oleh @meiizt
Aku mengaduk matamu, dan mencoba membuka laci-laci kenangan. Mungkinkah potretku masih kau simpan?
"Sudah lama, Va," senyummu menyapa. "Kemana saja kau?"
"Ya, sudah lama. Aku berlari, dari satu negeri ke negeri yang lain," aku masih tak menyerah mencari.
Kau pun tak menunduk, dan kusimpulkan itu bentuk persetujuanmu untukku mengobrak-abrik kenangan tentangmu.
"Kau tak berubah, Va, sedikitpun."
"Kau juga."
"Bohong," kau tertawa renyah. Tawamu masih terasa sama, hanya saja sedikit nyaring kali ini.
"Delapan tahun, kau benar-benar masih Al yang dulu. Bagiku."
Aku mulai menyerah. Hal-hal tentangku tak kutemukan sesisa pun di matamu.
"Terima kasih, Va. Tapi... Aku sudah bukan Al yang dulu. Setidaknya nama belakangku sudah berubah."
Aku mengangguk, tertunduk, menggertakkan gigi agar airmata dan segala buncah perasaan ini tak banjir.
Kau menggeser tanganmu dan mengelus punggung tanganku.
"Delapan tahun, dan kau masih Va yang dulu. Namamu masih sama, gadis kuat dan tegar yang lebih suka menangis diam-diam di dalam kamar mandi di malam hari."
Mataku berkaca-kaca, tapi tak ada setetes yang tumpah.
Kau mengulurkan selembar saputangan, dan aku menyambutnya dengan senang.
"Kau masih mengingatnya," ujarku serak, setelah berhasil menguasai emosi yang meluap tadi.
"Tentu Va, siapa yang bakal lupa pada makhluk paling aneh ini?" tawamu, mengacak-acak rambutku yang sudah acak.
"Tapi, aku tak menemukannya, Al."
"Apa, Va?"
"Di matamu."
Kau mengerjapkan mata, bola mata coklatmu bergerak-gerak penasaran dengan maksud perkataanku.
"Aku tak menemukan diriku di matamu."
Dan di tengah senja yang begitu cantik itu, senyummu memudar. Tawamu mulai hilang dari sudut-sudut bibirmu yang berkilau.
"Maaf, Va."
"Kupikir... kau mau memberiku kesempatan sekali lagi, Al..."
"Aku... Maafkan aku, Va..."
"Kenapa, Al?"
Aku bertanya mengais jawaban, tapi lalu aku tahu itu pertanyaan yang salah.
Kau beranjak bangkit dan memaksakan diri untuk tersenyum.
"'Kenapa' itu.. pertanyaan yang paling tidak ingin kujawab saat ini, Va. Tentang apapun itu. Maaf. Mungkin kau sudah berharap banyak ketika aku meneleponmu lagi, tapi... pada akhirnya aku hanya mengecewakanmu... lagi... ."
"Al... ," suaraku tercekat, dan kau menjauh.
Yang bisa kurasa kemudian hanya panas mentari senja yang menyilaukan mata. Sementara aku menyaksikan punggungmu menjauh, rambut panjangmu yang berkibar dan rok merahmu yang tertiup angin.
Rok merahmu.
Sejak kapan kau memakai rok, Al?
Mungkin itu alasan kau tak bisa menerimaku lagi, setelah delapan tahun aku lari darimu, merasa malu karena telah berselingkuh dengan sahabatmu, dan setelah delapan tahun ini kau menghubungiku lagi kupikir kau sudah memaafkanku.
Ah, benar, kau memang sudah memaafkanku. Tapi tak pernah ada kesempatan kedua bagiku.
Tak pernah ada kesempatan kedua yang bisa membawaku menghabiskan masa tua menimang cucu bersamamu.
Karena kini kau sudah menjadi sejenis aku, dengan nama belakang yang berubah. Alifiah, tapi aku akan tetap mengenalmu sebagai Alif saja. Maafkan aku.
Blog untuk memajang hasil karya partisipan #WritingSession yang diadakan setiap jam 9 malam di @writingsession. Karena tidak ada yang bisa menghentikan kita untuk berkarya, bahkan waktu dan tempat.
Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!
. . . . Crazy world
BalasHapusbentar -_- NGEGANTUNG DEH!!!! @@ *ngais tanah
BalasHapus