Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Jumat, 21 Oktober 2011

Halo? di Tengah Malam


Oleh: Finesta Biyantika (@finesta)



Jawab panggilanku dan kau akan tahu sesuatu.
.
Drrrtt… drrrtt…
“Engghh―siapa sih yang nelpon pagi-pagi buta begini? Ngantuk banget nih,” rutukku pelan. Kuraba-raba sekitarku, mencari si biang keladi yang telah mengganggu lelapnya tidurku. Ah, ketemu. Ternyata ponselku ada tepat di samping bantalku, pantas saja. Kuingatkan diriku agar lain kali aku tidak akan mengaktifkan ponselku saat tidur.
Drrrtt―huh, tak sabaran sekali sih orang yang menelponku ini, “Halo?” puas kau, hah? Sudah kujawab nih panggilanmu.
“…,” hening. Grr, ini siapa sih? Nomornya pun aku tidak kenal. Hanya orang isengkah? Kurang ajar sekali! “Halo? Siapa disana? Ada perlu apa ya malam-malam begini?”
Sekali lagi hanya keheningan yang menjawab suaraku. Aku mulai kesal. Tanpa pikir panjang lagi aku langsung mengakhiri pembicaraan satu arah―yang dalam hal apapun sama sekali tidak menguntungkanku, malah sebaliknya.
Kutengok jam dindingku. Ah―baru jam 1 pagi. Aku memilih melanjutkan tidurku. Kutarik selimutku sampai menutupi seluruh badan―yang tanpa sadar kusibakkan ke samping saat mencari ponselku tadi. Posisi yang paling pas untuk kembali tidur sampai tiba-tiba―
Drrrtt… drrrtt…
“Ha―ah, siapa lagi itu?” desahku miris. Oh, ternyata cuma sebuah pesan singkat. Nomor tak kukenal, sepertinya nomor seseorang yang menelponku tadi. Sebaiknya kubaca saja.
KAU AKAN MATI, ANAK KECIL!
E-eh? Apa maksudnya ini? Ada apa sih sebenarnya? Kurasa aku tak melakukan hal buruk hari ini, tapi kenapa orang ini sepertinya benci sekali padaku? Pakai mengancamku segala, lagi. Ah―lebih baik tak usah kupikirkan, paling-paling hanya orang iseng tak punya kerjaan.
Drrrtt… drrrtt…
“Halo?” ucapku agak keras. Masa bodoh dengan tata-krama yang diajarkan ibu, toh orang yang menelponku ini pasti juga tak mengenal tata-krama. Bayangkan saja, menelpon orang pagi buta begini? Dasar sinting-tak-punya-tata-krama!
“Kupastikan kau tak akan bisa berbicara lebih dari itu jika masih saja mencaci-maki diriku,” ucap orang itu. Deg! Tahu dari mana dia aku mencaci-makinya?
“Oh, aku tahu semuanya―semua tentangmu. Semua catatan hidupmu ada padaku, karena―karena kau akan mati sekarang juga! Hahaha.” tawa orang itu―mengerikan sekali. Nada bicaranya dingin dan kejam. Dan tadi―apa dia bilang? Aku akan mati? Sekarang? Tidaakk!!!
Hah… hah… hah…
Kurasakan jantungku berdetak begitu cepat, seakan-seakan habis berlari. Tidak―bahkan sehabis berlari pun jantungku tak akan berdetak secepat ini. Kuedarkan pandanganku ke sekitar―gelap sekali. Kuraba daerah sekitarku. Tanganku membentur sesuatu―ah tampaknya sebuah lampu meja. Lantas kunyalakan saja. Sepertinya ini kamarku―aku pasti baru saja bangun tidur. Mimpi yang tadi… buruk sekali, seperti nyata. Aku benar-benar merasakan itu memang terjadi padaku di dunia nyata. Ah sudahlah, hanya mimpi. Tapi kok―kenapa sepi? Padahal sudah jam 6. Biasanya kan ibu sudah berisik membangunkanku.
Aku pun berniat keluar kamar saja. Cklek. Pintu sudah terbuka. Kulangkahkan kedua kakiku keluar kamar. Namun―dimana ini? Dimana aku sekarang? Mengapa terasa begitu asing di penglihatanku?
Mengapa aku berada di pemakaman dekat rumahku? Dan mengapa semua keluargaku menangis di sebuah gundukan tanah yang bernisan―namaku? APA?! NAMAKU?!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!