Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Kamis, 06 Oktober 2011

Wajah dan Hati

oleh @C_arice‏

Sayangi seseorang bukan karena wajah, namun karena hatinya.


“Aku menyukaimu.” Kata orang itu.
“Maaf, aku tau namamu aja nggak.” Kata seorang perempuan tinggi berambut panjang yang bisa dikatakan, sangat cantik. Dengan cuek, perempuan itu meninggalkan lelaki yang tadi baru saja ‘menembak’nya. Namanya adalah Benedicta, perempuan yang sangat popular di sekolahnya. Setiap lelaki yang melihatnya, pasti langsung jatuh hati pada pandangan pertama.

Tapi perempuan dengan nama panggilan ‘Dicta’ ini dijuluki Mawar merah. Mawar yang cantik dan indah, namun durinya menusuk ke dalam jemari orang yang mencoba untuk mengusiknya. Sikapnya yang cuek, cool dan berbeda dari perempuan lainnya menarik perhatian siapa saja yang melihatnya. Tak peduli secuek atau senyolot apapun kata-kata yang keluar dari mulutnya, tetap saja setiap minggu aka nada seseorang atau bahkan beberapa orang yang menembaknya.

Setelah beberapa saat, Dicta sampai di kelasnya. Dan bisikan-bisikan itu mulai menerjangnya.

“Ih liat deh, tuh Dicta, tampangnya…”
“Geli gue, mentang-mentang cakep aja.”
“Gila, sombong banget! Cuman gara-gara cakep aja bangga.”
“Saking sombongnya sampe bisa-bisanya lupa diri banget.”
“Pantes nggak punya temen.”

Kalimat terakhir yang keluar dari mulut Nia akhirnya membuat Dicta kesal. Sudah berapa lama dia mencoba untuk menahan rasa amarahnya terhadap orang-orang seperti mereka, tapi tetap saja.

“Aku juga tak mau berteman dengan orang-orang jelek kayak kalian. Yang bisanya cumin gosipin orang lain. Bilang aja kalo iri sama gue? Gue emang cantik, gue tau, tapi siapa lo yang berhak ngadilin gue?” Kata Dicta dengan penuh percaya diri. Dan aksi tersebut memberhentikan bisikan-bisikan itu. Sekarang semua perempuan melihati Dicta dengan amarah dan perasaan sebal, namun tak dapat membalas kata-katanya.


Sepulang sekolah, Dicta menuju halaman belakang sekolah seperti biasanya. Orang yang diharapkannya untuk ditemui itupun sudah menunggunya, dia duduk diam disana sambil membaca sebuah buku. Dengan cepat, Dicta memakai jaket dan menguncir satu rambutnya, memakai kacamata, walau sebenarnya dia tak mempunyai minus ataupun silinder. Dan tentunya dia membawa sebuah buku besar di tangan kanannya.

“Selamat siang Damian.”
“Oh halo Jess, aku kira kau tak akan datang hari ini.”
Ya, Dicta selama ini selalu menyamar menjadi seorang perempuan yang bernama ‘Jess’. Selama ini, dia sangat menyukai Damian, cowok SMA yang sangat cakep, baik dan tak melihat orang dengan penampilannya saja. Dicta jatuh hati padanya sejak ia pertama kali bertemu dengan Damian.
“Masa sih? Aku kan suka sama tempat ini, udah pemandangannya bagus, tempat ini kayak perpustakaan! Sunyi tapi sangat,” Dicta berhenti dan menutup matanya. Menghirup udara segar yang mengitarinya. “sejuk.” Timpal Dicta yang tak mengeluarkan satupun dusta dari mulutnya. Dia memang sangat menyukai tempat ini dan Damian. Damian pun sempat terkagum melihat wajah Dicta saat dia menghirup udara. Ia rasanya ingin sekali memeluk Dicta saat itu juga.

“Dicta.”
“Ya ada apa?” YA AMPUN! Dicta menutup mulutnya dan mencoba untuk tidak panik. Kenapa Damian memanggil namanya dan kenapa dengan bodohnya dia menjawab? Aduh! Habis sudah sandiwara yang selama 6 bulan ini dia buat. “Jadi benar.” Kata Damian dengan lemah dan kesal. Dicta tak dapat menahan rasa malunya dan segera berlari meninggalkan Damian sendirian.

Selama ini dia takut untuk memberitahukan Damian siapa dirinya sesungguhnya, ia tak ingin Damian menyukainya hanya karena kecantikan yang dia miliki. Dicta hanya ingin dia untuk menyukainya karena dia, karena diri Dicta sendiri!



Sudah tiga hari sejak Dicta bertemu dengan Damian, dia sangat ingin menemuinya, namun ia takut. Lalu keajaiban itu terjadi, HP Dicta berbunyi dan saat dia mengangkatnya, suara yang dia dapati adalah Damian! Saking takutnya, Dicta tak bersuara sama sekali, sehingga Damian mengatakan sesuatu.
“Aku menyukaimu Jess. Aku sudah tau kau Dicta sejak lama. Aku tak menyukai Dicta saat pertama-tama, tapi Jess mengubah pendapatku akan Dicta.”

Dicta terus terdiam.

“Jadi maukah kau menjadi pacarku?”

2 komentar:

  1. Saya suka twist-nya =)

    @shelly_fw

    BalasHapus
  2. Bacanya sambil blushing sendiri! Kwkwkwkwkkw. Tadi lagi iseng-iseng ngesharch nama sendiri di Google. Dan ternyata malah terdampar di sini. Alamak, hahahaha, goodjob!! Saya senang sekali membacanya!

    BalasHapus

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!