Oleh : Faizal Egi
Twitter: @faizalEGI
Blog: itsjustsomething.tumblr.com
"Apakah mati akan membebaskanku dari rasa sakit?", itulah yang ada di benakku saat ini. Aku sungguh tak tau apa jawabannya, aku belum pernah mati. Yang aku tau hanyalah rasanya hidup, kehidupan dimana sekarang hanyalah rasa sakit yang kurasakan. Ketika aku membungkuk, mendongak, bersungkur, ataupun sekedar bernafas, yang kurasakan hanyalah sakit.
Tapi apalah arti jawaban dari pertanyaan itu sekarang, meskipun sakit juga akan mengikutiku hingga melewati kematian, tidak ada gunanya lagi saat ini. Sudah terlambat.
Tak pernah kubayangkan bahwa aku akhirnya memutuskan untuk menentukan hari kematianku sendiri, beberapa saat yang lalu kumasukkan sekaligus tak kurang dari 2 lusin valium ke dalam mulutku bersamaan dengan seteguk label hitam, satu - satunya yang setia menemaniku 3 bulan terakhir ini. Sungguh konyol bahwa sekarang aku menjadi bagian dari orang - orang yang dulu sering kutertawakan karena kebodohannya, orang - orang yang mengakhiri hidupnya hanya karena ditinggal oleh orang yang dicintainya. Mungkin sesaat lagi giliran orang lain yang akan menertawakanku.
Terserahlah, toh saat mereka menertawakanku nanti aku berada di tempat yang berbeda dengan mereka. Mereka tertawa karena belum pernah merassakannya saja, seperti aku dulu. Mungkin saat itu mereka menganggapku hanya sebagai seorang pesimis tak berTuhan, tapi tau apa mereka tentang rasa pesimis? Apa mereka tau seberapa besar usahaku untuk bangkit dari rasa sakit ini? Dan tau apa mereka tentang hubunganku dengan Tuhan? Mereka tidak pernah berada di tengah garis hubunganku dengan Tuhan, namun tetap saja mereka merasa lebih dekat dengan Tuhan dari pada aku.
Sekarang aku hanya tinggal menunggu, menunggu mataku berat hingga tertidur lelap. Mungkin akan disertai muntah, sesak nafas, atau entahlah. Tapi kuharap itu rasa sakit terakhir yang bisa kurasakan.
Kuremas - remas undangan pernikahanmu yang kuterima tadi malam, pernikahanmu dengan lelaki lain yang sama sekali tak kukenal. Kuremas sekuat mungkin dengan harapan bahwa kau juga akan merasakan sakit yang kurasakan. Dan akan tetap kuremas kertas ini hingga tanganku terlepas darinya seiring dengan terlepasnya nafas terakhir dari tubuhku.
Lama. Apakah menunggu ajal memang terasa lama? Tapi ini sudah terlalu lama kurasa, aku tak tau pasti kapan aku menelan butir - butir valium itu, namun seingatku saat matahari berada di tengah perjalanannya menuju ke barat. Dan sekarang sudah menjelang senja. Kuambil kemasan valium tadi, kubaca perlahan dengan kesadaranku masih utuh. Aku menghela nafas, disana tertera label sebuah merek permen rasa buah. Pasti ini kepunyaan keponakanku, pantas saja rasanya sedikit asam tadi. Ya sudahlah, mungkin Tuhan tidak rela aku mendahuluiNya menentukan nasibku...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!