Oleh: (@ririntagalu)
http://ririnhutagalung.blogspot.com
Tanda merah menatapku nanar. Berkedip-kedip dengan teratur. Jantung berdegup tak karuan.
Berapa lama lagi baterainya akan sanggup bertahan? Berapa lama lagikah aku harus ketakutan?
Tempat ini mengerikan, kurasakan kesinisan. Nuansa jahat dan kelam.
Mengapa ia meminta aku menunggu disini? Bukankah tempat ini menyeramkan? Tidakkah ia tahu itu?
Benda yang kecil itu berteriak lantang. Sudah sedari tadi ia begitu, tetapi aku tidak mengacuhkannya. Tidak ada yang dapat kulakukan untuk menolongnya. Lagi-lagi, tanda merahnya menatapku nanar. Masih berkedip-kedip dengan sangat teratur.
Mengapa nasibku senaas ini? Pulsa sudah habis sedari tadi menelepon. Untuk kirim sms pun tak sanggup lagi.
Jika dia tak segera menghubungiku, bagaimana nasibku selanjutnya?
Jujur, aku tak mengenal tempat ini. Ini pertama kalinya menginjakkan kaki di tempat ini.
Handphoneku bernyanyi riang. Ada panggilan masuk. Dari Benn. Dengan secepat kilat aku menekan tombol terima.
"Hello. Kamu dimana?" tanyaku cepat.
"Masih di jalan."
"Aku di halte, dekat dengan Hotel Bersama."
"Oke.. tung.."
Sial. Akhirnya handphoneku tewas. Mati aku. Kesal setengah mati, ingin ku lempar handphone itu ke jalanan. Tapi, syukurlah akal sehatku masih berada di tempat yang tepat. Aku hanya membelainya lembut dan memasukkannya ke dalam kantongnya yang lembut.
Ku pandang sekelilingku. Tampak dua orang lelaki sedang berbincang-bincang dengan asyiknya.
Perasaanku menjadi tidak enak. Mengapa lelaki itu menatapku dengan cara yang aneh?
Lelaki yang di sebelahnya juga melakukan hal yang sama. Aku tidak betah berada di halte ini.
Aku berjalan ke arah hotel. Sepi. Hotel mewah begini kok sepi siang-siang begini?
Aku berjalan lagi mencari tempat yang lebih cerah. Sayang, aku tidak menemukannya.
Akhirnya aku memilih untuk kembali ke halte. Semoga Benn sudah berada disana.
Namun, tidak ada Benn. Yang ada hanyalah dua orang lelaki yang tadi. Keduanya masih berada di tempat yang sama, dengan ekspresi yang sama.
Perasaanku semakin tidak enak. Dimanakah dirimu, Benn?
Detik berganti detik, menuju menit-menit yang rasanya panjang. Ku pandangi jalan raya, berharap muncul sesosok yang ku kenal.
Lima menit. Tidak ada yang mendekat ke halte.
Sepuluh menit. Tetap tidak ada yang datang.
Cemas semakin melingkupiku. Aku gugup.
Aku menutup mata, mengucapkan doa-doa dalam hati, mencoba membuatku merasa aman.
"Hey, apa yang sedang kamu lakukan?" sebuah suara yang tak asing menyapaku.
"Benn!!" teriakku lantang, dan ku peluk ia seakan ia telah menyelamatkanku dari monster-monster kegelapan.
"Ada apa dengan dirimu?" tanyanya keheranan, "Aku hanya terlambat lima menit, tapi kamu sudah heboh begini."
Segera ku tarik ia menuju motor gagah miliknya. Ia hanya mengikuti.
Tanpa sepengetahuannya, aku melirik ke arah lelaki itu. Ternyata, ia tak melihat ke arahku. Mereka masih asyik berbincang.
Benn segera melajukan motornya dengan sigap. Ku peluk ia dengan erat, Pahlawanku.
Ini menjadi pelajaran buatku. Aku tidak akan membiarkan handphoneku berlama-lama meratapi kelaparannya. Janjiku dalam hati.
--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!