi?”

“Ah, ya. Oke, gue bantu sebisa gue ya,”jawabku akhirnya dengan amat terpaksa. Pembicaraan di telefon pun berakhir. Aku menutup mataku dan mengumpati diri sendiri. Mengolok-olok kebodohanku. Kenapa lo mau bantuin Rio nembak Firda sih, Fia? Aku menghela nafas panjang. Sakit dan rasa sesak mulai menjalari dada dan hatiku.

***

Aku melangkahkan kakiku menuju rumah Rio keesokan harinya. Hari ini Rio akan menyatakan cinta pada Firda. Dan aku kemari untuk membantunya. Rio keluar dari rumahnya.

“Bentar ya, gue sholat ashar dulu. Lo ga ke gereja emang hari ini? Biasanya sore kan?”tanya Rio. Ya, aku dan Rio memang berbeda agama. Itu juga yang menghalangiku berhubungan dengan Rio. Orang bilang ini adalah Impossible Love. Karena terlalu sulit bersatu jika masalahnya adalah keyakinan. Tapi aku tak peduli apa kata orang. Aku mungkin sudah gila. Ya, gila karena Rio.

“Udah ke gereja tadi pagi kok, gue. Gue tunggu di sini ya,”ujarku. Rio mengangguk lalu kembali ke dalam rumahnya. Otakku tak bisa berhenti memikirkan nasibku nanti. Aku yakin aku akan menangis saat melihat Rio bersama Firda. TIdak lama kemudian, Rio keluar. Kami pun berangkat.

***

“Firda, gue suka ama lo. Lo mau ga jadi pacar gue?”tanya Rio dengan sepenuh hati. Firda yang terkejut akan ditodong pertanyaan seperti itu hanya bisa terdiam. Kalau aku yang ada di posisi Firda, aku akan langsung menerima Rio. Tapi Firda tidak.

“Maaf, Yo, gue ga bisa,”ujar Firda. Rio mendadak lemas dan tak bersemangat. Aku melongo tak percaya. Ku kira Firda akan menerima Rio.

“Kenapa?”tanya Rio dengan sedikit terbata-bata.

“Karena…gue baru jadian sama Denis. Sorry,”ucap Firda. Walau aku sedih melihat Rio murung dan wajah Rio yang putus asa itu, hati kecilku tetap berteriak senang. Jahat? Biarlah. Firda lalu pergi meninggalkan Rio. Aku menghampirinya dan menepuk pundaknya.

“Semangat, Yo. Lo mau nangis? Silahkan. Lo mau marah-marah? Silahkan. Gue siap dengerin semuanya,”ucapku tulus. Rio mendongak menatap kedua mataku. Mata yang sanggup membuat hatiku berdesir dan lidahku kelu.

“Gue ga mau apa-apa. Gue cuma minta lo jangan pergi, Fi. Lo sahabat terbaik gue. Lo udah gue anggap saudara gue sendiri, Fi. Tanpa lo, gue bukan siapa-siapa. Tanpa lo, gue ga akan kuat ngelewatinnya. Lo sahabat gue, Fi. Dan gue butuh sahabat gue,”jawab Rio panjang lebar. Aku terdiam mendengar kata-kata Rio. Sahabat. Ya, sahabat, tidak lebih. Bodohnya aku menganggap aku akan lebih dari sahabat dengan Rio. Harusnya aku sadar diri. It’s Impossible Love. Cinta yang tak mungkin kumiliki. Perbedaan keyakinan antara aku dan dia membentuk sebuah benteng besar antara aku dan dia yang tak mungkin dihancurkan. Impossible Love. Ya, hahaha. Dadaku sesak. Bagai ditabrak oleh sebuah mobil dengan kecepatan tinggi. Mataku penuh oleh genangan airmata. Jantungku sakit. Bagai ditusuk oleh beribu pisau tajam. Ya, begitulah rasanya sakit hati ini. Ternyata memang sakit rasanya tidak bisa dicintai orang yang kita cintai. Tapi aku tau, cinta adalah memberi tanpa meminta. Dan walau dia tak pernah melihatku sebagai orang yang dia cintai, aku akan membuatnya melihatku sebagai sahabat yang dia sayangi.

***

2 komentar:

  1. Kata-katanya sederhana. Bikin yg baca enak ngikutinnya. Like this! :)

    BalasHapus

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!