Oleh Tenni Purwanti (@rosepr1ncess)
Hal terberat dalam sebuah perpisahan adalah hilangnya kebiasaan-kebiasaan. Dua insan yang biasanya melakukan sesuatu bersama-sama, biasanya tertawa bersama, biasanya menangis bersama, entah apa lagi yang biasanya dilakukan bersama, kemudian harus beradaptasi dengan kesendirian yang tidak biasa. Kebersamaan yang hilang digantikan oleh kenangan. Bukan perpisahan itu sendiri yang menyakiti, tapi kenangan. Karena kenangan sanggup membuat kita tidak bisa saling melepaskan.
Aku sudah berusaha untuk tidak mengenangmu. Tapi setiap kali membuka mata di pagi hari, aku ingat senyummu. Di sampingku kau pernah tersenyum, mengusap minyak yang tebal di hidung dan keningku. Dengan mulut yang sama-sama berbau tak sedap meski semalam sama-sama menggosok gigi, kau selalu menyapaku dengan kalimat hangat “Selamat pagi, matahariku,”
Ah, aku berusaha bangun tanpa ingin mengingatnya lagi. Tapi setiap kali melakukan sesuatu, aku selalu mengingatmu. Banyak hal. Dari hal besar sampai hal-hal sepele. Aku adalah kamu dan kamu adalah aku. Ketika dua sudah menjadi satu, melepaskanmu seolah melepaskan jiwa dengan tubuh. Tubuhku kehilangan jiwa. Aku seperti mayat hidup bertahun-tahun.
Sekeras apapun aku berusaha menepis kenangan, satu persatu kenangan itu justru hadir menemani detik demi detikku. Lama-lama aku terbiasa, lama-lama aku akrab, dan akhirnya aku berdamai dengan kenyataan. Kenyataan bahwa kenangan adalah pengganti sosokmu. Kenangan bukan lagi makhluk gaib yang menghantui langkahku. Kenangan adalah sahabatku, yang selalu menyadarkanku bahwa aku pernah punya kekasih yang melengkapiku. Aku pernah merasakan utuhku tergenapi dalam sosok seorang lawan jenis. Kau pernah jadi bagian hidupku, begitu pula aku, pernah menjadi bagian alurmu. Kini kenangan adalah rindu yang tak beku.
Maka hari ini, ketika kau kembali, ketika akhirnya aku tak lagi berbincang dengan bayang-bayang, aku justru memilih berhenti. Aku memilih berhenti berharap memilikimu karena aku memutuskan untuk hidup bersama kenangan. Aku takut jika kita memulainya lagi, akan ada kenangan baru yang mungkin saja merusak kenangan kita sebelumnya. Aku telah sangat menikmati kenangan yang pernah kita ukir beberapa tahun lalu. Cukup itu saja untuk membuatku bahagia. Aku sudah membuka lembaran baru ketika kau bilang hubungan kita harus berakhir.
Akhir adalah awal yang baru. Bertahun-tahun aku mencoba berdamai dengan kata-kata itu. Aku harap kau bisa melakukannya juga. Kenang aku sebagaimana aku mengenangmu. Aku yakin kamu bisa, sebagaimana aku yang juga bisa. Karena kita bukan lagi dua, tapi satu. Meski dalam ruang dan jarak yang tak lagi sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!