Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Senin, 27 September 2010

Di Sebuah Pagi Yang Kosong


Oleh : Noerazhka
Twitter : @noerazhka
Tema : Lesbian

Pagi ini, lain dari pagi-pagi sebelumnya. Aku terbangun ketika matahari sudah tinggi, ketika jarum jam sudah beranjak meninggalkan pukul 8.

Shit Terlambat !

Ah, aku batalkan niat untuk mengumpat. Percuma.

Aku memang terlalu terbiasa dengan kehadirannya, hingga akhirnya ketika sudah tidak ada lagi dia, aku kewalahan seperti ini. Sebenarnya sudah kuduga, ternyata benar, bukan ?

Aku urung beranjak. Biarlah, toh, sudah terlambat banyak.

Aku justru terpekur di tempat tidur. Mengenangnya. Mengenang dia yang sudah tidak ada. Mengenang dia yang selama ini menjadi teman, bahkan, di setiap detikku. Mengenang dia yang kemarin siang memutuskan untuk mengakhiri apa yang pernah kami mulai. Mengenangnya ..

Semalam, tepat sebelum memulai episode tidur pertamaku tanpa ucapan selamat malam darinya, aku menyugesti diri semua akan baik-baik saja. Dia hanya seseorang yang tidak sengaja melewati hidupku, sehingga  wajar-wajar sajalah jika akhirnya dia berlalu. Namun ternyata, di pagi ini, sesaat ketika aku membuka mata pertama kali tanpa omelan bawelnya, sungguh, cuma hampa yang ada.

Ah, biasanya saat adzan Subuh berkumandang belum lama, ponselku berbunyi, disusul ocehannya yang membuat aku tidak tahan untuk tidak segera membuka mata lebar-lebar, kadang dengan sedikit pening. Namun, itulah hebatnya dia, tidak sekalipun aku pernah kesal padanya, meski seharusnya dia membiarkanku bangun sedikit siang, ketika matahari sudah mengintip sedikit. Ya, bagaimana bisa aku kesal, jika setelah puas mengoceh, dia menutupnya dengan,

I love you, Beib ..

Tanpa menunggu lama, aku pun tersenyum lebar. Semangatku terpompa maksimal, siap menjalani tantangan seharian.

Aku mengacak kepalaku sendiri. Frustasi.

Sulit sekali rasanya, menerima bahwa sudah tidak ada dia. Bukan hanya pagi dan malam yang akan menjadi hambar, menjelang siang nanti, tidak akan ada lagi SMS bertubi-tubi hanya untuk mengingatkan makan. Selepas Dhuhur juga tidak akan ada telepon-telepon pendek yang memberi semangat untuk menyelesaikan pekerjaan. Senja pun akan pulang sendirian, seperti aku, yang menyusuri jalan sendirian, tidak ada lagi dia yang duduk di sampingku, bercerita tentang hari yang panjang.

Ah, aku merasa kosong. Separuhku hilang.

Siluet-siluet detik terakhir bersamanya yang sungguh tidak kusangka-sangka, semalam, seperti terulang lagi. Terputar jelas di kepalaku.

Aku sudah memutuskan, Beib ..

Memutuskan apa ?

Aku ingin hidup sebagaimana orang lain hidup ..

Aku terlongo saat itu. Apakah kebersamaannya denganku selama ini tidak membuatnya merasa hidup ?

Aku akan menikah ..

Tanah yang kupijak mendadak amblas !

Menikah ?! Jangan becanda, Sayang .. Kita sudah pernah membahasnya, sejak lama ..

Dia menggeleng serius, ekspresi wajahnya datar, membuatku ketakutan.

Maaf, Beib, aku akan tetap menikah, dengan atau tanpa persetujuanmu .. Kita tidak bisa terus seperti ini ..

Aku kehilangan kata. Otakku seperti mendidih, kemudian menguap habis. Hati kecilku sudah mulai berbisik, dia akan pergi. Meninggalkanku. Mengakhiri semua tentang kami.

Beib, maafkan aku .. Benar aku mencintaimu, dengan sepenuh hatiku .. Tapi aku pun ingin berjalan dalam kodrat, menjadi istri, menjadi ibu dari anak-anakku ..

Kodrat. Ah, aku memejamkan mata, tak bisa membantahnya. Benar, sebahagia-bahagianya dia denganku, aku tidak akan pernah bisa membuatnya menjadi seorang istri, apalagi seorang ibu dari anak-anak kami ..

Karena jauh di dalam hati, sesungguhnya aku pun punya keinginan sama, menjadi istri, menjadi ibu dari bocah-bocah mungil, nanti ..

Ya, karena kami sama-sama perempuan ..

Sudah. Setelah itu, aku tidak menahannya melangkah pergi ..

Selamanya ..

###

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!