Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Sabtu, 30 Juli 2011

Tanda Cinta

Oleh: Petronela Putri (@PetronellaLau)





Jam pulang sekolah sudah berakhir dari dua jam yang lalu. Kelas – kelas dan ruang guru sudah sepi. Maklum, ini hari Sabtu. Murid – murid pasti bersemangat untuk bermalam minggu, sedangkan guru – guru bersemangat untuk weekend bersama keluarga masing – masing.

Aku? Aku sendiri masih sibuk mengoreksi kertas ujian tadi pagi. Saat aku baru akan beres – beres dan bersiap pulang, seorang lelaki muda masuk ke ruang guru, ia menghampiri mejaku dan menyodorkan sebuah buku tugas.

“Maaf, Bu.. Saya telat mengumpulkan tugas.” ujarnya sopan.

Aku meliriknya sekilas, wajahnya cukup tampan. Namanya Andre, ia adalah cowok idaman di sekolah ini. Tapi pernah kuperhatikan, beberapa kali ia mencuri pandang ke arahku saat mengajar di kelas. Sebagai wanita muda tentu aku penasaran.

“Tidak apa, duduk sebentar.” Aku menyuruhnya mengambil tempat duduk di depanku.

“Saya mau nanya, kemarin kamu diam – diam motret saya waktu jam pelajaran terakhir?”

Kalimatku membuatnya tersentak kaget, “Ng.. ng, nggak kok, Bu. Kata siapa?”

Aku berdecak kagum, anak ingusan jaman sekarang pintar mengelak dari kesalahan sendiri, “Kamu kira saya tidak tahu? Saya juga pernah SMA seperti kamu. Umur saya belum tua. Jaman kita hanya beda beberapa tahun!”

Akhirnya dia mengangguk pasrah, “Maaf, Bu. Iya, saya motret ibu kemarin. Tapi nggak ada maksud apa – apa. Saya…”

“Ya?” Aku menunggu kelanjutan ceritanya.

“Saya diajak taruhan sama teman – teman. Katanya kalau bisa motret Bu Andini, mereka semua rela ngerjain PR saya selama sebulan.” Ingusan dan polos, pikirku sejenak. Ia pasti mengaku terang – terangan agar tidak dihukum.

“Well, kalau begitu kali ini saya yang ngajak kamu taruhan. Mau?” Aku meliriknya dengan nada menggoda.

Andre mengerutkan kening, “Maksud Ibu? Taruhan apa ya?”

“Katanya cemburu itu tanda cinta, kan? Lalu juga ada yang bilang, ciuman itu tanda cinta dan terkesan romantis. Saya memilih Renata dalam hal ini. Kamu harus bisa membuatnya cemburu atau sebaliknya, menciumnya. Lakukan dalam dua hari ini, maka kamu menang!”

Andre tertawa, “Kenapa Renata, Bu? Lagipula gimana caranya?” balasnya dengan nada sangsi.

Andre, Andre.. Dasar anak muda. Aku ini baru 24 tahun. Aku belum setua itu untuk meninggalkan dunia remaja. Aku juga pernah muda sepertimu. Bisikku dalam hati.

“Karena Renata pacarmu, of course.” Aku bangkit berdiri dan berjalan mendekati Andre, “Dan kalau kamu menang taruhan, nilaimu saya beri 10 di rapor. Kamu bebas dari hukuman soal kejadian kemarin.”

Andre awalnya tampak tertarik, tapi kemudian ia menggeleng, “Maaf, Bu. Saya nggak bisa. Saya… sayang sama Renata. Saya nggak mau bikin dia sakit hati. Kalau saya beri dia ciuman, itu juga belum waktunya. Sama saja saya menganggapnya murahan.”

Aku menaikkan alis, “Ternyata kamu tipe cowok baik juga yah. Tapi sayangnya malah mau ikut ajakan taruhan teman – temanmu.”

“Kalau gitu hukum saja aja, Bu.” Ia malah menawarkan diri.

“Ini hukumannya!” Aku makin mendekat ke arahnya.

Andre bengong menatapku yang kini berdiri tepat di hadapannya, apalagi saat melihat rok hitamku yang pendek tersingkap saat aku melewati kursi di sebelahnya. Bibir kami lalu beradu, bertepatan dengan suara gelas pecah di depan ruang guru.

“Re… Renata!” Andre menyadari kehadiran pacarnya dan buru – buru mengejar saat Renata pergi dari sana sambil menangis. Gadis itu tadi memang sempat mampir ke ruang guru dan aku menyuruhnya membelikan segelas air di kantin. Kebetulan yang menarik.



Aku mengibaskan tangan. Dasar anak muda. Berani – beraninya taruhan dengan teman, diajak taruhan yang sebenarnya tidak sanggup!

Hukumannya sekarang impas. Aku berhasil membuat Renata cemburu, Andre pun tidak akan mendapat hukuman lain. Aku kembali ke mejaku dan menuliskan angka 10 pada laporan nilai Andre. Ciumannya boleh juga. Bukankah sebuah ciuman dan cemburu itu tanda cinta? Anggap saja Renata dan aku mencintai lelaki muda itu. Anggap saja.

Aku lalu tertawa sendiri dalam hati, “Maaf, aku tidak bisa menahan diri. Dia terlalu mirip dengan Mas Hadi.” bibirku berbisik mengucapkan permintaan maaf, entah untuk siapa.. lalu menyebutkan sebuah nama yang selalu kuingat.

Hadi, pria setengah baya yang dulu pernah menjadikanku istri gelapnya. Lalu meninggalkan aku begitu saja seperti sampah saat ia menemukan wanita lain. Belakangan ini pun aku baru menyadari, Andre Hadiwidjaja ternyata putra kandungnya.



Let’s see, apa lagi yang akan kulakukan pada si tampan itu nantinya. Ia harus membayar mahal atas ulah ayahnya!

2 komentar:

  1. Cerita ringan yang dikemas dengan sangat menarik! Admin serasa kembali ke masa-masa booming-nya teenlit dulu. Mungkin ini bisa dikembangkan menjadi novelet.

    Secara keseluruhan sudah lumayan bagus, meski sedikit kurang padat dalam pembentukan paragraf, dan beberapa tanda baca juga pemakaiannya masih keliru.

    Seharusnya"

    Aku juga pernah muda sepertimu. Bisikku dalam hati



    diberikan tanda lebih jelas bahwa itu merupakan pikiran si 'aku' saja. Bisa menggunakan italic atau tanda '. Lalu, sebelum kata 'bisikku' seharusnya digunakan tanda koma, bukan titik :)

    BalasHapus
  2. thanks admin :) hehe..

    masukannya berguna bgt utk belajar lg :)

    BalasHapus

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!