Oleh @MissRohmah
"Ibeth sudah kembali ke Indonesia, tepatnya dia ada di Surabaya."
"Aku ngga ada urusan dengan dia, Wur." Anggi mengingat kembali percakapannya tadi siang dengan Wuri sambil memasukkan baju-bajunya ke dalam travel bag.
"Jadi, kamu akan diam saja melihat Ibeth kembali? Dia masih ngefans banget dengan Fahmi."
"Yang ngefans dengan Fahmi banyak. Ditambah lagi seorang Ibeth apa bedanya?" Ujarnya sambil tersenyum.
Anggi lalu menghentikan kegiatannya mengepak baju. Benar, banyak yang menyukai Fahmi, pacarnya. Tapi Ibeth berbeda. Dia bukan sekedar fans yang mengenal Fahmi dari kejauhan, Ibeth adalah mantan Fahmi. Gadis itu bisa dibilang cinta sejati Fahmi. Bagaimana tidak? Mereka sudah berpacaran semenjak SMU hingga menamatkan kuliah S1 mereka. Meski putus nyambung namun mereka bertahan hingga tahun ke 6. Perpisahan mereka juga bukan karena orang ketiga melainkan karena Ibeth mendapatkan beasiswa ke luar negeri, tepatnya ke Jepang. Dia berbagi semua kenangan manis dengan Fahmi jauh sebelum Anggi mengenalnya. Dia bahkan hafal setiap detail tentang Fahmi. Oh ya, tentu saja Anggi mengenal Ibeth meskipun mereka belum pernah bertemu muka. Mereka berteman di jejaring sosial. Dari situlah mereka sering ngobrol. Anggi tidak pernah menganggap gadis itu sebagai "ancaman" bagi hubungannya dengan Fahmi karena dia tidak bersikap memusuhi. Justru dia menawarkan persahabatan karena bagaimanapun Fahmi dan dirinya dulu teman sekolah dan kuliah, menurut Ibeth tidak lucu jika mereka bermusuhan setelah putus. Toh mereka juga putusnya baik-baik.
Namun sekarang tak urung Anggi merasa terancam. Mantan. Apa iya Ibeth sudah benar-benar rela putus dengan Fahmi? Mengingat mereka masih tetap update kabar masing-masing meski hanya melalui perangkat teknologi.
"Kok melamun?"
"Eh, Kakak. Sejak kapan di sini?"
"Baru saja. Kakak lihat kamu melamun jadi kakak masuk aja. Ada apa?"
Mutia duduk di sisi ranjang di samping Anggi, adiknya. Anggi terlihat lesu.
"Kak, menurutmu wajar ngga sih kalau pasangan udah putus tapi masih update kabar masing-masing?"
"Fahmi dan Ibeth, ya?"
Anggi mengangguk.
"Seperti ceritamu dulu, mereka putus baik-baik, jadi menurut kakak wajar aja."
"Tapi Jepang itu ngga dekat, Kak. Ibeth bela-belain telfon hampir tiap hari. Jujur aku cemas."
"Sudah tahu Jepang itu jauh, masih aja kamu cemas. Yang penting sekarang 'kan kamu yang ada di dekat Fahmi, bukan Ibeth."
Mutia menepuk pundak adiknya dengan lembut. Anggi menoleh padanya, dengan wajah yang masih sedih.
"Aku takut, takut jika saat ini Fahmi merasa nyaman denganku hanya karena aku terjangkau. Aku takut jika Ibeth kembali ke sini nanti Fahmi memutuskanku dan kembali padanya."
"Fahmi laki-laki dewasa. Aku tidak yakin dia setega itu. Jika pun dia kembali pada Ibeth, artinya dia tidak menghargai cinta kalian. Kamu jangan menangisinya."
Anggi terdiam.
"Sudahlah, ayo buruan berkemas. Sejam lagi kita berangkat ke Malang."
Anggi menggeleng. "Aku ngga jadi ikut, Kak."
Mutia mengerutkan keningnya.
"Ibeth sekarang ada di Surabaya. Jika aku ke Malang selama seminggu, mereka akan bertemu tanpa aku. Aku tidak sanggup membayangkannya."
"Ah, Anggi. Kamu terlalu paranoid." Mutia menatap sedih pada adiknya.
***
"Fahmi udah pulang?"
"Belum, Mbak. Tadi saya lihat Mas Fahmi masih di ruangannya. Sepertinya dia lembur malam ini. Mau saya panggilkan dia?" Satpam itu mengatakannya seraya tersenyum. Anggi menggeleng. Dia sengaja datang membawakan makan malam untuk Fahmi, dia ingin memberinya kejutan. Dia juga ingin meyakinkan hatinya sendiri bahwa Fahmi masih miliknya, sepenuhnya. Anggi memasuki ruangan Fahmi. Sepi. Semua meja sudah kosong. Lalu dia mencoba menelfon ke HP Fahmi, ternyata HP itu tergeletak di meja, tepatnya di samping laptop. Anggi mengeluh, kebiasaan banget ini si Fahmi meninggalkan HP sembarangan. Anggi mendekati meja itu, hendak duduk di kursi Fahmi. Namun, dia tersentak... Laptop Fahmi masih menyala. Dan ada foto-foto Fahmi bersama Ibeth di sana. Foto-foto selama mereka masih bersama. Dari mulai foto mereka masih SMA hingga foto wisuda S1. Juga ada foto-foto ketika Ibeth sedang pulang berlibur ke Indonesia, setelah mereka sudah putus. Jari-jari Anggi gugup mengklik setiap folder yang berisi foto di laptop itu. Setelah itu dia merasa lemas. Foto-foto itu, adalah jejak-jejak cinta mereka berdua. Ternyata Fahmi belum melupakan Ibeth. Ya, Tuhan...
Anggi menyeka air mata yang tidak dia sadari telah keluar dengan sendirinya.
"Bodoh sekali aku ini." gumamnya sendirian. "Jadi selama ini aku hanya pelampiasan saja? Bahkan dia masih menyimpan foto-foto itu. Jejak cinta Ibeth masih melekat di hidupnya." dia tergugu lagi dan buru-buru mengambil tisu lagi.
Setelah bisa menguasai diri akhirnya dia bangkit berdiri dan hendak meninggalkan tempat itu.
"Anggi?"
Itu suara Fahmi. Anggi berhenti namun tidak menoleh. Lalu terdengar langkah Fahmi mendekatinya.
"Sudah lama? Aku baru saja dari kamar mandi."
"Ngga. Baru sebentar saja... Tapi sudah cukup untuk mengetahui semuanya."
"Apa maksudmu?"
"Ternyata selama ini diam-diam kamu masih merindukan Ibeth." Anggi terisak lagi.
"Kamu... Membuka laptopku?"
"Ngga penting. Yang penting sekarang aku tahu bahwa kamu masih mencintainya. Dan aku sadar jika aku bukan apa-apa. Kalian berbagi begitu banyak kenangan indah. Bahkan aku tak punya 10% dari itu."
"Aku dan Ibeth sudah putus. Dia hanya seorang mantan. Dan soal foto itu..."
"Cukup. Jangan bicara apa-apa lagi. Aku juga pernah berpacaran sebelum denganmu. Aku juga punya mantan, namun tak ada mantan yang memperlakukan mantannya seperti itu. Ibeth tentunya bukan mantan biasa, 'kan? Ya, dia istimewa hingga kamu tak sanggup melepasnya."
Anggi berbicara sambil membelakangi Fahmi jadi dia tidak tahu bagaimana wajah Fahmi saat itu. Hatinya terlalu pedih. Kenyataan ini begitu mengiris hatinya.
"Aku pergi." katanya kemudian. Dia meninggalkan ruangan kantor Fahmi, dan juga kehidupannya.
"Aku ngga ada urusan dengan dia, Wur." Anggi mengingat kembali percakapannya tadi siang dengan Wuri sambil memasukkan baju-bajunya ke dalam travel bag.
"Jadi, kamu akan diam saja melihat Ibeth kembali? Dia masih ngefans banget dengan Fahmi."
"Yang ngefans dengan Fahmi banyak. Ditambah lagi seorang Ibeth apa bedanya?" Ujarnya sambil tersenyum.
Anggi lalu menghentikan kegiatannya mengepak baju. Benar, banyak yang menyukai Fahmi, pacarnya. Tapi Ibeth berbeda. Dia bukan sekedar fans yang mengenal Fahmi dari kejauhan, Ibeth adalah mantan Fahmi. Gadis itu bisa dibilang cinta sejati Fahmi. Bagaimana tidak? Mereka sudah berpacaran semenjak SMU hingga menamatkan kuliah S1 mereka. Meski putus nyambung namun mereka bertahan hingga tahun ke 6. Perpisahan mereka juga bukan karena orang ketiga melainkan karena Ibeth mendapatkan beasiswa ke luar negeri, tepatnya ke Jepang. Dia berbagi semua kenangan manis dengan Fahmi jauh sebelum Anggi mengenalnya. Dia bahkan hafal setiap detail tentang Fahmi. Oh ya, tentu saja Anggi mengenal Ibeth meskipun mereka belum pernah bertemu muka. Mereka berteman di jejaring sosial. Dari situlah mereka sering ngobrol. Anggi tidak pernah menganggap gadis itu sebagai "ancaman" bagi hubungannya dengan Fahmi karena dia tidak bersikap memusuhi. Justru dia menawarkan persahabatan karena bagaimanapun Fahmi dan dirinya dulu teman sekolah dan kuliah, menurut Ibeth tidak lucu jika mereka bermusuhan setelah putus. Toh mereka juga putusnya baik-baik.
Namun sekarang tak urung Anggi merasa terancam. Mantan. Apa iya Ibeth sudah benar-benar rela putus dengan Fahmi? Mengingat mereka masih tetap update kabar masing-masing meski hanya melalui perangkat teknologi.
"Kok melamun?"
"Eh, Kakak. Sejak kapan di sini?"
"Baru saja. Kakak lihat kamu melamun jadi kakak masuk aja. Ada apa?"
Mutia duduk di sisi ranjang di samping Anggi, adiknya. Anggi terlihat lesu.
"Kak, menurutmu wajar ngga sih kalau pasangan udah putus tapi masih update kabar masing-masing?"
"Fahmi dan Ibeth, ya?"
Anggi mengangguk.
"Seperti ceritamu dulu, mereka putus baik-baik, jadi menurut kakak wajar aja."
"Tapi Jepang itu ngga dekat, Kak. Ibeth bela-belain telfon hampir tiap hari. Jujur aku cemas."
"Sudah tahu Jepang itu jauh, masih aja kamu cemas. Yang penting sekarang 'kan kamu yang ada di dekat Fahmi, bukan Ibeth."
Mutia menepuk pundak adiknya dengan lembut. Anggi menoleh padanya, dengan wajah yang masih sedih.
"Aku takut, takut jika saat ini Fahmi merasa nyaman denganku hanya karena aku terjangkau. Aku takut jika Ibeth kembali ke sini nanti Fahmi memutuskanku dan kembali padanya."
"Fahmi laki-laki dewasa. Aku tidak yakin dia setega itu. Jika pun dia kembali pada Ibeth, artinya dia tidak menghargai cinta kalian. Kamu jangan menangisinya."
Anggi terdiam.
"Sudahlah, ayo buruan berkemas. Sejam lagi kita berangkat ke Malang."
Anggi menggeleng. "Aku ngga jadi ikut, Kak."
Mutia mengerutkan keningnya.
"Ibeth sekarang ada di Surabaya. Jika aku ke Malang selama seminggu, mereka akan bertemu tanpa aku. Aku tidak sanggup membayangkannya."
"Ah, Anggi. Kamu terlalu paranoid." Mutia menatap sedih pada adiknya.
***
"Fahmi udah pulang?"
"Belum, Mbak. Tadi saya lihat Mas Fahmi masih di ruangannya. Sepertinya dia lembur malam ini. Mau saya panggilkan dia?" Satpam itu mengatakannya seraya tersenyum. Anggi menggeleng. Dia sengaja datang membawakan makan malam untuk Fahmi, dia ingin memberinya kejutan. Dia juga ingin meyakinkan hatinya sendiri bahwa Fahmi masih miliknya, sepenuhnya. Anggi memasuki ruangan Fahmi. Sepi. Semua meja sudah kosong. Lalu dia mencoba menelfon ke HP Fahmi, ternyata HP itu tergeletak di meja, tepatnya di samping laptop. Anggi mengeluh, kebiasaan banget ini si Fahmi meninggalkan HP sembarangan. Anggi mendekati meja itu, hendak duduk di kursi Fahmi. Namun, dia tersentak... Laptop Fahmi masih menyala. Dan ada foto-foto Fahmi bersama Ibeth di sana. Foto-foto selama mereka masih bersama. Dari mulai foto mereka masih SMA hingga foto wisuda S1. Juga ada foto-foto ketika Ibeth sedang pulang berlibur ke Indonesia, setelah mereka sudah putus. Jari-jari Anggi gugup mengklik setiap folder yang berisi foto di laptop itu. Setelah itu dia merasa lemas. Foto-foto itu, adalah jejak-jejak cinta mereka berdua. Ternyata Fahmi belum melupakan Ibeth. Ya, Tuhan...
Anggi menyeka air mata yang tidak dia sadari telah keluar dengan sendirinya.
"Bodoh sekali aku ini." gumamnya sendirian. "Jadi selama ini aku hanya pelampiasan saja? Bahkan dia masih menyimpan foto-foto itu. Jejak cinta Ibeth masih melekat di hidupnya." dia tergugu lagi dan buru-buru mengambil tisu lagi.
Setelah bisa menguasai diri akhirnya dia bangkit berdiri dan hendak meninggalkan tempat itu.
"Anggi?"
Itu suara Fahmi. Anggi berhenti namun tidak menoleh. Lalu terdengar langkah Fahmi mendekatinya.
"Sudah lama? Aku baru saja dari kamar mandi."
"Ngga. Baru sebentar saja... Tapi sudah cukup untuk mengetahui semuanya."
"Apa maksudmu?"
"Ternyata selama ini diam-diam kamu masih merindukan Ibeth." Anggi terisak lagi.
"Kamu... Membuka laptopku?"
"Ngga penting. Yang penting sekarang aku tahu bahwa kamu masih mencintainya. Dan aku sadar jika aku bukan apa-apa. Kalian berbagi begitu banyak kenangan indah. Bahkan aku tak punya 10% dari itu."
"Aku dan Ibeth sudah putus. Dia hanya seorang mantan. Dan soal foto itu..."
"Cukup. Jangan bicara apa-apa lagi. Aku juga pernah berpacaran sebelum denganmu. Aku juga punya mantan, namun tak ada mantan yang memperlakukan mantannya seperti itu. Ibeth tentunya bukan mantan biasa, 'kan? Ya, dia istimewa hingga kamu tak sanggup melepasnya."
Anggi berbicara sambil membelakangi Fahmi jadi dia tidak tahu bagaimana wajah Fahmi saat itu. Hatinya terlalu pedih. Kenyataan ini begitu mengiris hatinya.
"Aku pergi." katanya kemudian. Dia meninggalkan ruangan kantor Fahmi, dan juga kehidupannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!