Oleh: @TengkuAR
PAGI
“Pagi Non.”, sapa Mbok Nah pagi itu dengan ramah dan sambil menyiapkan piring-piring di meja makan.
“Pagi Mbok! Hari ini masak apa?”, tanyaku.
“Nasi goreng aja Non atau Non Ovi mau dibuatin sesuatu? Roti?”, Mbok Nah balik bertanya.
Dan Mbok Nah selalu bisa buat pagiku ceria dengan logat kental Jawanya.
“Nggak usah Mbok. Ini aja udah cukup. Terima kasih ya Mbok.”
“Iya, sama-sama, Non. Mbok Nah balik ke dapur dulu ya. Silahkan sarapannya dihabiskan.”
Mbok Nah adalah pembantuku yang sudah ikut puluhan tahun dengan orang tuaku. Dia selalu ada buatku. Bahkan sudah kuanggap sebagai orang tua kedua karena sebenarnya aku tidak terlalu dekat dengan orang tuaku sendiri. Menyedihkan memang. Namun orang tuaku adalah orang-orang yang lebih mementingkan karirnya masing-masing dan aku di rumah ini hanyalah anak tunggal.
“Ini ada yang kelupaan Non.”
“Apa Mbok?”
“Ini susunya Non Ovi tadi lupa Mbok taruh di meja. Ini dibuatnya pake cinta loh, cinta yang dari hati lebih dari hari biasanya.”
“Si Mbok ini. Maksudnya apa sih?”
“Selamat Ulang Tahun ya Non Ovi! Semoga sehat selalu dan diberikan rezeki yang berlimpah, selalu nurut sama orang tua dan makin sayang Mbok.”
Aku kaget karena aku tidak menyangka bahwa orang rumah pertama yang mengucapkan ulang tahun adalah Mbok Nah bukan orang tuaku sendiri. Tapi tak mengapa. Aku cukup senang. Apa lagi Mbok Nah mengucapkan ulang tahunku dengan gayanya yang jenaka. Dan kami berdua pun tertawa.
“Makasih ya Mbok. Dan doanya aku aminkan!”, balasku sambil mencium tangan Mbok Nah dan mencium pipi kiri dan kanannya.
“Sama-sama Non. Mbok ke dapur lagi deh. Oh iya, ibu dan bapak tadi sudah jalan pagi-pagi. Tadi titip pesan, ulang tahun Non Ovi mau dirayain dimana? Di rumah atau mau makan di restoran saja?”
“Aku… nanti deh Mbok. Aku belum kepikiran untuk ngerayain dimana.”
“Loh kok? Yoweslah Mbok ke dapur aja. Tapi nanti Non Ovi sendiri yang bilang ke ibu dan bapak ya.”
“Iya Mbok. Sekali lagi makasih ya.”
Dan hari ini pun seakan bergerak lambat. Kutatap jam di dekat ruang makan seolah jarum panjangnya tak bergerak. Diam dan tanpa nyawa. Pikiranku tak karuan. Di ulang tahunku, orang tuaku dan aku.
Doaku hari ini adalah aku hanya ingin merayakan ulang tahun di rumah dengan orang-orang terdekatku.
***
SIANG
KRIIIIING!!
“Halo?”
“Halo sayang, ini Mama. Selamat ulang tahun ya sayang. Nanti malam kamu mau rayain dimana?”
“Hmm…”
“Hari ini Mama sibuk banget nih. Mudah-mudahan Mama bisa pulang cepat dang ngerayain ulang tahun kamu ya Nak. Ngomong-ngomong kamu mau kado apa dari Papa atau Mama?”
Belum sempat ku menjawab tapi Mama sudah menjelaskan tentang kegiatannya hari ini. Dan aku pun makin putus asa. Aku hanya bisa terdiam.
“Ya udah, Mama lanjutin dulu ya kerjanya. Mama sekarang juga lagi sama Papa nih Nak. Nanti Mama salamin sekalian ke Papa.”
***
SORE
TIT_TIT!!
Ada pesan masuk di telepon selulerku. Kupikir mungkin temanku yang mengucapkan ulang tahun tapi ternyata pesan itu dari Papa.
“Nak, Papa belum bisa pulang sore ini. Kemungkinan agak malam bareng sama Mama. Tapi tadi Papa dan Mama udah siapin kado kok buat kamu. Belinya setelah makan siang tadi.”
Aku tidak membalas pesan itu. Keputusasaanku makin menjadi. Doaku sia-sia. Di ekor mataku pun keluar air mata yang tak dapat kutahan. Aku hanya ingin orang tuaku di hari ulang tahun kali ini.
***
MALAM
PRAAAANG!!
Aku terkejut ketika melewati ruang tamu menuju kamar Mbok Nah dan kulihat foto keluargaku di salah satu sudut tiba-tiba terjatuh dan berantakan. Lalu aku langsung memanggil Mbok Nah untuk segera membereskannya.
“Ada apa Non? Oalaaah loh kok ya bisa jatuh toh Non?”, Mbok Nah ikut terkejut melihat kondisi foto dan lantai yang sudah dipenuhi pecahan-pecahan kaca.
“Aku nggak tau Mbok. Aku cuma lewat terus… begitu aja terjadi. Tolong beresin ya Mbok.”
“Iya Non. Hati-hati jalannya ya Non.”
Aku yang gelisah dan tak tahu harus bercerita dengan siapa akhirnya hanya bisa berdiam diri dan bengong di tempat duduk di ruang makan.
“Loh kok Non ini malah bengong. Ada masalah apa toh?”, Mbok Nah bertanya sambil membereskan pecahan –pecahan kaca.
“Eh.. Hmm.. Nggak apa-apa Mbok. Aku cuma mikirin Mama sama Papa yang nggak pernah mikirin aku.”, aku tersadar oleh suara Mbok Nah dan sedikit gagap karena ketahuan sedang bengong
“Husssh! Ndak boleh ngomong gitu. Bapak sama Ibu sayang kok sama Non. Asal Non tau ya, setiap malam, sehabis sampe rumah, Bapak sama Ibu selalu pergi ke kamar Non terus ya abis itu mereka cium Non dan mereka juga sering kok nanya-nanya sama Mbok tentang Non sehari-hari bagaimana. Bapak sama Ibu kan emang sibuk makanya ndak punya waktu buat Non. Eh maksudnya waktu bersama Non itu kurang.”
Aku tak tahu harus berkata apa mendengar cerita Mbok Nah dan lalu…
KRIIIIING!
“Biar aku aja yang angkat teleponnya Mbok.”
“Iya Non.”
“Halo? Iya benar ini dengan Ovi. Ini dari mana? Rumah sakit? A... ap... apa?!”
Suaraku tiba-tiba parau dan mulai gagap. Gagang telepon yang kupegang pun terjatuh dari tanganku mendengar suara di ujung telepon mengatakan bahwa orang tuaku kecelakaan dan keduanya tidak dapat diselamatkan.
Jatuhnya foto kedua orang tuaku dan berita kecelakaan yang kuterima melengkapi semuanya saat itu. Aku, ulang tahunku dan orang tuaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!