oleh: (@kaniamehta)
Aku tidak bisa memasak. Tapi seantero sekolah tahu bahwa makan adalah hobi Bimo. Sudah dua kali ia menjadi juri lomba masak saat hari kartini tiba, karena wawasannya yang luas akan bahan makanan dan bumbu-bumbu Indonesia, sesuai ekspektasi semua orang dari anak seorang Master Chef. Untungnya ada saja yang terjadi pada hari itu, hingga aku tidak pernah menghadiri lomba-lombanya. Entah karena pada hari kartini tahun ini Kak Gendis menikah, atau tahun lalu ketika Eyang Kakung meninggal.
Tapi kali ini aku tidak bisa mengelak lagi. Buka bersama kali ini diadakan di rumahku. Dan Bimo, sebagai ketua kelas, secara khusus memintaku untuk menyediakan makanan, yang nantinya semua uang dari bahan-bahannya akan diganti oleh anak sekelas. Sebenarnya dia tidak memintaku memasak, hanya menyediakan makanan. Kadang cinta bukan hanya membutakan mata, tapi juga menulikan telinga. Aku tidak tuli, tapi untuk kali ini saja, aku ingin Bimo tersenyum karena merasakan enaknya masakanku dan berkata, "Ini elo yang buat, Ran? Enak banget!"
***
Sudah dua hari ini aku memporakporandakan dapur Mama. Bantuan Mbak Wal yang berkali-kali ditawarkan Mama selalu kutolak mentah-mentah. "Apa intinya kalau Bimo makan masakan Mbak Wal?" tanyaku pada Mama suatu hari. Mama hanya menghela nafas, ia tahu ia tidak dapat berbuat apa-apa jika sifat keras kepalaku muncul. Jangan salahkan aku, Ma. Tapi sifat ini sudah mendarahdaging di keluarga besarku.
Aku memotong-motong wortel perlahan, bunyi pisau yang beradu dengan talenan bergaung memenuhi dapur. Hasilnya? Tentu saja jauh dari yang diharapkan. Wortel yang seharusnya dipotong menyerupai korek api, jika kulihat lagi hasilnya seperti potongan kayu bakar. Begitu juga buncis yang kupotong, hasilnya sama sekali jauh dari apa yang tadi Mbak Wal ajarkan.
Rencanaku membuat 'Sup Aneka Warna a la Ranti', yaitu sup yang terdiri dari buncis, wortel, potongan ayam, sosis, jagung, dan jamur. Selain warnanya yang cantik, isinya pun sehat dan segar. Namun rencana hanya tinggal rencana. Judul Aneka Warna mungkin berubah menjadi Aneka Warna dan Bentuk, karena potongannya tidak sama besar. Juga rasanya yang langsung mematikan selera makan.
Tapi kali ini aku tidak akan tinggal diam, mungkin ini kesempatan terakhir yang diberikan Tuhan jika aku ingin mengubah status facebook-ku "in relationship with Bimo Prasetya". Sekrup-sekrup dalam otakku mulai bekerja, perlahan senyum lesung pipit Bimo terbayang di benakku. Yak. Dengan ini pasti berhasil. Sorry dude, but all is fair in love and war.
***
Tiga puluh menit lagi anak-anak sekelas akan datang ke rumah. Anika sahabatku sudah mendahului untuk membantu mempersiapkan segalanya. Ia jelas menentang rencana mutakhirku, tapi setelah kuyakinkan dengan quotes love and war, perlahan dagunya naik turun menyetujui walaupun dengan embel-embel, "Seandainya lo ketahuan, gue udah memperingatin ya sebelumnya. Jangan bilang kalo gue bukan sahabat yang baik," seperti Mama, ia juga sudah lama memaklumi sifat kepala batuku (yang mendarahdaging ini). Tapi jangan salah, Mama sama sekali tidak tahu menahu tentang rencana ini, beliau hanya berpikir bahwa aku sudah putus asa dalam memasak dan menyerahkan semuanya pada Mbak Wal. Apakah kalian sudah bisa membaca rencanaku?
Tadi malam aku sudah menelepon Bimo dengan alasan yang telah kudiskusikan dengan Mama, yaitu semua makanan dan minuman yang ada di meja sekarang ini disponsori penuh oleh Mama. Sebenarnya aku tidak begitu peduli siapa membayar apa, intinya tadi malam aku bisa menelepon Bimo!
Satu per satu anak-anak sekelas mulai berdatangan. Dan akhirnya mulailah acara buka bersama setelah kami menunaikan ibadah Shalat Maghrib. Seperti yang sudah diduga, anak-anak tercengang melihat hidangan yang tersaji di meja makan. Ayam saus tiram, tempe goreng, mie goreng, udang goreng tepung, cap cay, dan tak lupa nasi putih juga 'Sup Aneka Warna a la (ehem) Ranti'. Anak-anak yang sudah dibisiki oleh Anika dan juga Bimo (yang kubuali tadi malam) bertanya-tanya padaku apakah benar ini semua aku yang memasak.
Aku menoleh mencari Mama dan Mbak Wal. haha. mereka tidak ada disini. "Iya, ayo makan yang banyak. Gue udah masak sepagian nih," bualku dan dengan sedikit rasa bersalah perlahan berbisik, "dibantuin mbak pembantu gue,"
Dengan puas dan hati berdebar aku melihat Bimo yang mengacungkan jempol ke arahku dan tersenyum, "Ini enak banget, Ran!"
***
Berminggu-minggu setelah acara buka puasa itu, akhirnya aku dan Bimo pun jadian. Aku yakin Bimo suka padaku bukan hanya karena masakanku saat itu, tapi bisa ditebak bahwa acara buka puasa itu mengawali segalanya. Awal dari telepon-telepon Bimo dan pada akhirnya ia mengatakan suka padaku. Selain Anika si penyimpan rahasia, jelas saja aku harus berterimakasih pada Mbak Wal.
Beberapa kali sudah aku (berpura-pura) masak untuk Bimo. Ketika ia bertanding basket melawan SMA 81 sebulan yang lalu, aku membawakan 'Sushi special a la Ranti'. Sushi yang jelas dibuat oleh Mbak Wal yang resepnya kusontek dari majalah wanita milik Mama. Sushi yang sudah kukredit ulang dengan namaku. Dua minggu yang lalu aku membawa nasi ayam hainan, dengan dalih ia akan kelaparan sebelum bimbel dimulai. Nasi ayam hainan super enak yang Mbak Wal buat untuk makan malam di rumah. Mbak Wal sudah kuwanti-wanti untuk menyisakan satu kotak untuk pacarku tercinta. Jangan bilang aku jahat, hanya saja aku tidak sanggup mengatakan yang sebenernya bahwa aku hanya amatir dalam bidang masak memasak.
Tapi sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga.
Untuk merayakan bulan keempat kami jadian, Bimo mengutarakan niatnya untuk bertandang ke rumahku dan menghabiskan hari minggu disana. Kami berencana untuk memesan pizza dan menonton film pixar yang memang menjadi favorit kami berdua. Jangan salah, orang tuaku di rumah, hanya saja mereka lebih suka menghabiskan waktu di teras belakang, sedangkan aku dan Bimo berada di ruang keluarga yang memiliki akses langsung ke teras belakang.
Bimo sudah membawa empat dvd yang bisa kupilih untuk ditonton, tapi sebelumnya, jelas memesan pizza terlebih dahulu. Kubawa telefon wireless ke sofa tempat kami duduk. Saat akan memencet nomer pizza untuk delivery, Bimo mengatakan sesuatu yang membuatku kaget setengah mati. "Ran. Aku tiba-tiba pengen masakan kamu nih. Kamu mau kan masakin buat aku? Yang simple aja, yang bahannya ada di lemari es. Mau kan?"
Aku segera menguasai diri. Beberapa kali aku menolak dengan halus, tapi Bimo berargumen sambil memperlihatkan lesung pipitnya yang manis itu. Mana tahan?
"Aku tunggu di teras belakang ya sama Om dan Tante, nanti makanannya kita icipi aja bareng-bareng," aku shock setengah mati. kenapa harus hari ini? Ketika Mbak Wal izin pulang ke kampung karena orang tuanya sakit?
Segera aku mengawal Mama ke dalam kamar dan menceritakan kejadian yang sebenarnya dengan buru-buru. Mama menghela nafas, "Kamu si tupai yang terjatuh. Tidak ada yang bisa bantu kamu, Ranti, selain diri kamu sendiri. Kamu nggak kasihan sama Bimo yang selalu kamu bohongi?"
"Tapi ini bohong untuk kebaikan, Ma." Sebenarnya dalam hati aku sudah mengakui kesalahan dan sangat menyesal, tapi sifat kepala batuku memintaku untuk berargumen, walau tak berdasar.
"Mama nggak akan bilang apa-apa sama Bimo, bahwa kamu sama sekali tidak bisa masak dan selalu meledakkan dapur Mama. Tapi Mama nggak akan masak untuk kamu. Apa yang sudah kamu mulai, harus kamu akhiri sendiri. Seandainya Bimo putus sama kamu karena kamu tidak bisa memasak, itu kesalahan dia. Tapi jika ia mengatakan alasannya karena kamu berbohong, itu salahmu sendiri, Ranti. Jujurlah padanya, Ran. Itu benar-benar jalan yang terbaik,"
Aku cemberut dan perlahan berjalan menuju dapur.
***
Satu jam kemudian, aku sudah memutuskan bahwa aku akan mempertaruhkan semua harga diriku pada mangkuk yang mengepul di hadapanku ini. Kuakui semua salahku. Maafkan aku, Bimo. Maaf seribu maaf. Aku pun tidak tahu, apa yang terjadi jika ia menolakku gara-gara semangkuk makanan yang kubuat dengan penuh perasaan bersalah ini. Bagaimana besok aku bisa menghadapinya di sekolah?
Perlahan aku meletakkan mangkuk panas ini di atas nampan dan membawanya ke teras belakang. Mama melirikku cepat ketika aku tiba dan aku bisa melihat senyum ekspektasi di wajah Bimo, terlihat dari wajahnya bahwa ia mengharapkan hidangan seenak sushi atau nasi ayam hainan Mbak Wal. Aku menelan ludah, menguatkan diriku sendiri.
Kuletakkan nampan di atas meja dan aku bisa melihat senyum Bimo perlahan meredup, melihat semangkuk mie instan rebus di hadapannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!