Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Sabtu, 30 Juli 2011

Tidak Terlambat Lagi

Oleh: Rahmi Afzhi (@afzhi_)





Tidak ada waktu lagi. Jarum jam di kamarku terus berputar tanpa
toleransi sedikit pun. Aku tidak ingin kali ini terlambat lagi. Poinku
sudah terlalu banyak. Hampir stiap hari aku menjadi buah bibir di
kantor majelis guru karena keterlambatanku. Hari ini semua itu tidak
boleh lagi terjadi. Aku harus menebus semua dosa-dosaku. Ibu dan
ayahku tidak boleh lagi, pergi ke sekolah hanya unyuk memenuhi
panggilan wali kelasku atas ketidak disiplinanku. Setiap pagi, mereka
berdua selalu mempertuahiku sebelum aku pergi ke sekolah sembari aku
menciumi kedua telapak tangan mereka. “Banggakan kami ya, nak!” Itu
sebagian dari seribu nasehat terindah yang keluar dari mulut mereka.
Hari ini juga begitu. Aku berpamitan dengan kedua orang tuaku sembari
mencium tangannya. Tanpapikir panjang, tubuhku langsut meleset ke
pintu rumah. Tanpa sarapan pagi tentunya. Biarlah perut ini
menderu-deru kelaparan asalkan hari ini aku tidak terlambat.
“Tumben, kamu tidak terlambat? Mimipi apa semalam? Atau ketemu sama
malaikat apa, sampai-sampai bisa berubah sedemikian epatnya?” Cerocos
Laras teman sebangkuku yang sekaligus bergelar sahabatku.
“Kamu ini, aku terlambat kamu rebut. Aku kecepetan juga bawel,” jawabku.
Aku sebenarnya ingin memberikan kebahagiaan di hari ulang tahun ibuku.
Kebahagiaan yang bukan berupa barang. Bukan pula berupa jasa yang
nyata. Hanya kado yang nanti pada saat pulang sekolah akan kusampaikan
pada ibu, setelah mengecup telapk tangan halusnya. Selama ini, kado
itu jarang kuberika pada ibuku atau pu ayahku yang selalu siap sedia
mengantarku ke sekola dengan motor bebeknya jika aku sudah terlambat.
*
Aku tertidur lelap. Dihiasi dengan mimpi buruk yag berisi pelajaran.
Dan tahukah kamu apa mimpi itu kawan? Aku merasa menyesal jika semua
ini benar-benar terjadi. Setelah mengcup kedua tangan orang yang
sangat berjasa dalam hidupku, aku segera berangkat ke sekolah diantar
ayahku. Motor bebek yang kami kendarai melaju kencang. Tak terkendali.
Tak member ampun sedikit pun. Tiba-tiba semua truk besar mendekat
tanpa arah. Melau kencang dari seberang dan prang! Semuanya gelap.
Kecelakaan terjadi. Samar-samar pandanganku. Kulihat ayah dibopong
oleh masa menaiki mobil sedan berwarna hitam. Aku mengiringinya ke
rumah sakit.
Kabar buruk yang kuterima. Tak percaya jikalau kaki ayahku akan
diamputasi. Aku menangis ,eraung-raung. Tapi tidak ada yang peduli.
Semuanya memandangiku. Aku tersentak. Terbangun mimpi burukku. Aku
melihat sekelilingku. Nampak ibuku duduk di sampingku. Menenangkanku
yang sejak tadi menggigau. Aku tak sadar kalau yang aku lakukan di
mimpi tadi juga kulakukan di dunia asli.
*
Bel pulang hari ini berbunyi. Kusandang tasku. Berlari meninggalkan
sekolah. Ingin segera kubertemu dengan ayah ibuku. Meyampaikan kabar
gembira ini setelah mencium kedua tangan mereka di saat tiba di rumah
nanti.
“Assalamu’alaikum!”
“Wa’alaikumsalam!”
“Ibu, ayah, tahukah apa yang terjadi hari ini? Aku bisa menaklukan
waktu. Aku berhasil menjadi anak baik hari ini. Aku disiplin hari ini.
Aku tidak terlambat yah,bu,” ujarku berapi-api.
“Benarkah? Kalau begitu mari kita makan siang sambil mendengarkan
ocehanmu,” Ayahku berkata sambil tersenyum. Baru pertama kali ini aku
melihat senyumnya jika aku pulang sekolah. Dan aku akan selalu membuat
senyum itu melekat di wajahnya. Akan kucoba.

2 komentar:

  1. Ide ceritanya menarik dan menyentuh, namun ada baiknya jika cerita lebih 'dipadatkan'. Admin masih melihat kesalahan pengetikkan (typo), dan beberapa kalimat juga masih terdengar sedikit sumbang.

    Terutama untuk endingnya, karena sebenarnya masih bisa dikembangkan lebih jauh lagi. Jangan menyerah, terus menulis! :)

    BalasHapus
  2. terimakasih atas komentarnya admin.

    BalasHapus

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!