Oleh: @aditstorsi
Hidup. Life. Itulah yang saat ini sedang kita kerjakan. Tentu saja, kalau tidak sedang hidup, kita pasti tidak akan bisa membaca tulisan ini. Sejak kita lahir, kita sudah sah untuk hidup hingga saatnya usia kita dinyatakan cukup oleh-Nya.
Sebuah lirik lagu berbunyi “Dunia ini panggung sandiwara…”. Hidup yang kita jalani adalah sandiwara. Layaknya sandiwara, ada peran-peran yang bermain. Kita adalah aktor dan aktris yang mengisi peran masing-masing. Peran apakah yang kita ambil?
Tak terhitung berapa banyak macam peran yang ada di ‘sandiwara’ ini. Pertanyaan mengenai peran apa yang akan kita ambil, tentu akan terjawab dengan kalimat klasik ‘hidup adalah pilihan’ yang berarti dalam hidup kita harus memilih. Kalau kita tidak memilih, kita nggak punya peran donk? Apa peran kita dalam ‘sandiwara’ ini ya sebagai ‘orang yang tidak memilih’? Sepertinya dengan memilih menjadi ‘orang yang tidak memilih’ itu sudah menjadi pilihan. See, hidup memang harus memilih.
Antar peran tentu saja ada interaksi dan komunikasi. Buah dari interaksi dan komunikasi adalah respon dari masing-masing peran. Misalnya, yang berperan sebagai presiden dengan yang berperan sebagai calon menteri. Respon dari si calon menteri, asumsikan, sumringah karena akan mendapatkan jabatan strategis, sedangkan dari si presiden, dia merasa lega bisa mendapatkan orang yang dianggap dapat bekerja sama dengan baik dan mempunyai sifat loyal.
Contoh lain, interaksi dan komunikasi antara mahasiswa yang sedang sidang skripsi dan dosen penguji yang galak. Si mahasiswa merasa gugup karena bertatap muka dengan dosen penguji dan saking gugupnya ia menjadi lupa materi-materi yang sudah ia pelajari. Si dosen merasa jengkel karena setiap memberikan pertanyaan ke si mahasiswa, selalu dijawab dengan jawaban “tidak tahu” dan “lupa”. Si dosen terpaksa menarik kesimpulan bahwa si mahasiswa tidak layak untuk lulus dan si dosen harus mengatakannya di ujung sidang.
Dua contoh di atas adalah sebagian kecil bentuk kehidupan atau life yang terjadi. Di contoh pertama, bisa dikatakan bahwa l.i.f.e berarti Life Is Fun and Easy (kita sebut saja life fun). Namun di contoh kedua, justru berkebalikan, l.i.f.e menjadi Life Isn’t Fuckin’ Easy (yang ini sebut saja life hard). Sama-sama life tapi bisa dipandang menjadi dua hal yang berbeda.
Namun demikian, kita bisa kok membalikkan life hard menjadi life fun dan sebaliknya. Pada contoh si calon menteri dan si presiden, si calon menteri bisa berpikir kalau tugas sebagai menteri itu berat, tanggung jawab besar, berisiko tinggi, juga waktu dengan keluarga menjadi berkurang. Ditambah lagi ketika dia ingin menyampaikan perasaannya ke si presiden, terkendala perasaan ‘nggak enak’ yang tinggi sekali. Makin life hard saja si calon menteri itu.
Si presiden juga sebenarnya enggan mengambil si calon menteri itu sebagai menteri. Namun karena si calon menteri ini adalah besan si presiden atau ketua parpol koalisinya atau salah satu donatur kampanye presidennya, terpaksa si presiden harus mengambilnya dengan mengabaikan calon menteri lain yang lebih berkualitas. Dilema. Life hard.
Pada contoh kedua, si mahasiswa justru menganggap bahwa sidang skripsi adalah ‘panggung’ dimana ia seakan-akan selebritis yang akan tampil untuk mempresentasikan karyanya. Ia persiapkan slide power point yang artistik. Tentu saja materi skripsi ia kuasi betul untuk mengantisipasi pertanyaan-pertanyaan yang sulit. So fun.
Si dosen justru merasa senang ada mahasiswa yang menurutnya berkualitas untuk ia nyatakan sebagai sarjana dan ia memandang calon mahasiswa ini bakal menjadi calon pegawai yang akan ia rekrut di perusahaan tempat ia bekerja atau akan menjadi anggota tim proyek yang ia pimpin. Life fun.
Apapun peran yang kita ambil dan kondisi dalam peran kita, akan ada hal yang bisa kita ambil, yaitu kita akan menjadikan hidup kita sebagai life fun ataukah life hard. Jika bicara idealnya, tentu, life fun-lah yang kita pilih. Namun tidak selamanya dalam meraih life fun justru hard-lah yang kita temui sehingga kita beralih ke life hard. Ternyata, kembali kita dihadapkan dalam sikap memilih. Setelah kita memilih peran, kita akan memilih kondisi apa yang akan kita hadapi. Itu adalah ketentuan yang abadi yang telah Sang Sutradara rancang dalam ‘sandiwaranya’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!