Oleh: Dewi Laksmita (@laksmita)
Disepanjang bentangan kerumitan ketika jantung berdetak, selalu ada waktu untuk menyeruak, mengamati, merasakan dengan segala kemampuan indra kepekaan jiwa yang tak nampak.
Perlahan, dan perlahan.
Ada luka, menggerogoti, mengoyak, menyakiti, mencabik, menguliti, meracuni.
Tiap harapan yang tidak terpenuhi, tiap mimpi yang tidak terjadi, kehilangan.
Jiwa yang semula kukira kokoh, meluruskan kaki pun tak kuasa.
Titik paling mengerikan, adalah tidak ada yang bisa dilakukan lagi.
Kutangisi.
Ada dosa, mengecewakan nurani, meresahkan jiwa, sengsara.
Tiap gerak lidah yang tak patut, membantai penuh emosi.
Gerak-gerik yang menyakiti hati, bahkan pada ibumu sendiri.
Melanggar aturan Tuhan, khilaf.
Terlalu berat untuk mempertanggungjawabkan kebrutalan manusia ini.
Kutangisi.
Ada syukur, melimpah, tak terhingga, bahagia, kelegaan.
Apa lagi? Apa lagi yang lebih baik dari menghirup oksigen sepuasnya?
Apa lagi yang lebih baik dari beratapkan langit, beralaskan tanah, bermandikan matahari, dan berselimut bintang?
Apa lagi yang lebih baik dari dicintai bapak ibumu sendiri?
Kutangisi.
Aku malu terlalu banyak mengeluh, padahal Kau memberi semua yang kubutuhkan.
Pelajaran hidup yang membuatku merasa rapuh untuk membangun aku yang kokoh.
Kekurangan untuk merasa cukup.
Aku minta ampun pada Tuhanku.
Aku malu dengan diriku ini.
Aku penuh dosa dan terlalu banyak bicara.
Aku menangis. Aku menyesal.
Aku menangis. Aku bersyukur.
Aku menangis. Aku merasa nista.
Aku menangis. Aku merasa bahagia.
Aku menangis. Aku rindu pada-Mu.
Aku menangis dan terus memujimu, terus dan terus.
Blog untuk memajang hasil karya partisipan #WritingSession yang diadakan setiap jam 9 malam di @writingsession. Karena tidak ada yang bisa menghentikan kita untuk berkarya, bahkan waktu dan tempat.
Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!
Penyesalan dan Pertobatan. . .
BalasHapus