Oleh: @sintamillia
aku laut
engkau langit
manusia mengira, kita bertemu pada cakrawala
padahal tidak begitu adanya
laut mengusap pantai dengan ombaknya
langit bercengkerama dengan awan-awannya
manusia di pantai melihat kita bersama-sama
padahal kita hidup sendiri-sendiri
warnaku biru laut
warnamu biru langit
apakah manusia tahu, biruku sebenarnya adalah pantulan birumu?
adakah manusia yang benar-benar memahami kita
tak melihat dari indahnya saja
karena aku laut dan engkau langit
meskipun serasi,
mustahil duduk saling bersisi.
Blog untuk memajang hasil karya partisipan #WritingSession yang diadakan setiap jam 9 malam di @writingsession. Karena tidak ada yang bisa menghentikan kita untuk berkarya, bahkan waktu dan tempat.
Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!
Pertama kali membaca puisi ini, admin langsung sadar bahwa di dalam puisi ini tidak ada satupun huruf kapital yang digunakan.
BalasHapusBerhubung puisi adalah karya yang sangat bebas (terlalu bebas, malah), saya penasaran sendiri, apakah ada filosofi tersembunyi di balik fakta tersebut. (masih belum terjawab sampai sekarang)
Metaforanya bagus. Meski laut dan langit sama-sama biru, tetapi mereka biru yang berbeda. Meski berbeda, tetapi yang satu hanyalah pantulan dari yang lain.
P.S: Pertanyaan singkat, manakah yang memantulkan biru? Apa laut = pantulan biru langit, atau langit = pantulan biru laut? Ada teori yang mendukung keduanya loh ;)