Oleh: @meiizt
Aku mengenang api,
pada senja yang menggeliat di pelupuk matamu.
Menghujam selapis demi selapis jingga,
ingatku betapa panasnya.
Merona semburat demi burat merah, ingatku begitu nyalanya.
Terpanggang benih-benih khianat dalam hembusmu.
Kau bocah penggembala api, menjual jiwa kesana kemari.
Aku mengenang api, pada sajak kematian yang kau cermati.
Lalu berduri, apimu menumbuh onak jemari.
Perih, kugenggam saja dendam sudah bersemi.
Kupu-kupu kertas mengabu dalam jalannya ke akhirat.
Apa kau juga yang mengobral nyawa kekasihku pada iblis api?
Kau lumat rumahku lamat-lamat dalam asap yang menyengat.
Mataku terburai pandangan tulang-tulang berderak serak.
Menganga pada jiwa-jiwa menyerpih mengurai bara sepi.
Kekasihku terbakar sembilu dan aku tergugu.
Kau!
Kau bocah penggembala api, menjual jiwa kesana kemari!
Blog untuk memajang hasil karya partisipan #WritingSession yang diadakan setiap jam 9 malam di @writingsession. Karena tidak ada yang bisa menghentikan kita untuk berkarya, bahkan waktu dan tempat.
Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!
Wow. Puisi (kalau benar ini puisi) yang sangat kuat. Maknanya menusuk dan keras. Terus terang saja, admin merasa puisi ini agak terlalu banyak menggunakan kata-kata tidak umum supaya jadi lebih puitis(yang sebenarnya tidak buruk).
BalasHapusMungkin lain kali, coba gunakan kata-kata yang lebih simpel, namun mengena?
Puisi ini sudah ditulis dengan sangat baik. Dan selamat datang kembali setelah sekian lama tidak berkontribusi, meiizt! :D
Terus nulis yaa
makasih admiiiin :D
BalasHapusseneng deh sekarang dikomentarin sama admin juga...
I'll do better next time :)