Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Minggu, 07 Agustus 2011

Dengarkanlah ceritaku

Oleh: Jenni Laut


Dengarkanlah ceritaku. . .
Aku terlahir sebagai . . . aku tidak tahu, aku manusia juga bukan manusia dan mungkin jauh lebih rendah dari binatang.
Kupikir aku tahu dengan jelas bahwa ayah dan ibuku adalah manusia, mereka yang melahirkan aku dan membuangku ketempat sampah.
Mengapa mereka membuangku?
Pertanyaan yang sama yang selalu kutujukan pada langit diatasku. . . Mengapa aku dilahirkan tanpa kedua tangan dan kedua kakiku… dan membuatkan kedua orangtuaku membuangku.
 Apakah mereka membenciku,menyesalkah mereka telah melahirkanku. . .
Dengarlah ceritaku. . .
Aku terlahir tanpa kedua tanganku dan kedua kakiku...
Dibuang saat aku berumur 2 atau 3 bulan dan dibesarkan oleh seorang nenek kesepian hingga dia meninggal dan aku menemukan hidupku dijalanan. Jalanan yang berdebu dan kuda berlalu lalang dengan gerobak - gerobak yang membuat debu berterbangan.
Jika aku haus aku akan berteriak pada seseorang di pinggir jalan untuk memberikannya padaku, selalu masih ada manusia yang baik di dunia ini, aku akan mengulang kata kata yang sama sejak pertama kali aku belajar bertahan hidup
“Bapak… Bapak… lihatkan kalau aku tidak punya tangan dan kaki… aku… aku haus sekali, sudah dua hari belum minum. . .tolong tolong air minum…”
Mereka yang takut padaku melewatiku dengan pandangan jijik, mereka yang berbaik hati dengan sedikit ketakutan akan menuangkan air kedalam mulutku dan biasanya dari ketinggian mereka berdiri… Dan aku, aku akan sangat bahagia sekali, aku akan menelannya sebanyak mungkin, siapa tahu lain kali aku tidak akan mendapatkan air bersih lagi dan terpaksa menghisap kubangan air.
Yang jauh lebih baik dari pada aku kehausan.
Bagaimana aku makan?
Caranya mudah, aku cukup merayap dengan punggungku, seperti biasanya aku bergerak dengan punggung di jalanan dan menuju tempat – tempat  bagus, rumah makan atau tempat terdekat orang berjualan. Aku akan menatap mereka dan berkata
“Pak… kalo ada sisa sedikit jangan segan segan lemparkan saja ketanah ya. . .”
Mereka akan menatapku dengan berbagai cara dan aku tidak perduli dengan wajah jijik, menghina atau menutup hidung mereka, selama mereka mau menjatuhkan sisa makanan mereka, potongan daging, potongan roti dan kadang mereka melemparkan piring pada wajahku.
Aku… aku… merasa sakit...
Sering aku mendapatkan makan jika sendirian, tapi terkadang aku , tidak, aku selalu kalah jika potongan daging yang dilemparkan padaku dekat dengan anjing anjing liar, mereka selalu bergerak lebih cepat dari pada punggungku. . . keempat kaki mereka.
Aku bahkan tidak tahu apakah aku lebih rendah dari binatang
Jika terkadang, di suatu saat dimana Langit berbaik hati padaku, ada beberapa orang yang mendekatiku saat aku berteriak kelaparan dan meletakkan makan kedalam mulutku dengan jari jari tangan mereka dan memandangkanku dengan kelembutan, saat itu aku tahu… aku adalah manusia.
Aku tahu aku adalah manusia, seperti mereka.
Sering kali aku menatap langit dan berkata “Yah Langit, lakukanlah apa yang ingin kamu lakukan padaku, kamu sudah memberiku kehidupan tanpa tangan dan kaki, kini terserah padamu sajalah.”
Terkadang ada beberapa orang yang datang mendekatiku dan mengusirku dari depan rumah mereka karena merasa aku menganggu mereka, saat itu tiada henti hentinya aku akan berkata
“Tuan, jika engkau mau berbaik hati, lakukanlah sesuatu padaku, bantulah  aku, bebaskanlah aku dari kehidupanku ini… kamu punya kaki yang panjang dan cukup untuk menendang kepalaku dengan keras atau tangan yang cukup kuat untuk melemparkan sesuatu kearah kepalaku… Aku akan sangat berterimakasih padamu …dan…  jika engkau mau memidahkanku dengan pekerjamu… pesankan saja pada mereka saat mereka mengangkat tubuhku menjauh dari tempat ini… tolong… tolong lemparkan aku sedikit lebih tinggi dan aku akan berterimakasih padamu jika aku terbebaskan dari tubuh ini… Aku memohon pertolonganmu manusia… bebaskanlah aku.”
Aku tidak menangis.
Aku melihat anak anak yang berlari . . .seperti apakah aku jika aku memiliki kaki. Apakah aku akan dapat berlari secepat mereka… lebih cepat dari anjing anjing liar… apakah aku dapat mengejar makan lebih cepat dengan kakiku? Apakah aku akan selalu menang mengapai makanan yang dilemparkan dari anjing anjing liar itu?
Aku sering melihat anak anak yang memutarkan tangan mereka dengan lincah dan berkata… “ Yah langit… mengapa… mengapa? Mengapa engkau tidak memberikan satu…. satu saja dari kedua itu untukku… aku hanya meminta satu tangan saja yah Langit…”
Tapi mengapa.. mengapa… Tidak satupun dari keempat itu yang engkau berikan padaku.
Whai manusia dengarkanlah manusia hina ini.
Biarlah kuberitahu pada kalian bagaimana aku membuang air kecil dan besarku. . . Aku adalah MANUSIA seperti kalian. . . aku makan dan tentu saja aku akan membuangnya… Aku akan kencing sembarangan.. aku tidak perduli… dan jika aku membuang air besar, aku akan pergi ke tempat yang agak tidak terlihat orang… membuangnya disana, saat aku bergerak dengan punggungku aku akan berusaha agar pantatku mengesek tanah atau rumput untuk membersihkannya.
Terkadang aku tidak dapat menahannya dan membuang air besar didepan tempat ramai, maka biasanya akan ada yang menyiramku dengan seember air sambil memakiku atau melempariku dengan batu.
Aku adalah manusia seperti kalian.
Manusia yang dibuang oleh kedua orang tuanya dan hidup dari kasih sayang … hinaan… makian dan mengemis sepotong kehidupanku dari tangan semua orang yang tak ku kenal, yang membenciku atau mengasihaniku untuk mempertahankan kehidupanku yang … aku juga tidak tahu layakkah hidupku untuk dipertahankan.
Dengarlah aku manusia.
Aku memakai pakaian, menutupi tubuhku… karena aku adalah manusia… meski kadang aku tidak tahu bagaimana membuat pakaian itu menempel di tubuhku… setiap kali aku merayap, pakaian itu akan melorot sehingga aku harus mengigitnya kuat kuat setiap kali bergerak. Aku akan bersusah payah mengenakan lembar demi lembar pakaian robek yang sudah dibuang itu dengan gigiku dan sangat membuat leherku letih.
Agar semua orang tahu.
Bahwa aku adalah manusia.
Ada suatu saat dimana aku akan merayap kearah tempat pembuangan sampah dan berharap leher dan gigiku dapat bekerja cukup baik untuk mendapatkan makanan dan tentu saja hidungku sangat tajam untuk dapat membedakan apakah isi tempat sampah itu, sayuran busuk, daging mentah, tulang tulang ayam atau mungkin telur busuk.
Kini. . .
Disaat ini …
Dimana hujan turun, aku selalu tidak menyukainya… tubuhku akan kedinginan dan gigiku akan gemerutuk… percikan air hujan akan memasuki telingaku jika aku merayap.
Kini perutku sudah lapar sekali, tiga hari sejak terakhir kali makanan padat masuk kedalamnya, sehingga aku merayap ke tempat sampah sebuah rumah makan. . . di bawah hujan deras dan angin dingin… sendirian di malam gelap, di mana para manusia berada didalam rumah yang menghalangi mereka dari hujan, dengan cahaya kehangatan, tawa dan makanan yang mengenyangkan mereka, tentu saja dengan selimut yang akan menghangatkan mereka saat mereka tidur.
Sudah lama sekali sejak nenek menyelimutiku dengan selimut.
. . .
Jika mau bergerak cepat aku akan berbalik dan merayap dengan dada di atas tanah dan membiarkan kepalaku menarik tubuhku kedepan… ini akan lebih cepat tapi selalu mengotori wajahku, karena mengharuskan wajahku mencium tanah sepenuhnya … tapi kini aku sudah lapar sehingga tidak perduli wajahku harus bergerak diantara kubangan air dan percikan hujan.
Aku hanya perlu menahan nafasku saat wajahku memasuki kubangan air.
. . .
Hanya untuk mendapatkan sampah makanan mereka telah diletakkan di dalam sebuah ember diatas batu setinggi anak kecil.
Aku mengigit gigiku kuat kuat, seekor anjing liar kecil berlari melewatiku dan melompat keatas batu itu dan mengunyah makanan apapun didalamnya.
Dan aku.. aku tidak akan dapat mencapainya, tidak dengan tubuhku ini… aku tidak bisa mengambil makanan apapun yang lebih tinggi dari kepalaku… Aku tidak bisa. Meski aku berusaha sekeras apapun, aku tidak bisa mengangkat tubuhku ini yang hanya sepotong daging.
Aku tidak menangis.
Aku berbalik dan melihat kearah langit gelap membiarkan hujan menetes kearah wajahku, tubuhku sudah mati rasa karena kedinginan dan perutku begitu lapar.
“LANGIT!!!” teriakku “ kamu tahu aku tidak punya siapapun, kini aku lapar, siapa yang akan memberiku makan, anjing itu… mengapa kamu menyiksaku seperti ini… kesalahan apakah yang sudah ku perbuat… mengapa engkau tidak membiarkanku mati saja… mengapa aku harus menjalani siksaan ini.”
“Katakan padaku dosa apakah yang telah kuperbuat. . . hingga aku harus hidup seperti ini.”
Dengarkanlah aku manusia, aku hidup dan bernafas seperti kalian, jantungku berdetak disini dan aku merasa kedinginan saat ini. Aku tidak tahu kesalahan apakah yang telah kuperbuat di masa lalu atau di masa kapanpun.
Dengarkanlah Manusia, Aku memohon permintaan maaf dari kalian jika aku pernah berbuat salah pada kalian, lihatlah aku yang sudah menderita karena kesalahan kesalahanku yang sudah kulupakan.
Maafkanlah aku… berbaik hatilah padaku untuk memejamkan mata kalian dan berdoalah pada Sang Pencipta agar aku dapat beroleh maaf dan keringanan atas dosa dosaku pada kalian Manusia.
Maafkanlah aku Manusia, ampunilah aku, doakanlah agar sepercik kebahagiaan dan kehangatan dapat kuperoleh dalam kehidupan ini.
Setulus hatiku memohon maaf pada kalian dan mendoakan kebahagian serta kehangatan berlimpah dari Sang Pencipta untuk kalian Manusia.
Dengarlah permohonan manusia ini wahai manusia.

1 komentar:

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!