Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Kamis, 08 September 2011

Dua Pesan

Oleh: (@tommradd)

Bip bip.. kling.. dering tanda pesan masuk di hapeku berbunyi serentak dengan tanda lowbat. Dengan malas kulihat siapa yang menggangu malam malam begini. Aku sudah berencana untuk tidak menggunakan hapeku agar baterenya bisa bertahan hingga esok karena charger hapeku ketinggalan di kantor. Dan semua itu harus terganggu karena sebuah sms. Warna merah di icon batere yang tertera di layar semakin membuat gerah. Kalau ini bukan sms penting tentang pekerjaan, aku berjanji akan segera membunuh pengirimnya.

“Hei..” Aku membaca isinya. Hanya satu kata itu dan dua titik dibelakangnya. Sungguh sebuah pesan yang tak penting. Namun aku terpaku dibuatnya. Karena yang mengirimnya adalah Vita. Cinta lama. Cinta lama yang masih terpendam hingga saat ini. Sudah lama sekali aku tak mengontaknya. Dan kali ini, tiba tiba dia muncul begitu saja. Dengan sebuah pesan yang hanya lima karakter. Hei..

Aku masih terpaku. Ada apa dengannya? Kenapa tiba tiba menghubungiku? Apa dia sedang ada masalah? Atau hanya ingin mencari teman sms-an sebelum tidur. Ya, disatu sisi tak dapat kupungkiri, aku amat senang. Tapi disatu sisi ada rasa gengsi dan bingung ingin membalas apa. Karena aku sendiri tidak tahu bagaimana dia bisa menyimpan nomor hapeku. Di SMA kami jarang bicara. Ya, apalah yang bisa dilakukan oleh seorang cowok tidak populer dimasa-masa itu. Dan, darimana dia dapat nomorku? Rasanya tak mungkin seorang Vita menyimpan nomor hapeku. Lagipula tak banyak teman SMA ku yang tahu nomorku. Paling hanya teman satu ekskul. Dan Dion sahabatku.

Aku masih terpaku. Bermain dalam pikiranku yang mulai berimajinasi. Apa mungkin dia juga dulu suka padaku? Apa dia bertanya pada Dion? Atau jangan jangan si Dion goblok itu membocorkan rahasia cintaku pada Vita. Ya, dulu aku terpaksa mengaku padanya karena aku memohon dicarikan nomor Vita. Dia menertawaiku. Sahabat macam apa itu. Tapi dia tetap mencarikan nomor Vita, dan memberikannya padaku. Nomor yang kemudian hanya kusimpan. Tak kutelpon. Tak kukirimi pesan. Tidak kuapa apakan. Dasar konyol. Aku menyianyiakan usaha si Dion. Hahaha..aku jadi menertawakan diriku sendiri sambil mengingat Dion.. sudah dimana sahabatku itu sekarang. Kami juga sudah lama sekali tak berhubungan.

Aku masih menatap layar hapeku. Dan masih bingung ingin membalas apa. Membalasnya dengan kata Hei.. juga bukanlah sebuah solusi yang cukup mengesankan untuk orang yang kau suka. Membalas dengan Hei..Vita malah akan membuat dia curiga bagaimana aku tahu itu dia? Kemudian dia akan bertanya loh..kok kamu tau ini nomor aku? Semua kejadian tak pasti itu berputar dipikiranku. Membuatku semakin bingung bagaimana harus membalasanya.

Kling.. tanda lowbat hapeku kembali terdengar. Membuatku sadar..bahwa hapeku sudah standby dalam kondisi yang cukup lama dan jelas mempengaruhi daya batere. Aku semakin kalut harus membalas apa. Atau sebaiknya aku pura pura sudah tertidur saja? Kemudian membalasa pesan itu esok saja dengan alasan sudah tidur? Hmmm.. Rasanya itu cukup solutif.

Tepat ketika aku memikirkan solusi pura pura tidur itu. Kembali hapeku berbunyi. Bip Bip..pesan lagi. Dan masih dari Vita. Dua pesan? Sebenarnya ada apa dengan Vita? Kling..tanda lowbat hapeku kembali berbunyi dan semakin mengesalkan. Buru buru aku membuka, takut daya batere ini keburu habis hingga aku tak bisa membaca pesan kedua Vita. Dan..

“Sori Ton, lupa ngasitau.. Ini Dion. Alamat rumah lo masih yang dulu kan? Tunggu besok pagi, gue punya kejutan. Oke bray? :)” Itu. Itu isi pesan kedua dari nomor Vita. Sebuah pesan dari Dion. Dion? Kejutan? Pikiranku mulai berpikir tak karuan. Aku curiga besok pagi didepan pintu rumahku sudah ada undangan. Ah..tapi.. Kling.Kling..tanda lowbat hapeku berbunyi dua kali tanda dia akan mati sedetik kemudian. Dan benar. Lalu mati. Hapeku mati. Dan aku… sepertinya memilih pura pura sudah tertidur. Seolah tidak membaca pesan yang dikirim dari nomor Vita. Ya. Rasanya itu cukup solutif untuk mencegah munculnya pertanyaan pertanyaan yang akan segera muncul dibenakku kemudian. Dan aku pun tertidur. Dalam kepura puraan.

Keesokan paginya, sepertinya dugaanku benar. Ada sebuah undangan. Rasanya aku tak perlu menuliskan itu undangan dari siapa. Dan untuk pernikahan siapa.

1 komentar:

  1. salut..kejadian yang sedikit mirip denganku..dengan nama "vita" yang sama. 4 tahun penderitaan rinduku.eh ternyata ada yang nulis cerpen..bravo..

    BalasHapus

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!