Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Kamis, 08 September 2011

Tiga Pesan

Oleh: (@KatherinaLiandy‏)

Jam sudah menunjukkan 15.40. Kulihat layar smartphoneku. Tiga pesan masuk dan aku langsung membaca satu-persatu....

From: Dika (+62854111xxx)
Sent: 14.15; Thursday, January 19th 2010

Ren, sepertinya aku telat jemput kamu nih. Tadi, ada meeting mendadak sama klien. Maaf banget ya, Ren. Tapi, aku janji kok tetap jemput kamu buat makan siang nanti. Kamu tunggu sebentar ya, aku mau jalan kok ke sana. Sabar ya, Ren.

Aku hanya bisa cemberut untuk kesekian kalinya setelah membaca pesan singkat atau yang biasa disebut SMS dari tunanganku, Dika yang muncul di layar smartphoneku. Sebenarnya, aku sudah keki setengah mati dengan Dika. Bagaimana tidak, aku sudah menunggu selama dua jam sambil menahan bunyi ‘keroncongan’ dari perutku. Apalagi, aku juga tidak mendapat kepastian kabar dari Dika selama penantianku di halte ini.
Langit semakin gelap. Hawa panas yang baru saja kurasakan perlahan-lahan berganti menjadi hawa sejuk. Ya, ini pertanda bahwa rintik-rintik hujan akan turun. Benar-benar sesuai dengan kondisi hati saat ini. Kecewa, kesal, dan lapar. Ah, hari ini benar-benar buruk sekali untukku. Andaikan smartphoneku masih ‘kuat’, pasti aku langsung mengupdate status baruku di Twitter. Tak ketinggalan, aku juga pasti mention nama akun Twitter Dika sebagai bentuk kekesalanku dengannya.

Argh!! Bete! Lapar! Mau makan! Kalau @DikaPutra muncul, bakal kumakan dia! >:o

Sayangnya, smartphoneku ini sedang tidak bersahabat. Mengapa? Ya, karena ia mengalami hal yang sama denganku, ‘lapar’. Lapar karena tidak mendapat asupan ‘nutrisi’ dari listrik. Cahaya kuningkehijauan yang muncul berkedip-kedip dari smartphoneku ini menunjukkan betapa sengsaranya  ia menahan lapar. Kalau diibaratkan sebagai manusia, smartphoneku ini pasti sudah menjerit kelaparan dari tadi.
Tetes demi tetes air hujan mulai membasahi lantai halte. Aku masih diam dan menggerutu kesal dengannya. Ini sudah ketiga kalinya, Dika ngaret janji makan siang denganku. Alasannya pun juga sama setiap kali ia ngaret, meeting dengan klien. Yah, kalau mau jujur sih, sebenarnya aku memaklumi tabiatnya yang workholic. Akan tetapi, kalau terus-menerus seperti ini, cewek mana sih yang ga gondok sama pacarnya, atau lebih tepat sih, tunangannya sibuk melulu sama kerjaan?
Sudah lima belas menit berlalu, tapi aku belum lihat batang hidung Dikasama sekali. Aku memandang layar smartphoneku sekali lagi. Tidak ada pesan yang masuk. Bagaimana dengan baterai smartphoneku? Tentu saja, sudah berwarna merah gambar tabung baterainya. Cahaya kuningkehijauan juga tidak mau berhenti berkedip-kedip. Argh!! Aku lapar! Harus berapa lama lagi aku mendengar suara keroncongan dari perutku? Ingin rasanya aku BBM-an dengan Dika dan ping contactnya. Tapi... itu tidak mungkin. Smartphoneku ini sudah tidak kuat untuk menyampaikan amarahku. Aku hanya bisa mengandalkan SMS dan telepon dari Dika, walau aku tahu sebentar lagi smartphoneku akan mati suri karenanya. Tiba-tiba...
KRINGG!!!  Bunyi ringtone telepon berdering. Aku langsung mengangkat telepon.
“Ren, kamu masih di halte kan?” tanya Dika dari seberang.
“Iya, masih di halte. Lagi nunggu bis dateng!” jawabku dengan nada kesal.
“Lho kok nunggu bis sih? Aku lagi di jalan nih. Kamu sabar ya?” Dika berusaha menenangkanku.
“Aduh, harus berapa jam lagi sih nunggu kamu? Aku laper banget Dika!!” aku membentaknya sekeras mungkin.
“Iya, aku tahu kalau aku salah, aku minta maaf banget. Tapi, kamu sabar ya? Aku lagi kejebak macet nih. Macetnya parah banget sih. Motornya aja ga bisa selip sana-sini,” ujar Dika dengan nada menyesal.
“Motor? Kamu pakai motor, Ka? Kamu gila ya? Sekarang tuh hujan! Memangnya kamu mau apa aku masuk angin? Kalau begini, aku naik bus aja daripada nunggu kamu!” aku membentaknya lagi.
“Ren, sorry banget. Kalau aku bawa mobil, aku pasti masih kejebak macet dekat kantorku. Bentar lagi udah deket kok sama haltenya. Bener-bener deket kok! Kamu jangan naik bus ya?” pinta Dika dengan nada memohon.
“Ga!! Aku ga mau nunggu kamu!! Aku cape tau ngadepin sifat kamu yang gila kerja!! Meeting mulu aja kerjaannya! Pokoknya, aku mau naik bus! Aku mau pulang!!!” aku menjawabnya denga berteriak kencang hingga semua orang yang berada di halte menantapku.
“Ren, jangan!! Aku---“ suara Dika menjadi putus. Tidak ada suara. Ada apa dengan smartphoneku? Kutatap layar smartphoneku. Gelap. Cahaya kuningkehijauan pun juga tidak berkedip-kedip lagi. Tampaknya, smartphoneku sudah mati suri karena kehabisan baterai. Hmm, ya sudahlah, lebih baik aku langsung pulang saja. Untungnya, bus arah tujuan rumahku mulai mendekat ke arah halte. Aku langsung menaiki bus tersebut dan mencari tempat duduk. Sayangnya, dewi fortuna tetap tidak berpihak padaku. Semua bangku terisi semua dengan penumpang. Mau tak mau aku harus berdiri dan menggerutu nasib burukku sekali lagi.
Sudah hampir satu jam, aku berdiri diantara kerumunan orang. Jujur, aku benar-benar kesal dengan hari ini. Kesal dengan sifatnya Dika yang selalu on time dengan meetingnya, tetapi ngaret dengan janjiku. Saking kesalnya, aku menjadi tidak lapar. Tak hanya rasa lapar, nafsu makan pun menjadi hilang karenanya. Ditengah rasa kekesalanku, tiba-tiba bus berhenti mendadak. Aku terdorong dan jatuh. Tidak hanya itu saja, pinggangku terkantuk dengan pegangan besi sehingga pinggangku terasa nyeri. Seketika, supir bus tersebut memaki pengendara sepeda motor yang baru saja pindah jalur dan berhenti di depan bus tiba-tiba.
“Hei, matamu taruh di mana? Kau mau kutabrak ya?” teriak supir bus terhadap pengendara sepeda motor tersebut dengan logat batak yang khas.
Pengendara motor tersebut langsung menancap gas dan kembali menyalip mobil-mobil di depannya. Kulihat, supir bus tersebut masih mengomel dengan tingkah laku pengendara motor tersebut. Aku berdiri kembali dan moncoba mencari posisi berdiri yang enak. Duh, tuh motor tadi sembrono banget sih? Gara-gara tuh motor, pinggangku menjadi sakit. Huh, kenapa sih nasibku buruk banget hari ini.
Akhirnya, setelah satu jam lebih bediri di bus, aku sampai di tempat tujuanku. Aku langsung turun dan berlari melewati beberapa belokan menuju rumahku. Sesampainya di rumah, aku langsung mengambil dan menyambungkan chargerku dengan smartphoneku lalu kumasukkan salah satu bagian charger ke dalam lubang stopkontak. Muncul cahaya merah dari smartphoneku dan gambar tabung disertai petir. Tak lama kemudian, smartphoneku menyala. Aku langsung mengecek dan berharap ada pesan yang masuk. Tiga pesan masuk. Pasti tiga SMS tersebut dari Dika. Yah, dia pasti meminta maaf berkali-kali. Aku langsung membacanya satu persatu tiga pesan singkat tersebut.
From: Dika (+62854111xxx)
Sent: 14.40; Thursday, January 19th 2010

Ren, aku benar-benar minta maaf banget. Aku ga ada maksud sama sekali bikin kamu nunggu lama. Kamu jangan pulang dulu ya? Hari ini, kan kita janji makan siang bareng kan? Ada sesuatu yang pengen aku omongin sama kamu. Bentar lagi, aku mau nyampe kok. Kamu sabar yaa...

From: Vicha (+628701891xxx)
Sent: 15.30; Thursday, January 19th 2010

Reren!!!! Congrats ya!! Gue denger dari Dimas katanya hari ini Dika mau ngelamar lo pas makan siang tadi ya? Aih, selamat ya ren! Pokoknya besok lo cerita ya gimana tadi si Dika ngelamar lo! Kalau perlu, besok langsung kasih undangan ya ke gue! Hahahaha :D

From: Dimas (+628391782xxx)
Sent: 15.06; Thursday, January 19th 2010

Ren, lu di mana? Kok pas gue telepon berkali-kali ga jawab sih? Ren, tadi si Dika kecelakaan pas mau jemput lu. Untungnya ada yang ngabarin ke gue. Sekarang lu ke RS Sehat Kencana ya! Dika sekarang ada di UGD. Nanti kalo udah nyampe, kabarin gue ya! ASAP!!!

The End

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!