Oleh: @RyanJepank
Kau tahu kawan, ini tak mudah. Tak seperti yang sering kau rasakan dan yang mudah sekali kau ucapkan.
Pagi seperti biasanya, matahari masih terbit dari timur. Aku telah berada tepat di lapangan Ahmad Yani. Melahap semua sarapanku pagi ini, lari dan terus berlari.Tekadku sudah bulat. Aku harus menang dikejuaraan kali ini. Sudah lama aku memendam hasrat mengikuti kejuaraan ini. Sudah lama dan teramat lama.
Susah payah aku lari di lapangan ini. Latihanku telah usai. Pelatih tersenyum ada kenaikan speed ketika aku berlari dari putaran pertama hingga putaran terakhir dan aku semakin optimis.
Hari yang ditunggu pun tiba, aku dan peserta lain sudah berada di lapangan lari untuk memulai lomba. Kusapu pandangan ke arah tribun penonton. Semua berteriak lantang mendukung jagoannya masing-masing. Semua penonton melambai-lambaikan tangannya seperti memberi sapaan kepada jagoannya.
1, 2, 3, pelatuk pistol sudah ditarik dan meletup keudara. Coba kau lihat ke atas dan ke sekeliling kawan. Barangkali ada burung yang menjadi korban dari penembakan barusan. Baiklah, semua peserta lari dengan penuh semangat. Aku pacu terus semangatku. Bulir-bulir peluh mulai membasahi tubuh. Menang, menang, menang dan aku harus menang. Sampailah tinggal beberapa lagi putaran menuju garis finish dan aku masih urutan terdepan. Tiba-tiba kulihat jutaan kunang tepat berada di depan lintasan. Membentuk formasi yang indah namun terasa janggal karena ini kan masih pagi. Semakin dekat semakin jelas lalu kabur dan semua gelap. Sepertinya badan ini telah rubuh, aku jatuh. Sempat kulihat garis finish yang tinggal beberapa meter tapi aku seperti tidak sanggup untuk berdiri dan berlari kembali. Ah, musnah sudah semua harapan dan impian yang telah lama kubangun.
Lamat-lamat kudengar riuh rendah suara penonton ikut menyemangati. Mereka berteriak, mengepalkan tangan, dan masih sempat kulihat kekasihku mendekat memberi semangat lebih untukku.
“Semangat sayang garis finish sudah dekat jangan kau runtuhkan harapan jutaan rakyat Indonesia yang telah haus gelar. Kamu bisa” begitu dia menyemangatiku.
Seperti ada letupan semangat yang kembali hadir kala itu. Aku mencoba kembali bangkit. Benar apa yang dikatakan kekasihku, aku bisa dan aku pasti menang. Aku ingin mengibarkan bendera negaraku lebih tinggi dari negara lain.
Semua terasa berat tapi badanku kembali bangkit dan mulai kembali berlari. Finish. Semua penonton di stadion berteriak gembira, terlebih aku.
Kau tahu kawan sampai titik ini aku terus berjuang. Bendera negaraku berkibar tinggi di angkasa. Merah Putih bergoyang ditiup angin mesra. Lagu Indonesia Raya berkumandang, Indonesia jaya.
Sampai saat ini aku tercatat sebagai pelari tertua yang merebut medali emas dalam ajang lomba atletik untuk lansia. Aku tak pernah berharap akan sebuah tanda jasa. Aku hanya ingin Negara Indonesia dan bendera Merah Putih berkibar lebih tinggi dari Negara lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!