Aditya Mahapradnya
http://adityamahaprajnya.blogspot.com/
BULAN semakin mengembang, Dodo pun belum juga pulang. Jam dinding berdentang. Sudah jam sepuluh tepat. Ibunda Dodo daritadi tak bisa diam karena terus memikirkan anaknya. Ia daritadi mondar-mandir dan selalu menggonta-ganti channel televisinya dengan gamang. Sebenarnya ia tahu dimana Dodo berada sekarang, tetapi tetap saja, sifat naluriahnya sebagai seorang ibu, selalu merangsang otaknya menjadi panik bila anaknya sudah larut malam belum pulang.
Saat masih dalam bimbang yang mengambang, terdengar suara mesin motor disertai klakson, yang berarti menyuruh untuk siapa saja membukakan pagar.
“Do! Kamu kok mama telfon, sms, semua gak bisa-bisa sih!”
“Hape aku kan selalu aku matiin kalo lagi masuk kelas.. lagipula tadi aku juga ada tambahan..”
“Iya, mau ada tambahan kek, tapi kabarin mama dulu dong.. Seenggaknya curi-curi kesempatan nyalain hape di kelas kek.. Mama panik tau!”
“Iya-iya..”
Sentoran air hangat yang mengucur deras dari shower itu tampak sangat merilekskan. Ia benar-benar dimanjakan air hangat dari segala aktivitas yang sungguh melelahkan. Ia memijat-mijat lembut keningnya, seperti berusaha melumat sekelumit penat, dari keseharian yang menikam.
Dibawah guyuran pancuran, ia berusaha memutar ulang memorinya kembali. Tadi pagi, ia bangun pagi-pagi sekali untuk bersiap-siap sekolah, mandi kilat, lalu segera bersijingkat untuk sarapan roti yang hanya dioles dengan selai kacang.
Belum ia menelan semua roti dimulutnya, ia segera buru-buru pergi ke sekolah mengendarai motor dengan ngebut karena takut terlambat. Sejauh ini, ia sudah mengantongi dua surat peringatan telat. Bila ia sampai telat untuk ketiga kalinya, ia akan dipulangkan ke rumah. Saat pulang sekolah, ia pun tak sempat lagi bermain-main dengan teman-temannya seperti dulu. Ia harus buru-buru pergi ke tempat bimbingan pelajar dengan alasan yang sama. Takut telat.
Di awal-awal tahun ajaran, Dodo les hanya sampai jam tujuh malam, seminggu dua kali. Tetapi, karena sebentar lagi sudah akan banyak dibuka jalur pendaftaran untuk memasuki perguruan tinggi negeri, kadang ia sekarang pulang sampai jam sepuluh malam, dan menjadi tiga kali sehari. Tak ada waktu untuk menggelepar liar sebelum pulang ke rumah. Setiap hari selalu begitu, dan selalu berulang-ulang.
Pernah suatu ketika temannya berujar, “Do, sekali-sekali mainlah.. jangan belajar terus, nanti malah bisa stres lho..” “Ah nanti deeh, biar gue bisa masuk perguruan tinggi negeri nih..” Jawabnya beralibi. Maka dari itu, ia rela sedikit tidak menikmati hidup untuk beberapa bulan ini. Alasannya sederhana, agar biaya kuliahnya murah. Apalagi ayahnya sudah pensiun, dan adiknya masih kelas 4 SD.
Maka dari itu, air hangat yang menyentor seluruh tubuh Dodo, terutama bagian sekitaran wajah, sangat ia nikmati dan resapi, dan terasa sangat menenteramkan.
*
Ia membuka lipatan halaman buku geografi yang tadi ia lipat di tempat les. Halaman itu belum sempat dibahas dikelas. Ia akan sedikit mencuri baca untuk lebih dahulu paham dari teman-temannya saat nanti diterangkan di kelas, dan untuk membuat dirinya sendiri ngantuk di ranjangnya saat ini.
Benar saja, baru dua menit menyisir halaman, ia sudah lelap dengan keadaan buku-buku yang bergeletakan terbuka, stabilo kuning yang nyaris mengering, dan dengan piyama berbahan lembut, yang membuat mimpi-mimpi semakin syahdu, dan semakin menjauhkan diri dari kelabu.
*
Sudah jam tiga pagi. Aku mau tahajud lagi.
Bekasi, 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!