Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Selasa, 21 September 2010

Porno vs Ibu Bidan

Oleh Dini Novianti
www.dee-nee.blogspot.com

Porno, melihat bahkan mendengarnya saja kadang sudah membuat kita mengernyitkan dahi. Entah karena kita jarang mendengarnya, atau sebenarnya kita sudah sering mendengar kata itu namun karena lingkungan yang jarang membahas mengenai hal itu membuat kita menjadi ‘asing’ dengan kata porno. Mengapa sesuatu dikatakan porno? Menurut saya, sesuatu dikatakan porno karena ada sesuatu yang ‘tidak porno’, bayangkan jika semua hal dianggap biasa saja, mungkin video, gambar, perilaku, tarian yang porno itu tidak lagi dianggap porno.

Baik nggak sih kita kenal sama yang namanya porno? (ok, bukan orang dengan nama porno, karena klo ada kasian banget tuh orang). Sebenarnya batasan porno di Indonesia masih kurang jelas menurut saya (meskipun udah ada UU Pornografi, karena saya nggak tau isinya apa hehehehe..). contohnya aja gini, klo misalnya ngeliat daleman wanita (CD) itu porno, kasian banget ibu-ibu yang jadi buruh cuci, harus ngejemur di dalem rumah, karena klo dia ngejemur di luar rumah, nanti bakalan ada polisi-polisi yang tiba-tiba dateng dari kanan kiri, depan belakang, atas bawah (ok, yang ini lebay, mana ada polisi dateng dari bawah tanah) terus nangkep itu ibu-ibu buruh cuci dengan alasan, “maaf, anda ditangkap karena mempertontonkan CD”. Kasian..kasian..kasian.. atau nggak bakalan ada juga yang mau jadi dokter spesialis kulit dan kelamin, karena nggak akan laku-laku, bahkan dokter itu sendiri yang nggak mau buka praktek, soalnya setiap ada yang pasien yang sakit daerah ‘anu’nya dokter itu pasti nggak mau nanganin dengan alasan ‘pak, maaf nanti saya bisa masuk penjara karena liat ‘anu’nya bapak’ nah karena itu dokter nggak mau nanganin pasien itu, pasien itu yang sekarang gosip sama tetangganya tentang dokter yang nggak professional alhasil, dokter itu bangkrut nggak ada lagi pasien yang mau diperiksa. Atau contoh satu lagi, profesi bidan nggak ada lagi, atau kalaupun ada kasian ibu-ibu yang hamil karena saat mau melahirkan bidannya cuma bisa bilang “IYA BU, DORONG, DORONG, nanti anaknya saya tangkep dari depan…” emangnya bayi dikira bola.

Nah, klo menurut saya sih, mulai dari kecil anak udah mulai dikenalin sama yang namanya organ dalam, sehingga ketika mereka berajak dewasa dan gurunya disekolah membahas itu tidak lagi ada jerit atau teriakan dari anak “iiiiiiiiiiiiih ibu guru, ngebahas ‘anu’.” Pikiran open minded yang terbuka namun tetap dalam kaidah ketimuran akan membuat Indonesia tidak lagi terkungkung dengan yang namanya porno. Well, porno ada baiknya kok, karena klo nggak ada yang namanya porno, berarti semuanya itu tidak porno, nah apa ada yang namanya sempurna di dunia ini? nggak kan, yang harus kita lakuin adalah memproteksi diri dan menjadi lebih bijak setiap harinya.

3 komentar:

  1. Gimana caranya kalau saya ingin ikutan posting sih?

    Aku sudah nulis tentang porno di blogku. Ingin dibagi di sini.

    BalasHapus
  2. hi eki.. kamu bisa kirim via email ke writing session club, writingsession@hotmail.com ditunggu hasil karyanya.. :)

    BalasHapus

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!