Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Senin, 26 September 2011

Redupnya Api Harapan

Oleh: Rizka Hany (@hotarukika)


Api semangat penuh harapan berkobar ketika aku melangkah pasti ke arah tujuan hidup bahagiaku. Bahagia bersamamu.

Begitulah aku jika dideskripsikan. Melakukan banyak hal, belajar banyak hal, menjadi aku yang lebih baik.

Kamu, sosok sederhana yang mampu mengobarkan api semangat dan harapanku untuk memiliki hidup lebih bahagia. Menjalani sulitnya hidup pun tetap membuatku bersemangat dan penuh senyuman. Aku menitipkan harapanku agar aman padamu, begitu pun dengan kamu. Berbekal kepercayaan, aku dan kamu menjalani hidup di dunia yang berbeda. Namun dengan tujuan satu. Bersatu.

Indahnya…

Perlahan kamu mengirimkan awan dan tetiba hujan mematikan kobaran harapan milikku. Kobaran semangat dan harapanku tampak masih berjuang untuk menyala, hingga akhirnya kelelahan dan perlahan meredup dengan sendu.

Kamu, meminta harapan yang sempat dititipkan padaku kembali. Namun kamu mungkin lupa mengembalikan harapan milikku, hingga aku tidak memiliki satu. Dan masih selalu berharap bahwa harapan itu tetap kamu.

Aku yang penuh semangat dengan tujuan hidup sebagai kamu, kini hilang arah. Sebutlah aku bodoh. Yang sulit untuk bangkit ketika api semangat berbalik membakar hatiku. Hingga membiru. Sebutlah aku dungu. Yang berjalan ke depan dengan cara mundur masih ingin menatapmu.

Tapi, aku yakin akan waktu. Yang mampu mengobarkan kembali api harapanku yang sempat redup. Harapan padamu atau bukan padamu. Apapun itu, pasti aku dan waktu mampu. Walau membutuhkan lama untuk mewujud bahagia. Walau kuhabiskan seluruh hidupku yang berharga.

Kamu…
Lihatlah aku. Dari sisi lain yang bisa kamu tatap. Perhatikan aku tidak hanya dengan pikiran milikmu, tapi juga hatimu. Aku adalah sosok kuat yang pernah berjuang untukmu. Aku adalah sosok sabar yang pernah begitu lama menunggumu dengan setia. Aku yang tidak pernah mengeluh pada siapapun tapi berani tampak rapuh di hadapmu. Karena hanya kamu yang aku percaya untuk melihat lemahnya aku.

Aku bukan baja yang tahan api. Aku hanya kayu yang bisa terbakar. Tapi aku adalah kayu yang kokoh untuk menyanggamu jika kamu bersedia menjadi atap, memayungiku, melindungiku. Saling membantu.

Aku tidak butuh kamu dengan sosok sempurna tak tergapai. Aku hanya mau kamu yang sederhana seperti dulu yang menitipkan harapannya padaku untuk berjalan bersama. Pelan-pelan.

Sebutlah aku bermimpi. Bermimpi api harapan bisa berkobar lagi pada sosok yang sama.

2 komentar:

  1. Hmm kalau boleh jujur, admin agak bingung dengan tulisan ini. Dibilang cerpen bisa, dibilang puisi (walau agak terlalu luas) juga bisa, dibilang surat juga bisa...

    Tapi intinya sih ini pasti curhat si 'aku'.
    Kalimatnya sudah puitis, dan sudah bisa memainkan sudut pandang 'Aku' dengan cukup baik, sehingga kalimat-kalimat yang menggunakan 'kamu' tidak terkesan aneh.

    Mungkin, jika penulis ingin mengeksplor gaya menulis lebih jauh, bisa dicoba menerapkan teknik 'break the fourth wall'? Cerita/tulisan yang berinteraksi langsung dengan pembacanya? Sepertinya akan jadi menarik. :)


    Terus menulis! :D

    BalasHapus
  2. hehe... makasih banyak komennya.
    kalau dibaca lagi, iya memang orang lain akan bingung dengan maksud tulisan ini apa, untuk siapa.
    karena iya, memang ini curhatan si 'aku'.
    si 'aku' menulis saja, mengalir saja, mengeluarkan segala macam yang ada di hatinya.

    pasti, si 'aku' akan terus menulis ;)

    BalasHapus

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!