Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Jumat, 14 Oktober 2011

Kiana, sih!

oleh: Khairunnisa Putri (@Pupuutc)


Jam dinding menunjukkan pukul sepuluh lebih lima belas ketika ponsel Kiana bervibrasi dua kali, menunjukkan adanya pesan masuk. Dengan setengah mengantuk, gadis itu meraihnya dan menbaca dengan cepat. Dari melihat nama pengirimnya saja Kiana sudah tahu kalau isinya nggak jauh dari urusan kelas atau sekolah.

From : Saira Nabila
IPA 5, besok jangan lupa bawa kamus perancis buat ulangan ya, inget loh, semua harus bawa. Jangan lupa yaa, selamat belajar buat yang masih belajar dan selamat tidur buat yang lainnya J

Kamus! Kiana hampir saja lupa. Meskipun kadang si nona jarkom satu ini bikin kesal karena sms-smsnya yang bisa dibilang sering banget menuh-menuhin inbox Kiana, untuk kali ini Kiana cukup berterimakasih karena sudah diingatkan.
Hanya sekedar berterimakasih karena gadis ini tidak beranjak dari tempat tidurnya. Hanya mengerling rak buku tempat terakhir kali ia meletakkan kamus dan bersiap untuk tidur.

***

Terlambat adalah kata pertama yang terlintas di benak Kiana tatkala retinanya mendapati jarum pendek jam dindingnya tengah menunjuk ke angka enam lewat sedikit. Sambil grasak-grusuk Kiana bangun dan langsung menghambur ke kamar mandi, mandi secepat kilat, kemudian sarapan juga secepat kilat. Semuanya dikerjakan dalam waktu kurang dari tiga puluh menit.
“Kiana, ini udah jam tujuh kurang, mau berangkat bareng nggak, sih!?” seru Miro, kakak sulungnya dari luar rumah.
“Sebentar A, ini tinggal dikit lagi makannya.” Kiana balas berteriak. Dalam satu tegukan Kiana menghabiskan minumannya dan cepat-cepat berlari keluar. Bisa gawat kalau harus berangkat naik angkutan umum, bisa-bisa dia malah nggak jadi sekolah.
“Nggak ada yang ketinggalan, kan?” tanya Miro sedetik setelah Kiana naik ke kursi penumpang. Adiknya yang satu itu memang paling sering banget kena sindrom lupa, sedikit-sedikit lupa, Miro sudah hafal banget.
“Kayaknya sih nggak ada, udah A jalan aja, ntar telat,” jawab Kiana.
Kening Miro berkerut. Kayaknya? Yang begini biasanya nggak beres nih, pikirnya. “Bener ya? Awas ya kalau sampai ada yang ketinggalan,” ujar Miro lalu menyalakan motornya.
Sepanjang perjalanan menuju sekolah, Kiana mulai berpikir mengenai kegiatan apa saja yang akan dilaluinya hari ini. Biasanya hal ini ia lakukan saat mandi namun berhubung seluruh kegiatannya pagi ini dilakukan dengan secepat kilat, berpikir saja jadi tidak sempat.
Ia mengeluarkan ponsel pintarnya, niatnya mau online twitter. Iseng, penasaran siapa saja yang jam segini lagi berkicau di timeline. Tiba-tiba kedua mata Kiana membelalak melihat tweet seorang temannya.

@arishaaa hampir lupa bawa kamus buat ulangan perancis, untung @sairanabila ngingetin. Goodluck ya sayang ulangannya :***

Glek! Kiana menahan ludah. Refleks ia menepuk pundak Miro berkali-kali. “Apaan Na?” tanya Miro tanpa memperlambat laju sepeda motornya.
“Kamus aku ketinggalan A, gimana dong? Aku bener-bener lupa,” jawab Kiana. Semakin panik ketika motor Miro mulai memasuki area parkir sekolah.
“Terus gimana? Kan tadi gue udah nanya sebelum berangkat.” Miro menjawab jengkel. Heran, Kiana ini benar-benar nggak bisa meng-organize barang-barang pribadinya dengan baik. “Cepet turun dulu deh sekarang,” lanjutnya sambil buka helm.
“Gimana dong A? Semalem aku inget tapi terus lupa masukin, gimana dong kan harus semua bawa baru boleh pakai kamus. Gimana dong?” Kiana nyerocos panjang lebar, membuat Miro ikut-ikutan panik akibat urgensi yang dirasakan adiknya.
KRIIIIING!
“Ngga tau ah, udah sana masuk. Cuma kamus doang kan? Santai aja, udah bel lagian,” ujar Miro sambil ngeloyor pergi.

***

Sesampainya di kelas, teman-teman Kiana sudah sibuk menulisi kamus mereka dengan berbagai contekan yang diperlukan. Ulangan Perancis memang bukan hal yang mudah. Kiana sendiri tidak pernah suka pelajaran itu.
“Na, bawa kamus kan?” tanya Bilqis teman sebangkunya sambil lalu.
Kiana menggeleng pasrah. Siap banget kalau harus didamprat teman-teman sekelas. “Lupa Qis.”
Belum sempat Bilqis menjawab, Saira sudah bereaksi duluan. “Lupa? Ya ampun Kiana, kan semalem udah aku ingetin, jangan lupa bawa kamus. Terus sekarang gimana dong?”
“Duh, maaf banget Ra, gue semalem niatnya mau langsung masukin ke tas, tapi malah ketiduran dan paginya telat bangun.” Biar bagaimana pun, membela diri sendiri itu penting.
Saira berdecak sebal. Kiana yakin cewek itu pasti nyesel sudah buang pulsa seratus dua puluh lima perak untuk sms Kiana. “Pinjem IPS deh, kalau nggak salah hari ini mereka juga ulangan,” sarannya.
Kiana mengangguk cepat. Baru saja hendak meletakkan tas di mejanya, Madam Susie sudah berjalan masuk dengan membawa setumpuk soal ulangan. “Bonjour, classe,” sapanya dalam intonasi formal. “Sudah siap untuk ulangan hari ini? Ada yang tidak bawa kamus?”
Mati deh gue, batin Kiana. Dengan perasaan deg-degan dan takut, ia mengacungkan tangannya. Madam Susie tersenyum senang, senang karena murid-muridnya akan menjalani ulangan dengan murni. Tanpa bantuan kamus sama sekali. “Ya, sesuai perjanjian kita, satu tidak pakai kamus, semua tidak pakai kamus. Di atas meja hanya ada alat tulis, kita mulai ulangantiga menit lagi,” titahnya kemudian mulai membagikan soal.
Seisi kelas tampak jengkel, melirik Kiana dengan tatapan ‘gara-gara elu sih’ sambil mencibir. Beberapa bahkan bergumam “Kiana, sih!” tanpa malu-malu. Sia-sia saja usaha mereka mempersiapkan contekan di dalam kamus.
Kiana terhenyak ketika mulai membawa soal. Susah sekali! Ia yakin, habis ulangan ini dirinya pasti disemprot anak-anak kelas. Hanya karena sebuah kamus yang masih tersimpan rapi di rak bukunya.

1 komentar:

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!