Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Kamis, 11 Agustus 2011

Lelakiku

Oleh: Ririn Tagalu (@ririntagalu)
http://ririnhutagalung.blogspot.com



Suasana ini begitu menggoda. Alunan suara angin yang merdu. Terpaan ombak yang lincah di kejauhan sana. Matahari yang kekuningan membuatku bertambah syahdu. Pohon kelapa itu juga nyinyir menari-nari mendendangkan alunan yang merdu.
Hatiku sedang girang-girangnya. Lelaki yang kukasihi sedang berada di dekatku, menggenggam tanganku dengan lembutnya seperti takut melukaiku. Tetapi, tentu saja aku tidak akan terluka. Bagaimana mungkin genggaman orang yang kukasihi membuatku terluka? Tentu saja tidak mungkin.
Ku tolehkan pandanganku kepadanya. Matanya yang cerah menyambutku. Senyumnya yang ringan membuatku melayang. Duhai, cinta mengapa engkau begitu hebat, mempertemukan aku dengan lelaki ini?
Sekilat cahaya berkelabat di antara kami.
"Pose yang menarik, Mas, Mbak." kata seorang lelaki yang kelihatannya sudah berumur empat puluhan tahun. Di tangannya ada sebuah kamera. Lalu, dalam hitungan menit, sebuah kertas, tepatnya sebuah foto sudah berada di depanku. Ia menyodorkannya padaku.
Dengan tatapan melongo, aku meraihnya, mencermati foto itu.
Takjub, aku tak dapat mengeluarkan kata-kata.
"Terima kasih, Pak." kata lelakiku sembari memberikan pecahan uang puluhan ribu.
"Tidak. Saya tidak memberikannya untuk mendapatkan uang. Saya hanya mencintai bidang ini. Simpanlah foto ini dengan baik. Suatu saat pasti anda ingin mengenang masa ini," ucap si Bapak dan berlalu dari hadapan kami. Terlihat ia mengunci objek di tempat lain dan memotretnya. Lalu terlihat ia asyik dengan kegiatannya sendiri.
"Aku sangat mencintaimu," suara lelakiku lembut di telingaku.
Pandangan kami bersatu di foto itu. Tampak sepasang kekasih sedang berkasih-kasihan di dalamnya, dengan memancarkan cahaya penuh kasih.
"Akankah ini akan berakhir indah seperti ini?" tanyaku meragu.
Ia tersenyum, masih senyuman yang sama seperti sebelumnya.
"Kamu tidak perlu khawatir, Sayang. Semua akan indah pada waktunya." ucapnya penuh keyakinan, matanya yang cerah menatapku mantap. Tapi, tetap saja aku meragu.

**

Suasana ini tampaknya tidak asing bagiku. Terasa sangat akrab bagi mataku. Alunan suara semilir angin, suara ombak terdengar akrab di telingaku. Sepertinya mereka bernyanyi untukku. Matahari di ujung sana begitu indah, aku merasa pernah memandangnya sebelumnya. Tapi dimana? Bukankah ini tempat yang asing bagiku? Aku baru pertama kali menginjakkan kaki disini. Tidak mungkin ada pemandangan yang persis sama. Sepanjang ingatanku, aku juga tidak pernah ke pantai sebelumnya.
"Bolehkah aku menggenggam kedua tanganmu?" ucap seorang lelaki di sampingku.
Aku merasa tidak mengenalnya. Aku memandangnya marah. Sangat tidak sopan mengganggu seorang wanita. Tetapi aku melihat keteduhan di matanya, tatapannya lembut, dan aku tidak berkata apa-apa.
Digenggamnya kedua tanganku. Beraninya ia, tetapi aku takjub oleh senyumnya yang lembut. Siapakah lelaki ini? Ia begitu memesona. Aku terpesona.
"Siapakah engkau?" akhirnya ku dengar suaraku berkata.
"Aku hanyalah seorang lelaki yang terlupakan," ucapnya sendu, tetapi tidak menunjukkan kesedihan.
"Terlupakan?" sebuah tanda tanya muncul di kepalaku. Bagaimana mungkin seorang lelaki baik dan lembut ini dapat dilupakan? Aku sendiri saja takjub oleh pesonanya.
"Ya, aku terlupakan."
"Bagaimana mungkin?"
"Sangat mungkin."
"Dulu kami biasa duduk disini. Memandang matahari di kejauhan sana, saling bergenggaman tangan seperti yang kulakukan terhadapmu."
Lelaki itu terdiam.
Aku penasaran bagaimana akhir dari kisah yang ia mulai.
"Lalu, apakah dia meninggalkanmu?"
"Tidak, dia tidak meninggalkanku, dia hanya lupa padaku." Ia menatap matahari di kejauhan.
"Mengapa engkau tidak mengingatkan dia?"
"Sudah kulakukan sering kali, setiap hari di dalam hidupku, aku mengingatkannya pada masa-masa indah kami, tapi tetap saja sebentar kemudian, dia akan melupakannya."
"Sungguh menyedihkan. Dapatkah aku membantumu?"
"Dengan duduk disini dan menggenggam tanganku, engkau sudah membantuku, sangat membantu."
"Baiklah, aku senang membantu orang lain."
Sejurus kemudian, kami saling terdiam, menikmati alunan indah dan seketika aku takjub. Hal ini pernah kulakukan, tapi dimanakah? Duduk berdua dengan seseorang, saling bergenggaman, tetapi dimanakah? Siapakah ia? Aku benar-benar tak dapat mengingatnya dengan baik.**
Kutepiskan semua kejanggalan di kepalaku.
Ku beranikan diri bertanya, "Siapakah wanita itu?"
"Kamu ingin mengenalnya?" tanya lelaki itu. Aku hanya mengangguk.
Selembar foto disodorkannya padaku.
Kucermati foto itu. Tampak sepasang kekasih sedang asyik-asyiknya memadu kasih, saling berpandangan, tangan mereka saling bergenggaman.
Aku mengenal gadis itu. Bukankah itu aku, sepuluh tahun yang lalu?
Ku tatap lelaki yang duduk di sebelahku. Entah mengapa, rasa cintaku amat besar kepadanya. Ku peluk ia seakan aku takut akan kehilangannya lagi.
"Aku sangat mencintaimu," bisiknya lembut di telingaku.

****** Sekian *****



** terinspirasi dari the NoteBook
** terserang penyakit Alzheimer

--

3 komentar:

  1. WAKAKAKAKAKA. . . . .
    maaf tapi . . . .
    WOW. . .
    unbelieveable. . .

    Good story I like it, a little suspense . . .
    good ending

    BalasHapus
  2. OMG Alzheimer! Jelas bukan merupakan kasus tulisan biasa karena mengandung beberapa nilai dari bidang kesehatan. Penulis juga membawakannya dengan cukup baik.

    MUNGKIN, akan ada baiknya jika kedua part di atas (terpisah menggunakan tanda ***) dibuat sedikit lebih mirip kalimatnya satu sama lain, sehingga kesan yang didapatkan pembaca ketika mencapai akhirnya akan lebih mengena. Salut untuk twistnya :)

    Terus menulis!

    BalasHapus
  3. ceritanya ringan, good job dek Ririn :)

    BalasHapus

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!