Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Minggu, 26 Desember 2010

Pengakuan Ibu

Oleh: Ifnur Hikmah (@iiphche)
www.ifnurhikmahofficial.blogspot.com

Kasih Ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang tegalan….
Seorang ibu tidak akan pernah membiarkan anaknya terjatuh seorang diri, dia pasti akan membantunya untuk kembali bangkit. Seorang ibu tidak akan membiarkan anaknya meniti jembatan sendirian, dia pasti akan menuntunnya sampai ke seberang. Seorang ibu tidak akan membiarkan anaknya tersesat di hutan sendirian, dia pasti akan mencarikan jalan keluar. Dan seorang ibu, tanpa pikir panjang, akan melompat ke dalam kobaran api demi menyelamatkan buah hatinya.
Itulah gambaran ideal seorang ibu versiku. Ibu yang dimiliki oleh semua orang, tapi tidak dengan ibuku.
Ibuku? Huh… aku bahkan tidak mengenal ibuku kecuali secuil fakta berupa nama dan seraut wajah yang kuketahui dari selembar foto. Aku tidak mengenal ibuku bukan karena aku durhaka atau tidak ingin mengenalnya, tapi tidak pernah ada kesempatan untuk mengenalnya. Tidak, dia tidak pernah memberiku kesempatan untuk mengenalnya.
Dia meninggalkanku ketika aku masih belum menyadari kehidupanku sendiri. Dia hanya menemaniku di enam bulan awal kehidupanku. Setelah itu? Dia tidak ada.
Sebenarnya ayah sering bercerita tentang dia tapi aku selalu menolak untuk mendengar. Bagiku, dia bukanlah seorang ibu yang baik. Ibu macam apa yang tega meninggalkan anak berumur enam bulan dan masih membutuhkan kehadirannya? Meskipun ayah terus-terusan membujukku untuk mengenalnya, aku tidak mau karena menurutku seorang anak hanya bisa mengenal ibunya secara langsung, bukan melalui cerita.
Selain itu, dalam hidupku tidak ada tempat untuk ibu. Hidupku hanya untuk aku dan ayah. Ayahku, yang meskipun telah disakiti ibu dengan kepergiannya, tetap memuja wanita itu dan masih mencintainya sampai sekarang. Lagipula, untuk apa aku memikirkan ibu? Apa dia pernah memikirkanku? Aku curiga, jangan-jangan dia sudah melupakanku atau sejak awal dia tidak pernah menganggap kehadiranku. Dia tidak pernah ada untukku di saat aku membutuhkannya. Dia sepertinya ditakdirkan untuk membuatku menderita. Dia membuatku sering diejek teman-temanku waktu kecil. Tindakan ibu juga mencoreng nama baik keluarga besarnya sendiri. Kakekku –ayahnya- sampai terkena serangan jantung dan nenekku –ibunya- harus menanggung malu bertahun-tahun karena di cap sebagai pihak yang gagal dalam mendidik anaknya sendiri. Dan ayah? Entah berapa banyak penderitaan dan luka yang ditinggalkannya untuk ayah.
Omong-omong soal ibu, aku tidak keberatan mempunyai ibu tiri selama hal itu bisa mengurangi luka di hati ayah. Tapi, ayah tidak pernah mengizinkan perempuan lain masuk kedalam hatinya. Ayah sering menceritakan saat-saat dia masih bersama ibu. Ayah begitu memuja ibu dan mencintai ibu ibarat tarikan nafas baginya, tidak mungkin ditinggalkan. Ayah sering bilang bahwa dulu mereka bahagia, dimana ada ayah pasti ada ibu dan begitu juga sebaliknya. Ayah juga bilang bagaimana bangganya Ibu ketika memperkenalkan ayah sebagai pacarnya dihadapan teman-temannya dan saat itu ayah yakin kalau dia tidak salah pilih. Dan pernikahan mereka adalah pernikahan termewah yang pernah digelar di kota sekecil itu. Aku tidak habis pikir, ayah begitu mencintai ibu tapi mengapa wanita itu begitu bodoh dan memilih untuk meninggalkan ayah?
Di hari pernikahannya, ayah berjanji untuk selalu mencintai ibu, menjaganya dan tidak pernah meninggalkannya. Namun kenyataannya? Wanita itu tidak seperti dugaannya. Dia pergi, tidak hanya meninggalkan ayah tapi juga meninggalkan sesosok bayi mungil yang masih haus akan kasih sayangnya.
Tapi, ayah tetap tidak menyalahkan ibu. Katanya, ibu pergi karena tidak seharusnya dia berada disini, bersama ayah dan terikat janji pernikahan. Kepergian ibu adalah untuk menyelamatkan hidup ibu dan hidupku juga hidup ayah. Alasan macam apa itu? Aku tidak percaya. Bagiku, ibu pergi karena dia tidak pernah mencintai ayah dan dia juga tidak mencintaiku. Tidak tidak, dalam kasusku, ibu pergi karena dia tidak pernah menghendaki kemunculanku di dunia ini. Jika pernikahan ayah dan ibu adalah suatu kesalahan maka kesalahan itu pasti disebabkan oleh ibu.
Lagipula, tanpa kehadirannya pun, aku dan ayah masih bisa menjalani kehidupan kami. Selama 20 tahun kehidupanku, aku bahagia meskipun hanya memiliki ayah. Kehidupanku tidak kurang sedikitpun meski tanpa ibu.
Bagiku, kehidupanku berkisar diantara menyayangi ayah dan membenci ibu.
Benci? Aku rasa itu pantas meskipun ayah berkali-kali membujukku untuk berhenti membenci ibu. Aku pikir tidak ada rasa lain yang pantas kurasakan terhadap ibu selain kebencian. Jika bagi ayah setiap tarikan nafasnya adalah cintanya pada ibu, maka bagiku setiap tarikan nafasku adalah kebencianku terhadap ibu.

Anneke Miranda Wijaya? Aku tersentak begitu membaca nama itu tertulis di sebuah amplop. Aku tahu itu nama siapa. Itu adalah nama seseorang yang –seharusnya- kupanggil ibu. Dan lebih mengagetkan lagi, di amplop itu juga, di bagian penerimanya tertulis namaku, Adriani Miranda.
Ibu mengirimiku sebuah surat? Untuk apa? Rupanya dia masih mengingatku juga. Aku pikir dia sudah lupa akan keberadaanku dan ayah. Aku tidak tahu apa maksudnya, terlebih dia mengirimnya tepat di hari ulang tahunku. Aku tidak sudi membacanya. Apapun isinya, pasti akan semakin menyakitiku dan mungkin saja semakin memperparah luka di hati ayah. Aku ingin membuang surat itu tapi ayah mencegahnya.
“Miranda, tidak ada salahnya kamu membaca surat itu,” bujuk ayah.
Aku menatap mata ayah. Ada sesuatu disana. Semacam harapan. Apakah ayah memiliki harapan akan surat ini? Harapan akan kembalinya ibu mungkin? Mengapa ayah jadi berseri-seri begitu menerima surat ini meskipun ibu mengirimkannya untukku, bukan untuknya. Apakah itu pertanda cinta ayah kepada Ibu masih ada? Seberapa besarkah cinta ayah pada ibu?
“Miranda?”
Kalau saja aku tidak melihat rasa cinta terpancar di wajah ayah, seumur hidupku aku tidak sudi membuka surat ini….

Untuk Miranda, anakku….
Miranda, Ibu tahu kamu pasti kaget dan terheran-heran begitu menerima surat ini. Mungkin kamu bertanya-tanya mengapa Ibu mengirim surat setelah bertahun-tahun tidak pernah menghubungimu. Atau mungkin kamu marah mengapa Ibu mengganggu hidupmu setelah meninggalkanmu selama ini. Tapi Ibu mohon satu hal, Ibu meminta waktumu sebentar agar kamu bersedia membaca surat ini sampai selesai. Setelah itu, terserah kamu.
Tahun ini kamu genap berusia 20 tahun dan Ibu rasa, di usiamu sekarang, kamu sudah cukup dewasa untuk mengetahui semua kebenaran ini.
Kebenaran mengapa Ibu meninggalkanmu…..
-Jangan marah dulu nak, Ibu mohon….-
Ibu akan menceritakan masa lalu Ibu dan alasan kepergian Ibu.
Ibu baru berumur 18 tahun ketika bertemu dengan ayahmu, mas Donny. Mas Donny adalah salah seorang pegawai di kantor ayahku, kakekmu. Semua orang mengaguminya. Dia seorang pekerja keras, rajin, ramah dan selalu bersikap santun. Ayahku sangat menyukainya dan tidak mengherankan jika dia menjadi pegawai kesayangan ayah. Ibuku –nenekmu- juga menyukainya. Dia sering mengundang mas Donny ke rumah, sekedar untuk makan malam.
Dan dia tidak hanya menjadi kesayangan orangtuaku, tapi juga menjadi idola banyak gadis remaja, termasuk teman-teman Ibu. Awalnya Ibu tidak terlalu memperhatikannya tapi semua teman-teman Ibu sering membicarakannya dan mereka pun berlomba-lomba untuk menarik perhatiannya. Ibu jadi penasaran dan mulai memperhatikannya dan lama kelamaan dia pun mulai menarik perhatian Ibu. Dan akhirnya muncul keinginan di hati Ibu untuk lebih mengenalnya dan mendekatinya.
Dan mulailah Ibu berusaha menarik perhatiannya, berlomba-lomba dengan teman-teman Ibu yang lain yang telah terlebih dahulu terpikat olehnya. Ibu mulai sering main-main ke kantor kakekmu. Ibu juga sering mendesak nenekmu untuk mengundangnya ke rumah dan ibu pasti akan dandan secantik mungkin begitu dia ke rumah. Ibu tidak akan beranjak dari sisinya selama kunjungan tersebut. Kita membicarakan banyak hal dan paling sering membicarakan tentang dirinya. Ibu pun mengetahui bahwa dia seorang yatim piatu dan sudah terbiasa bekerja keras sepanjang hidupnya. Dia akan berusaha keras untuk memenuhi keinginannya dan kedatangannya ke kota ini adalah untuk mewujudkan cita-citanya mendapatkan kehidupan yang lebih baik lagi. Hal ini membuat Ibu semakin mengaguminya dan semakin ingin memilikinya. Dan dalam waktu singkat, kita pun dekat.
Dia memperlakukan Ibu dengan sangat baik. Dia tidak keberatan jam istirahatnya di kantor terganggu karena kedatangan Ibu. Dia juga tidak pernah bosan mendengar cerita Ibu. Dia begitu perhatian pada Ibu. Dari hari ke hari kita semakin dekat dan dia sering mengajak Ibu jalan-jalan. Sampai suatu hari, dia pun menyatakan cintanya pada Ibu.
Ibu tidak butuh waktu lama untuk berpikir dan saat itu juga Ibu menerimanya.
Yang Ibu rasakan saat itu hanya satu, BANGGA. Bangga karena Ibu berhasil mendapatkannya. Bangga karena melihat tatapan iri dan decakan kagum orang-orang begitu Ibu menggandengnya. Bangga karena menjadi satu-satunya pemenang dalam kompetisi tak terencana untuk memperebutkan hatinya.
Hanya satu rasa itu yang Ibu rasakan.
Orang tua Ibu –kakek dan nenekmu- menyambut hal ini dengan senang hati. Ayahku senang karena mas Donny adalah orang kepercayaannya dan ibuku juga senang karena sudah lama dia menginginkan kehadiran anak laki-laki dan anak laki-laki idamannya ada pada sosok mas Donny.
Ibu pun menjalani masa ini dengan suka cita. Ayahmu memperlakukan Ibu dengan baik dan dari hari ke hari Ibu bisa merasakan cintanya yang semakin besar. Dia tidak pernah mengecewakan Ibu. Apapun yang Ibu minta pasti diturutinya. Hal ini membuat teman-teman ibu semakin iri dan Ibu pun menjadi semakin besar kepala.
Tapi, nenekmu yang konservatif tidak mengizinkan Ibu pacaran lama-lama. Dia pun mulai merancang pernikahan kami. Mas Donny menerima rencana ini dengan sikap tenang karena dia benar-benar mencintai Ibu dan tidak ingin kehilangan Ibu. Ibu pun menerima usul ini.
Namun, Ibu tidak pernah menyangka kalau di saat semua orang bersenang-senang menyambut pernikahan kami, Ibu mulai ragu, apa benar ini yang Ibu inginkan? Apa Ibu benar-benar menginginkan pernikahan ini atau hanya untuk memenuhi keinginan orangtuaku dan mempertahankan ego Ibu? Apa Ibu sanggup menampung limpahan cinta ayahmu yang teramat besar? Ibu tidak tahu jawabannya. Semakin mendekati hari pernikahan, Ibu semakin ragu. Ketika Ibu memberitahu nenekmu, dia bilang kalau Ibu hanya gugup dan perasaan ini wajar dialami oleh orang yang akan menikah. Dia meyakinkan Ibu bahwa mas Donny adalah pilihan terbaik dan Ibu tidak akan menyesali keputusan ini. Ibu pun menerima nasihat itu dan berusaha untuk tenang –meskipun sampai pada hari pernikahan, Ibu tidak pernah tenang-.
Ibu berharap semoga ini adalah pilihan terbaik untuk hidup Ibu. Namun, di hari pertama Ibu menjalani kehidupan rumah tangga, Ibu kembali merasa labil. Ibu tidak siap dan Ibu terlambat menyadarinya. Ibu tidak benar-benar menginginkan pernikahan ini, dan Ibu pun menyadari bahwa Ibu tidak pernah mencintai ayahmu. Semua ini hanya untuk memenuhi ego Ibu bahwa Ibu bisa memiliki semuanya, termasuk mas Donny. Ibu senang menjadi pusat perhatian dan memiliki mas Donny membuat Ibu berada di puncak perhatian semua orang. Ibu terlambat menyadari kesalahan ini. Ibu terlanjur larut didalamnya dan tidak mempunyai cara untuk keluar.
Dan Ibu pun mulai menjalani hari-hari yang berat. Setiap melihat mata ayahmu, Ibu dilanda suatu perasaan bersalah. Ibu merasa bersalah karena telah menjadikannya korban dalam keegoisan Ibu. Ibu tidak bisa membalas limpahan cinta ayahmu meskipun Ibu terus mencoba. Ibu belajar untuk mencintainya tapi Ibu tidak pernah berhasil. Setiap kali Ibu tinggal sendiri di rumah begitu ayahmu bekerja, Ibu mulai memikirkan hidup Ibu. Ibu juga terlambat menyadari bahwa ini bukanlah kehidupan yang Ibu inginkan. Di usia Ibu sekarang, Ibu menyadari bahwa masih banyak hal-hal yang ingin Ibu raih tapi Ibu malah terkungkung dalam pernikahan ini. Ibu mulai memimpikan kembali keinginan-keinginan Ibu dulu. Dulu Ibu pernah bermimpi untuk menjadi seorang pramugari karena Ibu ingin terbang bebas di angkasa. Sekarang, melihat keadaan Ibu, Ibu kembali menginginkan mimpi itu. Tidak, Ibu kembali menginginkan kebebasan. Ibu mulai menyadari bahwa Ibu masih terlalu muda dan Ibu belum siap untuk terikat seperti ini.
Dan ketika Ibu ingin meraih kembali kebebasan itu, Ibu hamil. Ibu sedang mengandungmu. Ayahmu, kakek dan nenekmu, semuanya bersuka cita menyambut kabar ini. Ibu pun diperlakukan seperti seorang putri raja. Ayahmu semakin memanjakan Ibu dan hal ini membuat Ibu semakin terpukul karena dia tidak pernah tahu bahwa Ibu tidak pernah menginginkannya. Ibu pun berpikir bahwa kamu akan menambah beban Ibu nantinya dan semakin membuat Ibu jauh dari kebebasan yang Ibu inginkan. Tapi, begitu kamu lahir, melihat wajahmu, mendengar tangisanmu, merasakan genggaman tanganmu membuat Ibu berpikir ulang dengan keputusan Ibu. Ada kamu disini, yang sangat membutuhkan kehadiran Ibu. Ibu pun mencoba untuk bertahan.
Berbulan-bulan Ibu bertahan tapi akhirnya Ibu sampai ke suatu titik bahwa Ibu tidak sanggup lagi. Ibu lelah dengan semua ini. Ibu menginginkan kehidupan Ibu yang dulu, yang Ibu miliki sendiri dan mengaturnya sendiri tanpa ada orang lain yang ikut campur tangan didalamnya. Ibu juga lelah terus-terusan membohongi ayahmu, bersikap manis di depannya padahal di belakangnya Ibu menginginkan pria lain, pria yang benar-benar Ibu cintai. Ibu sudah tidak sanggup lagi dan Ibu pun memilih keputusan ini.
Semua orang menentang keputusan Ibu, terlebih ayahmu. Dia berjanji akan melakukan apa saja asal Ibu tidak pergi tapi hal ini semakin membuat Ibu tersiksa. Apa yang bisa dilakukannya kalau saja dia tahu yang paling Ibu inginkan adalah kebebasan. Ayahmu begitu terguncang begitu Ibu mencurahkan semua perasaan Ibu, bahwa Ibu tidak siap sejak sebelum kita menikah. Dengan berat hati ayahmu membiarkan Ibu pergi tapi dia masih mengharapkan ibu kembali jika di luar sana Ibu tidak mendapatkan apa yang Ibu inginkan. Dia juga mendoakan kebahagiaan Ibu.
Berat bagi Ibu untuk pergi terlebih di malam kepergian Ibu kamu menangis begitu keras. Tapi Ibu harus melakukannya, demi kebaikan kita semua. Dan Ibu pun pergi, dibawah kemurkaan kakekmu, kemarahan nenekmu dan hati ayahmu yang terluka serta suara tangismu yang menyayat hati Ibu. Ibu pun pergi, meraih semua mimpi Ibu yang sempat tertunda tapi Ibu berjanji, begitu saatnya tiba, Ibu akan menceritakan semuanya padamu.
Ibupun berhasil menjadi seorang pramugari. Ibu terbang nak, dan Ibu merasa bebas. Inilah yang ingin Ibu rasakan. Ibu juga merasakan jatuh cinta yang sebenarnya ketika Ibu beradu pandang dengan seorang pria di salah satu penerbangan. Perasaan seperti ini tidak pernah Ibu rasakan setiap kali Ibu berada di dekat ayahmu meskipun ayahmu terus-terusan menganugrahi Ibu dengan cintanya. Perasaan ini, nak, Ibu tidak bisa menjelaskannya. Kelak, ketika kamu merasakannya maka kamu akan mengerti karena ketika Ibu merasakannya, Ibu baru memahami semua perlakuan ayahmu terhadap Ibu. Ibu akhirnya merasakan sendiri apa yang selama ini dirasakan ayahmu. Tapi, meskipun Ibu berbahagia atas pilihan Ibu, Ibu masih memikirkanmu.
Dan diulang tahunmu yang ke-20 ini, Ibu kembali meski hanya lewat selembar surat. Ibu ingin kamu tahu semuanya meskipun Ibu yakin ayahmu sudah memberi tahumu tapi Ibu ingin kamu melihatnya dari sudut pandang Ibu. Semoga kamu mengerti…
Satu pesan Ibu, jangan gegabah. Kamu harus meyakini benar-benar apa yang kamu inginkan karena ini adalah hidupmu dan kamulah yang paling berhak atas apapun dalam hidupmu. Ibu harap kamu tidak melakukan kesalahan yang sama seperti yang Ibu perbuat. Ibu yakin kamu bisa karena mas Donny pasti merawatmu dengan baik dan kamu pasti tumbuh menjadi anak yang membanggakan dan dikagumi semua orang, seperti mas Donny.
Terakhir Ibu berterima kasih karena kamu telah meluangkan waktumu untuk Ibu. Satu hal lagi, Ibu selalu dan selalu menyayangimu, Miranda karena ada kamu di setiap langkah Ibu (Ibu baru paham mengapa ayahmu bersikeras mengambil nama tengah Ibu sebagai namamu. Itu adalah karena dia ingin Ibu selalu mengingatmu di setiap langkah kaki Ibu).
Dan sampaikan juga permintaan maaf Ibu kepada ayahmu. Meskipun dulu Ibu sudah memohon-mohon di kakinya agar dia memaafkan Ibu, Ibu masih merasa perbuatan Ibu tetap tidak termaafkan. Bagaimanapun juga, dia adalah pria terhebat yang pernah Ibu kenal dan Ibu masih mengaguminya. Ibu selalu bangga padanya.
Dan Ibu selalu sayang padamu, Miranda….

Salam sayang Ibu….
Anneke Miranda Wijaya.


Aku mengangkat mata dari surat itu dan mendapati ayah sedang menatapku.
“Sekarang kamu sudah mengerti. Jadi, berhentilah membenci ibumu,” ujar ayah parau.
Ayah memelukku dan membiarkan aku menangis. Setelah 20 tahun aku memendam kebencian pada sosok ibu, mengapa baru sekarang aku mengetahuinya? Apa yang harus kulakukan? Kebencianku pada ibu karena telah meninggalkanku sudah berakar dalam hati. Seharusnya sejak dulu aku mendengar kata-kata ayah bahwa aku harus melihat hal ini dari kacamata ibu agar aku mengerti alasan kepergiannya, tapi aku selalu mengelak. Aku terlanjur menanamkan kebencian itu dan terus menjaganya sampai sekarang.
Dan, sekarang. Bisakah aku berhenti membenci ibu? Dan mulai mencintainya? Ah, entahlah….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!