Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Kamis, 11 Agustus 2011

Terpaksa...

Oleh: Jenni Laut


Jari jari keriput bergetar memegang sebuah foto gadis yang sedang tersenyum cantik sekali.

“Andai Aku tahu gadis cantik di foto ini akan berubah sejelekmu, aku tidak akan pernah mau denganmu atau menikahimu,” kata sebuah suara serak menatap seorang nenek berwajah keriput dan rambut yang sudah memutih.

Nenek itu membentuk wajah cemberut dengan keriput pipinya.

“Oh andai saja, kecantikanmu seawet caramu cemberut itu,”

“Oh, diamlah” kata nenek itu sambil menarik foto itu dari tangan sang kakek yang sedang duduk diatas kasur dan menatapnya lama sekali.

“Sekarang maukah kamu mengembalikan foto Lidia?” tanya kakek itu, yang segera membuat sang nenek menatap si kakek seolah olah si kakek sudah gila atau ada sesuatu yang salah.

Si kakek menarik nafas panjang “ Ingat, Lidia? Pacarku dan kamu mencuri fotonya dariku sekitar… hm 60 tahun…”

“62 tahun” timpal si nenek terdengar kesal,

Si Kakek manggut manggut “ iya iya 62 tahun .. dan kamu belum mengembalikannya sampai sekarang, padahal aku sudah berkencan dan memberimu ciuman pertama.”

Kedua mata si nenek mendelik.

“Mau disimpan sampai kapan foto pacar saya itu? Sampai saya mati?” Protes sang kakek.

Dengan kasar si nenek meninggalkan ruangan itu dan tidak lama kemudian kembali dengan sebuah kotak tua dan melemparkan keatas pangkuan si kakek. “Tuh disana foto pacar genitmu itu!”

Si kakek segera tersenyum memperlihatkan gigi ompongnya dan tangannya segera membuka kotak hitam tua itu dan menemukan beberapa benda kecil disana, beberapa pucuk surat dan sebuah foto pemuda yang sedang tersenyum namun foto sebelahnya sudah disobek.”

“Lho, Lidianya saya kok disobek?”

“Biarin” kata si nenek membuang muka kearah lain.

Si kakek kemudian mulai gelisah melirik benda benda kecil didalam kotak hitam itu.



Sebuah mainan plastik berbentuk lumba lumba sebesar dua ibu jari

“Kamu masih menyimpannya?” kata kakek terkejut.

“Tentu saja” jawab nenek ketus.

“Benda terkutuk ini. . .”

Segera mata si nenek mendelik kearah si kakek. Yang membuat si kakek menyengir teringat kembali puluhan tahun yang lalu saat si nenek baru berusia 5 tahun dan dirinya 12 tahun.

. . .

“Untukmu ompong,” kata seorang bocah kurus pada seorang gadis kecil ketakutan sambil melemparkan sebuah mainan berbentuk ikan paus berwarna biru dari plastic kearahnya dan segera berlari bersama rekan seumurannya.

Saat itu mereka semua sedang dalam pengungsian dimana Negara sedang dalam perang dan mereka anak anak kecil yang tinggal di tempat pengungsian, kehilangan orang tua.

Bagi gadis kecil itu ia tidak mengenal siapapun di tempat itu sedang ketakutan dan mendadak seorang bocah memberinya mainan plastic dan lari meninggalkannya.

. . .

“Dan sejak itulah neraka bagiku…” Desah si Kakek.

“Saat itu aku tidak memiliki siapapun…” balas si nenek.

“Tapi itu bukan berarti kamu harus menempel padaku selama bertahun tahun. . . menyelinap dalam tempat tidurku… menarik ujung bajuku kemanapun aku berlari. . .”

“Tapi aku tidak mengenal siapapun” tatap si nenek dengan mata tegas.

“Aku bukan penjagamu… untuk… bertahun tahun…”

“Tidak peduli” protes si nenek. . . .

Sebuah boneka rusuh dan sebuah buku kecil tatap si kakek begitu lama pada keduanya.

“Haih, gara gara kamu menangis terus aku terpaksa membelimu boneka ini”

“Aku sudah lupa” kata nenek sewot

“Oh gaji pertamaku yang kupikir bisa mengajak Linda ke makan bakso”

“Aku yang menjagamu saat kamu demam dan membantu membersihkan pakaianmu saat itu, jadi aku harus mendapatkan hadiah itu”

“Cih, dan agenda ini.” Tatap si kakek sambil tersenyum kecut “ Nerakaku kedua” sambil membuka isinya yang berupa coret coretan huruf ambuladul dari pencil yang sudah mulai hilang jejaknya.

“Tulisan penuh cintamu saat belajar menulis dan mengapa aku harus terus membacanya dan kamu terus menulis surat cinta yang ditertawakan teman temanku.” Desah si kakek “Dan saat itu kamu bahakan belum berumur 12 tahun.”

“Aku baru belajar menulis, meski tidak sebagus Linda dan kamu harus terus membacanya.” Protes si nenek “ Kalo tidak matamu akan selalu melihat kearah linda.”



Sebuah koin 5 sen zaman dulu terlihat di sudut kotak.

“Ck, ck. . . kencan pertamaku” kesah si kakek mantapa si nenek.

“Apa mau protes?”

“Kencan pertamaku dengan Linda tapi kamu tidak mau melepas bajuku dan terus memeluk tanganku, bahkan mengigitku…” protes si kakek “Membuat Linda ketakutan dan akhirnya pergi meninggalkanku.”

“Dan kita kencan berdua” senyum si nenek.

“Cish, terpaksa….dari pada malam minggu tidka kemana mana dan uang ini, mengapa tidak kamu belikan permen atau lainnya?” teringat si kakek memberikannya pada bocah kecil yang kurus yang memeluk tangannya.

“Sesukakulah” kata si nenek membuang wajahnya.

Dan berikutnya… Foto itu. Tatap si kakek erat erat.

Waktu itu si nenek nekad mencuri foto dirinya berdua dengan Linda dari tangan Linda. Tepat saat itu dirinya akan pergi keluar daerah untuk mulai bekerja dan si nenek yang belum cukup umur untuk mandiri terpaksa menunggu dipanti asuhan.

Saat Linda memberitahunya dirinya langsung mencari bocah kecil yang menangis diujung tempat tidur sambil meremas foto itu.

“Kembalikan foto itu”

“Tidak”

“Ayolah, foto itu mahal aku hanya punya satu dan aku ingin Linda menyimpannya”

“Tidak”

“Cukup, aku akan merebutnya.”

Detik berikutnya mereka sudah bergumul hebat tapi sayang tangannya harus mendertia digigit gadis kecil itu.

“Cium aku” kata gadis itu mendadak saat ia tahu foto itu pasti akan lenyap dari tangannya karena kalah kuat.



“Itu ciuman pertamaku” kata si kakek mendadak.

“Aku tahu” kata si nenek tersenyum “Kamu terlihat bodoh saat menciumku dan langsung lari meninggalkanku dan fotonya”

“Tapi kamu berjanji akan mengembalikan fotonya pada Linda saat aku menciummu”

Sinenek tersenyum jahil, Aku mengembalikannya tapi cuma fotonya.

. . .

Saat itu si kakek menatap kedalam kotak hitam itu dan menatap benda benda didalamnya.

Sebuah kunci rumah using dimana setelah 5 tahun kejadian foto, si gadis tumbuh dewasa dan mencari dirinya, bekerja di kota yang sama dan menempel pada dirinya seperti dulu.



Sebuah kalung dari besi putih yang kesannya simple dan jelek dengan bros kupu kupu di ujungnya, “Kenapa kamu mau memakainya?”

“hah?” balas si nenek

“Kamu tahu, ini kuberikan padamu setelah aku di tolak, entah siapa.”

“Aku tidak perduli tapi itu milikku dan kamu memberikannya padaku.” Rengut si nenek



Beberapa benda benda kecil alinnya dna hingga pada sebuah cincin kecil “Mengapa kamu dulu tidka memilih beberapa cowok kaya yang mengejarmu dari pada bersamaku yang miskin ini?”

“Aku tidak merasa kamu miskin saat itu” Sungut si nenek “

3 komentar:

  1. oke. . . > <
    no ending

    BalasHapus
  2. Selain time jump yang kurang teratur, hanya ada satu komentar untuk cerita ini.
    Kalimat terakhir si nenek, KURANG GREGET.

    Ayo, coba eksplor lebih dalam untuk merangkaikan kata-kata. Bacalah ulang karya sendiri dan temukan typo-typo tersembunyi, dan beberapa kalimat janggal yang mungkin sempat terlewat pada saat penulisan.

    Padati, hapus, dan padatkan lagi. Itulah esensi penulisan.

    Terus menulis! :)

    BalasHapus
  3. Cerita ini belum selesai ya?


    "Padati, hapus, dan padatkan lagi." -> suka nasihat ini :)

    BalasHapus

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!