Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Sabtu, 09 Juli 2011

Layar Kosong Juga Pilihan

Oleh Ireisha Anindya (@irisharuki)

Tik, tok, tik, tok, tik, tok.

Duh. Putuskan sekarang. Please. Waktu sudah berjalan seakan-akan
sedang dikejar tramtib yang membawa galah untuk membongkar kios-kios.
Please. Ia sudah betul-betul stress. Sudah keringat dingin pula.
Bagaimana ini? Orang itu bisa pulang kapan saja. Menyebalkan sekali,
sih.

(..padahal kan tidak lucu, sudah direncanakan dari kemarin-kemarin
semua ini. Lantas kenapa ia jadi bingung sendiri untuk memilihnya?)

Tik, tok, tik, tok, tik, tok, tik, tok.

Pemuda itu lantas terduduk. Menarik nafas sejenak, memejamkan mata.
Relaksasi-apalah-itu istilahnya. Ia tahu bahwa bukan waktu yang pas
saat ini untuk berelaksasi ria macam para biksu-biksu di kuil-kuil,
tapi apa salahnya mencoba? Toh ia tak mungkin terus menerus diam tanpa
memilih apa-apa begini, kan? Padahal semua peralatannya sudah ia bawa.
Tinggal realisasi saja. Masa sih cuma karena pilihan sepele saja semua
ini menjadi berantakan?

Hayah sialan. Pilihan sialan. Mau dikutuk ya? Tapi toh tetap saja..
saat ini ia tak bisa menghindar. Oh. Konyol. Membuatnya sebal
sendiri, faktanya ia tak bisa memilih. That simple? Jadi sebal juga
dengan diri sendiri.

Tik, tok, tik, tok, tik, tok, tik, tok.

Tolong-deh-kenapa-ia-harus-memilih. Ia hanya anak kecil umur 12 tahun
yang ingin melakukan sesuatu, woy! Anak kecil umur 12 tahun yang
mungkin beberapa sekrup otaknya hilang sampai memutuskan sesuatu saja
tidak becus!

Keringatnya mengucur deras. Bagaimana sekarang? Matanya sudah terpejam
tapi toh yang muncul malah layar hitam kosong, blas. Tanpa apa-apa.
Konyolnya. Bagaimana coba sekarang, dengan keringat dingin yang
mengalir di tangannya. Padahal untuk melakukannya, ia merasa lebih
enak jika tangannya tidak terasa licin begini. Ya ampun. Kaos putihnya
juga semakin basah. Penuh dengan kegalauan dan kebimbangan. Dan
pemborosan kata, ngomong-ngomong.

..dan ia masih belum bisa memilih.

Kata orang bijak sih memilih atau tidak itu juga pilihan. Tapi pilihan
itu pasti terjadi karena harus memilih. Dan kepalanya malah semakin
berkabut—siapa sih yang butuh kata-kata orang bijak saat ini? Tidak
ada, syalala. Yang dibutuhkan sekarang itu memilih satu diantara dua.
Itu saja kok susah. Tapi toh buktinya tidak bisa memilih, jadi apakah
itu membuktikan kesukarannya?

..satunya dengan bunga-bunga.

..satunya lagi dengan warna mencolok yang oh-so-shocking!

Dua-duanya terdengar seperti pilihan yang bagus (atau buruk?)
sebenarnya. Dan karena ekuivalen—dan kenapa memakai bahasa susah
lagi—kualitasnya, maka pemuda berambut gelap ini belum bisa
memutuskan. Dan ia masih terduduk, bersandar di tembok kosong.
Ceritanya sedang bersemedi ala para biksu atau praktisi yoga. Biar
saja terlihat gila dilihatin orang. Pilihan itu harus dibuat.

Mau pakai mantra yada-yada-uga-uga? Duh, sayangnya ia tak tahu caranya
bagaimana. Lagian toh terdengar irasional, sih? Tidak logis, tidak
masuk di akal, dan bisa-bisa waktunya habis duluan sebelum ia berhasi
memutuskan pilihannya. Menetapkan hatinya pada satu hal saja. Yah,
ternyata susah ya. Annoying.

Tik, tok, tik, tok, tik, tok.

“WOY, KAMUU!”

Sebuah suara tinggi lantas mengusik duduk bersila pemuda tersebut.
Mata pemuda tersebut setengah terpejam, membuatnya berhasil memasang
muka kaget-sekaget-kagetnya. Di sebelahnya ada pylox warna-warni—semua
tersedia, lho—yang sedari kemarin ia siapkan. What the heck. Dan
pemuda ini meracau dalam hati.

“...”
.
Tapi tidak keluar apa-apa di mulutnya. Sial. Nyebelin. Kenapa tidak
sekalian gambar dua-duanya? Padahal ia sudah merencanakannya. Mr.
Brokolili, guru biologinya yang paling menyebalkan di seluruh dunia
itu harus merasakan efeknya menjelek-jelekkan namanya di depan kelas.
Tapi...nampaknya rencananya gagal. Padahal pastinya seru
mencoret-coret tembok rumah guru ini. Sekali mendayung dua pulau
terlampaui—bisa bersenang-senang plus mempermalukan sang guru.

“Mau apa kamu di sini?” Sebuah tanya keluar dari guru berambut
keriting tersebut, dengan mata yang menyelidik.

“..mau memilih?”

(..toh memang ia mau memilih, kan?)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!