Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Minggu, 04 September 2011

Cemburu Buta

Oleh: @momo_DM

Aku terbelalak keheranan saat aku membuka kedua kelopak mataku. Orang-orang mengerumuniku, sepertinya mereka khawatir dengan keadaanku. Aku mencoba bangkit, tetapi sepertinya aku tidak punya kekuatan sama sekali. Sendi-sendiku seperti hendak terlepas. Tubuhky sepertinya sudah tidak bertulang lagi. Dengan bantuan kedua tanganku, aku mencoba untuk bangkit. Beberapa orang membantuku berdiri. Sedikit terhuyung, aku pun berhasil berdiri. Aku mencoba tegak meskipun tak bisa kusembunyikan sikap tubuhku yang sempoyongan.

"Istirahatlah dulu. Kamu pasti sangat lelah setelah beradu fisik dengan gerombolan perusuh barusan," kata seorang ibu paruh baya yang membantuku menyandarkan pada tembok bangunan serupa kafe itu.

Aku bersandar dan pandanganku menyapu ke arah halaman kafe itu. Beberapa sosok tubuh terluka tengah diangkat secara paksa oleh beberapa orang dewasa dengan tangan terikat. Aku sama sekali tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Ingatanku tentang kejadian beberapa menit lalu hilang begitu saja. Aku pegangi kepalaku yang terluka sambil mencoba mengingat-ingat kejadian yang telah kulewati. Semakin aku mencoba mengingat, kepalaku justru semakin terasa pusing dan berat.

"Sudahlah. Jangan paksakan dirimu untuk mengingatnya. Ini makanlah! Agar kondisimu segera pulih," kata perempuan itu lagi sambil menyerahkan sebuah tomat, menurutku.

Aku menerima buah yang aku kira tomat itu. Aku gigit sedikit rasanya manis. Aku tak mau ambil pusing dengan apa yang aku makan. Aku lahap buah itu sampai setengah, sisanya kumasukkan ke dalam tas. Ajaib kekuatanku kembali pulih seperti sedia kala dan aku mampu mengingat kembali kejadian yang aku alami. Aku ingat bahwa aku baru saja berkelahi dengan gerombolan anak buah penculik Renata, anak tunggal pimpinanku. Menyelamatkannya adalah misi utamaku.

Kekuatan tubuhku telah kembali pulih, aku berniat berterima kasih kepada perempuan yang telah menyelamatkan aku tadi, tetapi perempuan itu sudah menghilang. Berbekal informasi dari salah satu anak buah penculik, aku mengendarai motor besarku ke arah barat. Sesekali aku menyeka keringat yang masih membasahi wajah tirusku.

Tak lama kemudian sampailah aku di tempat tujuan. Sebuah hutan lebat dengan sebuah sungai yang besar melintang di tengahnya. Tidak ada jembatan. Aku meletakkan motor besarku di tempat terlindung untuk menghindari kecurigaan. Aku mulai menyeberangi sungai yang jernih itu. Beruntung airnya dangkal. Kesegaran kurasakan menjalari pori-pori wajahku saat aku membasuhnya dengan air sejuk itu.

Rintangan berupa sungai dengan arus yang deras itu berhasil aku taklukkan. Bebatuan yang besar sangat membantuku untuk bisa melewati sungai itu. Ternyata rintangan tidak hanya itu saja. Rintangan baru telah menanti di hadapanku. Sebuah bukit terjal harus aku daki. Sesekali angin menderu kencang membuatku hampir saja terperosok.

Tekad yang membara membuatku tak menyerah begitu saja. Akhirnya, setelah melalui berbagai rintangan aku berhasil menemukan tempat persembunyian pimpinan geng itu. Aku mengendap-endap di belakang semak-semak yang tumbuh hijau di sana. Sesekali dahannya berderak. Mataku tajam memperhatikan setiap gerakan di sekitar bangunan kayu itu. Dua orang tampak hilir mudik berjaga-jaga. Dengan sigap aku sembunyi-sembunyi mendekat. Suasana yang sepi membuatku yakin keadaan aman.

“Krek!”

Belatiku berhasil melumpuhkan satu per satu penjaga bangunan itu. Pelan tetapi pasti aku membuka pintu bangunan itu. Aku melihat seorang gadis cantik tengah diikat pada sebuah tiang dengan mulut disumpal. Aku memberi isyarat dengan telunjuk agar gadis itu diam. Aku mendekati posisi gadis itu melalui tumpukan drum-drum minyak yang berjejer di sekitar dinding. Aku menduga itu adalah bahan bakar hasil selundupan.

Tak lama sampailah aku di dekat gadis itu, Renata. Bergegas aku membuka ikatan tali dan sumpalan pada mulutnya. Tiba-tiba gadis itu memelukku dengan erat. Aku melepaskan pelukannya saat aku melihat sesosok lelaki tengah berdiri garang di depanku. Pimpinan geng. Perkelahian dengan tangan kosong tak dapat dielakkan lagi. Jurus demi jurus beradu sama kuat. Tenagaku tinggal setengah. Aku terhuyung dan ambruk tepat di dekat tasku. Kubuka tas itu dan kuambil buah semacam tomat yang ada di dalamnya. Kulahap dan kekuatanku pun berangsur-angsur pulih.

Pimpinan geng itu terkekeh melihat aku yang hampir saja kalah. Dengan keyakinan akan mampu mengalahkanku, dia merangsek maju. Dengan kekuatan dari buah itu aku menahan gempurannya. Aku mengambil kuda-kuda dan membalas serangannya. Suara teriakan beradu dengan suara barang-barang yang pecah. Beruntung gadis itu meringkuk di tempat yang aman. Gerakan tangan dan kaki seolah bernyawa. Tendangan dan pukulan beradu dengan kilat cahaya yang menyilaukan. Pimpinan geng itu sepertinya mulai terdesak. Aku tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Kukerahkan jurus pamungkas. Tubuh pimpinan geng itu hancur dalam sebuah ledakan. Aku meraih tangan gadis itu dan mengajaknya berlari meninggalkan bangunan yang sudah mulai terbakar itu. Akhirnya, sampailah aku pada tempat yang aman. Aku tersenyum penuh kemenangan. Gadis itu memelukku erat dengan wajah ketakutan.

“Kita sudah aman sekarang. Jangan takut,” kataku pada Renata.

“Terima kasih, Randy, kamu sudah menyelamatkan aku,” kata Renata sambil mempererat pelukannya.

“Ini sudah kewajibanku, Renata,” jawabku sambil membalas pelukannya lebih dalam lagi.

“Aku mencintaimu, Randy,” kata Renata tiba-tiba dengan mata berkaca-kaca.

“Aku juga, Renata,” balasku dengan mengecup keningnya.

Tiba-tiba pandanganku kabur dan gelap saat aku mendekatkan bibirku ke bibir Renata. Aku tak tahu apa yang terjadi, padahal ini adalah momen yang sangat aku tunggu-tunggu. Dalam kegelapan aku pun menghilang bersamaan dengan gerakan tangan seorang lelaki usia belasan yang mematikan tombol power pada video game itu. Dia pasti cemburu dan tidak ingin tokoh gadis pujaannya kucium. Meskipun demikian, lelaki itu tetap tersenyum puas karena akhirnya bisa menyelamatkan gadis pujaannya dengan bantuanku dalam game animasi yang dimainkannya.

2 komentar:

  1. Gaya menulis yang lancar dan mengalir. Diksi juga sudah tidak awkward. Namun sayangnya, cerita tidak terlalu mengusung tema yang disajikan. Malah 'animasi' terkesan sebagai hidangan sampingannya. Sebagian besar tulisan habis untuk kata-kata yang sebenarnya bisa digunakan untuk menggambarkan 'animasi' dengan lebih lincah lagi.

    Terus berkarya! :)



    P.S: Masih ada typo tuh

    BalasHapus
  2. Terima kasih masukannya, Min.
    Sering-sering ya. :)

    Typo?
    Mana...mana...mana? :)
    Terima kasih juga koreksinya. Nanti aku cek lagi ya sebelum aku posting di blogku.

    Salam WS.
    @momo_DM

    BalasHapus

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!